Kamis, 17 November 2011

Arsitektur dan Status Sosial

Arsitektur tradisonal Bali tidak dapat dilepaskan dari kondisi status sosial masyarakatnya. Hal ini terjadi karena masyarakat Bali sangat erat hubungan kekerabatannya terutama pada masyarakat Bali tradisional. Masyarakat Bali sangat menghormati model hirarki kasta yang merupakan sikap hidup mereka sesuai dengan agama yang mereka anut. Dan hal ini berpengaruh pada pola ruang dan arsitektur tradisional Bali.

Pembagian kasta sebagai tingkatan hirarki dalam status sosila masyarakat Bali dimulai dari yang paling bawah yaitu sudra, sebagai masyarakat umum biasa yang kehidupan sehari-harinya bekerja sebagai petani, abdi, pembantu dan pekerjaan-pekerjaan lainnya dalam Arsitekur Tradisonal Bali kemasyarakatan. Masyarakat sudra umumnya hidup sedehana karena mereka tidak mempunyai pengetahuan yang cukup dalam ilmu pengetahuan, ilmu dagang dan ilmu pemerintahan.

Kemudian Weisya yaitu orang-orang yang berprofesi sebagai pedagang atau pengusaha. Masyarakat kelas ini cukup mapan karena usahanya dan pengetahuannya tentang perdagangan dan ilmu hitung, sehingga kehidupannya tercukupi.

Satria adalah strata yang cukup terhormat dengan profesi sebagai prajurit kerajaan atau pegawai pemerintahan. Mereka cukup berpendidikan karenanya mereka mempunyai cukup ilmu keprajuritan atau pemerintahan, sehingga mereka juga termasuk kaum berpendidikan cukup, atau setidaknya dapat mempelajari tata kenegaraan. Kehidupan kaum satria cukup mapan karena posisinya dalam masyarakat yang cukup terhormat.

Kasta yang paling tinggi adalah Brahmana, sebuah penghormatan paling tinggi masyarakat Bali bagi seorang pemimpin agama atau orang yang dianggap mumpuni dalam agama, atau juga yang disebut Pedande. Orang suci yang telah mencapai pencerahan SangHyang Widhi sehingga titahnya merupakan wahyu yang dibawa dari Mahadewa.

Sistem hirarki ini bahkan tertranformasi dalam system pola ruang pada bangunan-bangunan rumah, umum maupun pada pura. Seperti istilah jaba untuk bagian paling luar bangunan, kebudian jabajero untuk mendifinisikan bagian ruang antara luar dan dalam, atau ruang tengah. Dan kebudian jero untuk mendiskripsikan ruang bagian paling dalam dari sebuah pola ruang yang dianggap sebagai ruang paling suci atau paling privacy bagi rumah tinggal.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | GreenGeeks Review