Selasa, 08 November 2011

Bibi Anu

  1. Bibi Anu,
  2. Lamun Payu Luwas Manjus,
  3. Antenge Tekekang,
  4. Yatnain Ngabe Masuhe,
  5. Tiyuk Puntul,
  6. Bawang Anggen Pasikepan

Makna Gending:

  • "Bibi Anu" menunjuk kepada semua umat manusia
  • "Lamun Payu Luwas Manjus", kata Mandi mengandung arti kalau mau mencari kesucian, Mandi = untuk bersih/suci.
  • "Antenge Tekekang", Anteng = rajin, tekek = erat/kuat, orang yang mau mencari kesucia harus Rajin/ Sadhana/ disiplin tinggi.
  • "Yatnain Ngabe Masuhe", waspadalah terhadap musuh (dalam hal ini mungkin musuh yang ada dalam diri kita, spt: sad ripu, sad atatayi, dsb)
  • "Tiyuk Puntul", tiyuk bermakna senjata yang tanjam dan puntul = tumpul, artinya kecerdasan dab kepinteran jangan dipakai untuk membodohi, menipu orang lain.
  • "Bawang Anggen Pasikepan", bawang memiliki pengaruh dingin, artinya kebijaksanaan, welas asih dan kasih sayanglah yang harus dijadikan landasan untuk semua kegiatan.

Sehingga dapat dipahami bahwa kidung "Bibi Anu" ini mengajak kita ketika ingin mencari kesucian yang hakiki, kita harus memiliki sadhana yang tinggi. Selalu waspada terhadap musuh yang ada di dalam diri kita yang setiap saat dapat menggoda kita. Kemajuan spiritual yang telah diraih jangan dipakai membodohi orang lain tapi dipakai untuk melayani. Dan dalam berinteraksi dengan yang lain sikap welas asih dan kasih sayang harus menjadi dasarnya.


Sumber @ http://www.iloveblue.com

Pengelong

  1. Dija bulanē sing ngenah uli ibi ?
  2. Ia jani pules, rē majalan ejoh gati *
  3. Ia jani pules, rē majalan ejoh gati **
  1. Uli dija bulanē majalan, kaki ?
  2. Uli tanggu kangin teked kauh, kēto cening *
  3. Uli tanggu kangin teked kauh, kēto cening **
  1. Pidan lakar bangun bulanē tur mai ?
  2. Lamun ilang kenyelnē ya teka lakar buwin *
  3. Lamun ilang kenyelnē ya teka lakar buwin **

Dagang Gantal

  1. Dagang gantal
  2. Masubeng ental acengkang
  3. Mara bangun ka pisaga *
  4. Mara bangun ka pisaga **
  5. Manyaruang nyilih serat
  1. Serat langah
  2. Untun nyanē siyu satus
  3. Anē satus anggon bibih *
  4. Anē satus anggon bibih **
  5. Pawēwēh I Ketut Genjir
  1. Ketut Genjir
  2. Ta nguda tununē uwug
  3. Mula uwug di pandalan *
  4. Mula uwug di pandalan **
  5. Kalahin icang mabalih

Jaring Guling

  1. Jaring guling damar gantung *
  2. Jaring guling damar gantung **
  3. Nyiyu mas matumpang solas *
  4. Nyiyu mas matumpang solas **
  1. Nyelang gunting ka pasarēn *
  2. Nyelang gunting ka pasarēn **
  3. Bakal gēna nyēlang gunting? *
  4. Bakal gēna nyēlang gunting? **
  1. Bakal anggon ngunting capung *
  2. Bakal anggon ngunting capung **
  3. Capung apa anē kal gunting ? *
  4. Capung apa anē kal gunting ? **
  1. Capung emas nē kal gunting *
  2. Capung emas nē kal gunting **
  3. Bakal gēna ngunting capung ? *
  4. Bakal gēna ngunting capung ? **
  1. Bakal anggon iyang pelalian *
  2. Bakal anggon iyang pelalian **
  3. Pelalian I Widiadari *
  4. Pelalian I Widiadari **

Made Cerik

  1. Made cerik
  2. Lilig motor ibi sanja *
  3. Lilig motor ibi sanja **
  4. Motor Badung ka Gianyar *
  5. Motor Badung ka Gianyar **
  6. Gadebegē muat batu.
  1. Batu Cina
  2. Bais lantang cunguh barak *
  3. Bais lantang cunguh barak **
  4. Mangumbang-ngumbang I Jodēt *
  5. Mangumbang-ngumbang I Jodēt **
  6. I Jodēt metatulupan.
  1. Jangkak-jongkok
  2. Manyaru manyoncong jangkrik *
  3. Manyaru manyoncong jangkrik **
  4. Jangkrik Kawi Ni Luh Tama *
  5. Jangkrik Kawi Ni Luh Tama **
  6. Ni Luh Tama nunjung bēru.
  1. Tunjung bēru
  2. Margi I Bagus masiram *
  3. Margi I Bagus masiram **
  4. Masiram saling ēnggokin *
  5. Masiram saling ēnggokin **
  6. Tepuk api dong ceburin.
  1. Macan rangrēng
  2. Magelur ngebekin gumi *
  3. Magelur ngebekin gumi **
  4. Kadi kilap manyanderin *
  5. Kadi kilap manyanderin **
  6. Tepuk api dong ceburin.
  1. Singa warak
  2. Gajah lembune macanda *
  3. Gajah lembune macanda **
  4. Macanda saling cetakin *
  5. Macanda saling cetakin **
  6. Tepuk api dong ceburin.

Cening Putri Ayu

  1. Cening putri ayu 
  2. Ngijeng Cening jumah
  3. Meme luas malu
  4. Ke peken meblanje
  5. Apang ade daharan nasi
  1. Meme tiang ngiring
  2. Nongos ngijeng jumah
  3. Sambilan mekumpul
  4. Ajak titiang dadue
  5. Ditekani nyenggap gapin
  1. Pelalian Cening
  2. Kotak wadah gerip
  3. Jaje megenepan
  4. Ane luwung luwung
  5. Bunga melah melah
  6. Ambunane sarwa miyik

Jenggot Uban

  1. Kaki-kaki tanguda mebok
  2. Di batan cunguhē kēn di jagutē ?
  3. neked kapipinē bet misi bok
  4. Buwin putih buka kapasē
  1. Apa kaki kemulan keto
  2. Mabulu uling dimara lekadē ?
  3. Tusing cening, kaki majēnggot reko,
  4. Kaki tua mara ya mentik

Meong-Meong

  1. Meong-meong alih je bikul
  2. Bikul gede-gede
  3. Buin mokoh-mokoh
  4. Kereng pesan ngerusuhin
  5. Juk meng juk kul
  6. Ije medem ditu nengkul
  7. Juk meng juk kul
  8. Ije medem ditu nengkul

Ratu Anom

  1. Ratu anom metangi mailen ilen
  2. Ratu anom metangi mailen ilen
  3. Dong pirengan munyin sulinge di jaba
  4. Dong pirengan munyin sulinge di jaba
  5. Enyen ento manyuling di jaba tengah
  6. Enyen ento manyuling di jaba tengah
  7. Gusti Ngurah Alit Jambe Pamecutan
  8. Gusti Ngurah Alit Jambe Pamecutan

Dadong Dauh

Dadong Dauh
Ngelah siap putih
Suba metaluh reko
Minab wenten limolas taluhne
Nanging lacur wenten nak nepukin
Anak cerik-cerik *
Anak cerik-cerik **
Keliwat rusit ipun

Curik-Curik

Curik-curik semental alang-alang boko-boko,
Tiang meli pohe,
Aji satak aji satus keteng,
Mara bakat anak bagus peceng,
Enjok-enjok

Katak Dongkang

Peteng lemah hujan bales megrudukan,
Katak dongkang pade girang ne mecande,
kek kung kek kong,
kek kung kek kong

Dingin pesan awak tiange ngetor,
Nyemak saput ngojog bale,
Tur mesare

Misteri Mantram Gayatri melalui Meditasi

Om bhur bhuvah svah, Tat savitur varenyam, Bhargo devasya dhimahi, Dhiyo yo nah pracodayat

O cahaya bersinar yang telah melahirkan semua loka atau dunia kesadaran, O Tuhan yang muncul melalui sinarnya matahari sinarilah budi kami.

Inilah makna dari mantra yang memiliki semua bija-mantra yang kesemuanya melambangkan dari kekuasaan Brahman dalam cahaya suciNya. Om melambangkan Tuhan, Bhur mewakili bumi, Bhuvah melingkupi semua bagian dari daerahnya dewata-dewata dan setengah dewata sampai kepada matahari. Sedangkan Svah mewakili dimensi alam ketiga yang diketahui dengan nama svargaloka dan semua loka-loka yang cemerlang dia atasnya.

IlustrasiGayatri mantra ini mempunyai getaran sangat kuat sehingga seseorang dalam pencaran rohaninya apabila tulus mengucapkan Gayatri mantra ini akan membawa kepada pencerahan bathin. Banyak buku yang mengulas bagaimana kehebatan dari Gayatri mantram tersebut, namun tidak ada guru yang bisa memberikan pelajaran secara sistematis sehingga tidak ada pegangan yang kuat bagi murid-murid untuk mencapai kesadaran yang lebih tinggi.

Gayatri mantram pada dasarnya bekerja secara otomatis dalam kesadaran rohani manusia. Ini di sebabkan mantram tersebut mewakili dari setiap elemen dasar manusia dan alam.

Manusia memiliki tiga bagian badan yaitu badan fisik, badan energy (aura atau cahaya) dan badan roh (atma) ketiga bagian badan ini saling terkait satu sama lainnya. Badan fisik berhubungan dengan napas dan prana, dan badan roh berhubungan dengan kesadaran Brahman.

Dijaman yang serba tidak pasti ini, banyak sekali bermunculan suatu masalah dalam kehidupan seperti contoh agama, ekonomi, sosial dan lain-lain dan yang lebih parah lagi adalah banyaknya kasus penyakit. Tidak bisa disangkal lagi bahwa jaman ini materi menjadi tujuan yang paling utama, karena materi bagi seseorang menjajanjikan sebuah kebahagiaan.

Karena pencitraan yang sangat kuat ini, banyak orang pada jaman sekarang melakukan perbuatan yang berorientasi pada harta, segala cara pun dilakukan asalkan terpenuhi nafsunya serta ambisinya. Tidak di dunia ekonomi saja terjadi seperti itu, di dunia energy pun banyak orang menggunakan kekuatan mistik hitam untuk mencelakai secara halus, ini terlepas dari percaya atau tidak dengan hal ilmu hitam. Banyak bermunculan duku-dukun serta paranormal yang menjajanjikan serta menjual berbagai macam kebolehan serta asesories untuk kedigjayaan atau kesaktian. Apabila tidak kuat iman, bisa dipastikan jaman sekarang akan menjadi budak dari sekian pencitraan yang mencekam dalam kehidupan ini.

Lalu haruskah kita lari dari kehidupan ini dan mengasingkan diri untuk pergi ke hutan atau gua dan apakah kita mengambil jalan singkat bunuh diri? Kedua-duanya adalah jalan yang konyol, kita harus menghadapi gelombang badai tersebut, namun dengan cara yang sangat halus serta bijak.

Apa yang disebut dengan suara karena kita mempunyai otak serta indra mata. Anadaikan saja seseorang buta dan tuli sejak lahir pasti baginya dunia ini tidak ada, inilah yang disebut dengan ikatan indra dengan alam sementa. Untuk bisa terhindar dari masalah tersebut, tidada jalan lain kecuali mencari masalah itu jauh ke dalam hati dan pikiran sebab di sanalah kemelut itu bercokol.

MEDITASI DENGAN GAYATRI MANTRA

Sudah dikatakan Gayatri mantram mempunyai vibrasi sangat kuat terhadap otak dan batin asalkan tahu bagaimana cara menggunakan mantra tersebut. Meditasi pada hakekatnya berhubungan dengan pikiran, kesadaran, serta spirit dan sangat dibutuhkan guru yang khusus. Apabila anda ingin menjadikan Gayatri Mantra sebagai bagian dari meditasi anda harus melakukan puasa putih(tanpa garam, dan tidak minum susu) selama dua hari untuk memohon berkat kepada Maha Dewi.

Lakukan puasa mulai hari Rabu (pagi) sampai Jumat (pagi) hanya makan nasi putih dan air putih saja dan lakukan puja Gayatri setiap pagi menghadap matahari terbit, siang hari, dan malam hari. Dalam mengucapkan Gayatri mantra enam kali untuk pagi hari, empat kali untuk siang hari, dan dua puluh sembilan kali untuk malam hari. Lakukan puasa dan puja Gayatri dengan ketulusan hati jangan memohon suatu daya-daya sakti tertentu sebab belum tentu keinginan anda akan terpenuhi. Setelah melakukan puasa dan puja gayatri selama dua hari barulah anda di perkenankan untuk melakukan meditasi ternadap Gayatri mantra sebab api spirit anda sudah menyala.

Tambahan:

Dalam penjelasannya puasa putih ini dapat dilakukan sehari saja tapi harus pada hari kelahirannya. Misalnya lahir hari Senen, maka puasa dilakukan pada Senen pagi hingga Selasa pagi.

TEORI MEDITASI

Sebelum meditasi cucilah muka, tangan, serta kaki, atau anda mandi untuk membersihkan badan dari kotoran sekaligus membuat badan menjadi segar. Duduklah dengan memakai alas dari kain, tikar, atau selimut, posisi punggung tegak lurus dan tangan diletakkan dipangkuan dalam posisi relek. Pejamkan mata, serta tenangkan pikiran berberapa detik, setelah itu ucapkan mantra

OM Bhur, OM Bhuvah, OM Svah

ucapkan dengan suara lambat serta santai jangan tergesa-gesa sebanyak lima kali, ini bertujuan untuk membersihkan lapisan pikiran.

Pada saat mengucapkan mantra ini arahkan pikiran pada mantra dan suara bukan pada bayangan pikiran. Setelah baca mantra selesai tutuplah mulut serta tenangkan pikiran lalu ucapkan Gayatri mantram

OM Bhur, Bhuvah, Svah, tat savitur varenyam, bhargo devasya dimahi, dhiyo yo nah pracodayat

dengan lambat dan tenang di dalam hati. Arahkan pikiran serta getaran suara mantra pada jantung, anda cukup meniatkan saja bukan membayangkan.

Meditasi dengan Gayatri mantram sangat efektif untuk berbagai macam keperluan seperti melindungi diri dari energy negatif, kecantikan, kekuatan batin, kecerdasan dan lain-lain. Kekuatan Gayatri mantra tidak bisa berfungsi apabila disertai niat kurang baik. Meditasi Gayatri mantra apabila dilakukan dengan baik serta tulus akan banyak muncul keajaiban-keajaiban yang tidak bisa kita sangka. Gayatri mantra bukan bekerja pada maksud si meditator namun, karunia, energy, rahmat, dari Maha Devi Gayatri yang berhak menentukan. Bagaikan mobil, sang supirlah yang tahu kemana tujuan dari mobil itu, bukan tujuan dari mobil tersebut yang dituruti sang supir.

Energy Gayatri masuk dari ubun-ubun melalui tulang belakang serta menyebar keseluruh tubuh fisik, tubuh energy, dan atma. Banyak guru-guru suci yang tercerahkan mengatakan “pencerahan akan kalian dapatkan pada Gayatri mantra. Pada jaman kali yuga ini tiada yang mampu melepaskan lapisan kekotoran pikiran selain getaran halus dari Gayatri mantra.

Sampik Ingtai

Kacritayang wenten sengke pangkat Mayor, magenah ring Waciu negari, madue pianak mawasta Ingtai Nyonyah utawi Nyonyah Ingtai sane sampun truni utawi menek bajang. Nyonyah Ingtai memanah jagi masekolah ring Angciu Negari, raris nunas mapamit ring biang ajine. nenten pisan kaicen ring biang ajine, sakewanten Nyonyah Ingati pisereng pisan manahnyane jagi mlajahang raga, nenten prasida biang ajine ngandeg wiadin nglarang pangacep pianaknyane.

Raris Nyonyah Ingtai memargi saha nyineb raga mabusana utawi mapayas sakadi anak lanang. Rauh ring tengahin margi raris mapanggih utawi macunduk sareng anak lanang sane mawasta I Babah Sampik saking Bociu Negari, ujut tatujone pateh ring Nyonyah Ingtai jagi masekolah ke Angciu Negari. Irika sareng kalih mapinta tangan utawi makenalan saha sami-sami nyihnayang raga tur sampun ngiket pasawitran tur masumpah ala ayu bareng mati.

Kacritayang sane mangkin sang kalih sampun rauh ring Angciu Negari raris nyujur genah sekolahe, gelisang ceritane mangkin, sang kalih sampun katerima dados sisya irika. I Babah Sampik lan Nyonyah Ingtai mangkin ngerereh dunungan. Sang kalih nyewa kamar wantah asiki. Ni Ingtai meweh pisan manahnyane santukan ipun mapedewekan istri utawi luh sirep sareng anak lanang makadi I Babah Sampik. I Nyonyah Ingtai makarya wiweka makarya uwar-uwar utawi sengketa, pasirepane kaembadin antuk sabuk utawi kabelatin sabuk mangde nenten keni saling kosod.

Gelisang cerita I Babah Sampik tinut pisan ring daging pasengketane. Daging pasengketane sapa sira ja sane ngalintangin ring sabuk punika pacang kakeninin danda marupa kertas, dawat, teken mangsi pinaka sarana sane kaanggen nyurat duk punika.

Raris Ni Nyonyah sangaja nimpahin I Babah Sampik, punika mawinan ipun kakeninin danda olih I Babah Sampik, Ni Nyonyah Ingtai lascaria manah ipun naur danda ring I Babah Sampik.

Nenten kawilangan sampun suenyanne sang kalih masawitra, sirep sareng-sareng ngalila ulangun sareng-sareng, sinambi sami-sami nyinahang ipian, masekolah sareng-sareng sakadi anake masemeton.

Kasuen-suen Ni Nyonyah Ingtai nyinahang raga, wusan ipun nyineb raga, sane mangkin ipun ngangge pepayasan utawi busana anak istri. Irika raris I Babah Sampik engsek ring manah, pariselsel ring dewek nenten uning ring kasujatian Ni Nyonyah Ingtai.

Ngawit punika raris I Babah Sampik sayan rumaket pasawitrannyane tur ngawiwitin nresnain Ni Nyonyah Ingtai. Risedek sedeng kaulangunan muponing sarining sekar karasmen, durung waneh I Babah Sampik muponin salulut asih, raris rauh utusan Ni Nyonyah Ingtai sane mawasta I Congliwat mangda Ni Nyonyah mantuk ka Waciu Negari. Duk punika Ni Nyonyah durung nagingin tresna asih nyane I Babah Sampik.

Irika raris I Babah Sampik kaliwat bendu ring utusanne Ni Nyonyah tur ngawangun iyeg banget pisan kantos ngawetuang siat. Mresidayang raris Ni Nyonyah munahang kasungkawan I Babah Sampik. Ni Nyonyah jaga mapamit rainane punika, sakewanten I Babah Sampik kaaptiang mangda rauh mamadik Ni Nyonyah ka Waciu Negari rainane malih dasa dina, kewanten Ni Nyonyah ping tiga maosang. Indike punika katampenin malih telung dasa dina olih I Babah Sampik.

Gelisang satua rauh reke I Babah Sampik malih tigang dasa dina ngrereh Ni Nyonyah Ingtai ka Waciu Negari. Nenten raris katerima olih Nyonyah Ingtai tur I Babah Sampik katundung santikan kabaos linyok ring semaya.

Budal raris I Babah Sampik ka Bociu Kuta tur punika pinaka jalaran nyane ipun sinangkaon utawi sungkan kayun tur ngemasin padem utawi seda.

Sakewanten prasida taler I Babah Sampik sareng Ni Nyonyah Ingtai matemu saling tresnanin ring niskala. Duk Ni Nyonyah sampun mamargi sajeroning upacara pawiwahan sareng I Bandar Macun, ring tengahing margi tedun ajebos ring kuburan I Babah Sampik raris sembahyang ring ajeng kuburan I Babah Sampik. Raris belah kuburan punika ngranjing Ni Nyonyah malih atep kuburan punika. Wawu kuburan punika keni kabongkar olih kulinnyane I Macun, Ni Nyonyah sareng I Babah Sampik nenten kakeniang, sakewanten wenten praciri kupu-kupu kalih makeber nyujur suargan.

Atman sang kalih rauh ring suargan malinggih ring meru tumpang selikur kaayahin olih watek widyadarine, rena manahnyane ring suargan.

Siap Selem

Ada tuturan satua siap selem ngelah panak pitung ukud, I Doglagan ane paling cenika. Ada kone Meng Kuuk maumah dadi anatah, masih ngelah panak enu cenik-cenik. Sai-sai I Kuuk ngae daya apang sida ia ngamah I Siap Selem, sabilang peteng ada nagih batisne, “Icang tendas Me, icang basangne Me, icang kibulne Me, icang kampidne Me, icang baongne Me.” Keto pada tetagihan panak-panakne I Kuuk, nagih ngamah I Siap Selem. Dadi mawanan ningeh I Siap Selem teken bakal kaamah, dadiannya ia ngalih upaya mangdene nyidayang matilar uli ditu.

Gelising crita panakne ane nemnem suba pada samah bulu kampidne, sakewala ane paling cenika dogen liglig reh tan pabulu. Suba kone inganan tengah lemeng, I Siap Selem matuturan teken panakne, “Nah cai-cai jani ajak makejang makeber abete sakaukud, matinggal uli dini. Yen enu pade nongos dini sinah amaha teken I Kuuk.”

Ditu lantas ane paling gedene nyumuin makeber, berber, burbur, suaak. Lantas matakon I Kuuk, “Ih Siap Badeng apa ento ulung?”
“Inggih, daun tingkih ipan”.
Buin makeber ane lenan, berber, burbur, suaak. “Siap Badeng apa ento ulung?”
“Daun tiing ipan.”

Makejang panakne suba makeber sakewala enu I Doglagan dogen. Dening ia tan pakampid dadi keweh pesan memenne, lantas kapituturin, “Cai dini kutang Meme, tan urungan cai lakar amaha teken I Kuuk. Nah ene pitutur Meme teken cai, yang di kadine cai bakal tagih amaha teken I Kuuk, kene abete masaut, “Inggih Jero Wayan ne mangkin kantun ben tiange belig, yang pungkuran sampun tiang gede makadi tumbuh kampid, irika ja becik ulam tiange daar jerone, keto abete masaut.”

Suba kone keto I Siap Selem makeber ninggal I Doglagan. Nu kone I Doglagan dogen pati sulsul kiak-kiak. Lantas kadingeh teken I Kuuk I Doglagan kiak-kiak padidiana.

”Kenken dadi I Olagan kauk-kauk padidiana, kija ya memenne? Beh ento jenenga ane ibi sanja orahanga don tiing, tingkih, timbul, ia jenenga makeber uli dini.”

Lantas nyagjag panak kuuke makejang nagih ngamah I Doglagan, rencananne nagih pakpaka.

”Ih Jero Wayan mangkin da tadaha tiang, ben tiange kari belig malih pahit. Pungkuran yan sampun tiang ageng, tumbuh kampid, rah tiange akeh, ri kala irika rarisang sapakayunan!”

Dadiannya kaidepang teken I Kuuk, kaingon kamelah-melahang. Critayang suba kone I Doglagan, bulunyane samah, janggarne janggar pulas, tlatahne lambih, lantas kema kone kuuke makejang nagih ngamah ia. “Inggih Jero Wayan, mangkin ja nyandang sampun tiang baksa, nanging wenten pisangken tiang ring jerone, keberang dumun tiang ping solas mangda sumbrah getih tiange becik ajengang jerone malih akeh keni. Ri sampune puput ping solas tiang makeber, rarisang sampun baksa titiang!”

Dadi tutut I Kuuk lantas kakebur-keburang I Doglagan. “Inggih Jero Wayan mangkin malih apisan batekang pisan ngeberang!” Lantas kasangetang ngeberang kanti tegeh, bur I Doglagan nambung ngalih meme nyamane di tengah bete. Enggang bungutne I Kuuk, kauk-kauk ngaukin memenne, “Kenken ja baan Meme, cai, nyai demen ngugu munyinne, jani awake payu kado, nah endepang deweke!”

Men Sugih teken Men Tiwas

Ada katururan satua Men Sugih teken Men Tiwas. Men Sugih anak sugih pesan, nanging demit tur iri ati, jail teken anak lacur. Men Tiwas buka adane tiwas pesan, nanging melah solahne, tusing taen jail teken timpal. Men Tiwas geginane ngalih saang ke alase lakar adepa ka peken.

Nuju dina anu, Men Tiwas ka umah Men Sugih ngidih api. Ditu Men Sugih ngomong, "Ih cai Tiwas, alihin ja icang kutu, yen suba telah kutun icange, nyanan upahina baas". Laut Men Tiwas ngalihin kutu Men Sugihe. Suba tengai mara suud. Men Tiwas upahina baas acrongcong, ngenggalang lantas baasne abana mulih laut jakana.

Men Sugih jumahne buin masiksikan, maan kutu aukud. Ngenggalang ia ka umah Men Tiwase, laut ngomong, "Ih cai Tiwas, ene icang maan kutu aukud, jani mai uliang baas icange ituni". Masaut Men Tiwas, "Yeh, baase ituni suba jakan tiang". Masaut Men Sugih, "Nah, ento suba aba mai anggon pasilih!". Nasine ane makire lebeng ento laut juanga konyang ka pancine abana mulih baan Men Sugih. Nyanane buin teka Men Sugih, "Ih Tiwas, tuni Nyai ngidih api teken saang icange". Lantas api teken saange apesel gede juanga baan Men Sugih. Men Tiwas bengong mapangenan baan lacurne buka keto.

Buin manine Men Tiwas tundena nebuk padi baan Men Sugih lakar upahina baas duang crongcong. Men Tiwas nyak nebuk kanti pragat, upahina baas duang crongcong, laut encol mulih lantas nyakan. Men Sugih lantas nyeksek baas, maan latah dadua. Encol ia ka umah Men Tiwas laut ngomong, "Ih Tiwas ene baase enu misi latah dadua, jani uliang baas icange, yen suba majakan ento suba aba mai".

Sedek dina anu Men Tiwas luas ka alase, krasak-krosok ngalih saang. Saget teka Sang Kidang laut ngomong, "Men Tiwas apa lakar alih ditu?" masaut Men Tiwas, "Tiang ngalih saang teken paku".
"Lakar anggon gena ngalih paku?"
Masaut Men Tiwas, "Lakar anggon tiang jukut".
"Ih Tiwas lamun nyak Nyai nyeluk jit icange, ditu ada pabaang nira teken Nyai!"

Lantas Men Tiwas nyak nyeluk jit kidange, mara kedenga, limane bek misi mas teken selaka. Suud keto Sang Kidang ilang, Men Tiwas kendel pesan lantas mulih. Teked jumah ia luas ke pande ngae gelang, bungkung teken kalung. Men Tiwas jani sugih nadak, pianakne makejang nganggo bungah, lantas ia pesu mablanja. Tepukina Men Tiwas teken Men Sugih. Delak-delik ia ngiwasin pianak Men Tiwase. Buin manine Men Sugih mlali ka umah Men Tiwase matakon, "Ih Tiwas, dija Nyai maan mas selaka liu?". Masaut Men Tiwas, "Kene embok, ibi tiang luas ka lase ngalih saang teken paku lakar jukut, saget ada kidang, nunden tiang nyeluk jitne. Lantas seluk tiang, mara kedeng tiang limane ditu maan emas teken selaka liu." Mare ningih keto. Men Sugih ngencolang mulih.

Manine Men Sugih ngemalunin luas ke alase, Men Sugih nyaru-nyaru buka anak tiwas, krasak-krosok ngalih saang teken paku. Saget teka Sang Kidang, "Nyen ento krasak-krosok?". Masaut Men Sugih, "Tiang Men Tiwas, uli puan tiang tuara nyakan". Men Sugih kendel pesan kenehne. Lantas masaut Sang Kidang, "Ih Tiwas, mai seluk jit nirane!". Mara keto lantas seluka jit kidange, laut kijem jit kidange, Men Sugih paide abana ka dui-duine. Men Sugih ngeling aduh-aduh katulung-tulung,"Nunas ica tulung tiang, tiang kapok!". Teked di pangkunge mara Men Sugih lebanga, awakne telah babak belur tur pingsan. Disubane inget ia magaang mulih. Teked jumahne lantas ia gelem makelo-kelo laut ngemasin mati. Keto suba upah anake lobha tur iri ati.

Ni Bawang teken Ni Kesuna

Ada tuturan satua anak makurenan, ngelah kone pianak luh-luh duang diri. Pianakne ane kelihan madan Ni Bawang, ane cerikan madan Ni Kesuna. Akuren ngoyong kone di desa. Sewai-wai geginane tuah maburuh kauma.

Pianankne dua ento matungkasan pesan solahne. Tan bina cara gumi teken langit. Solah Ni Bawang ajaka Ni Kesuna matungkasan pesan, tan bina cara yeh masanding teken apine.

Ni Bawang anak jemet, duweg megae nulungin reramanne. Duweg masih ia ngraos, sing taen ne madan ngraos ane jelek-jelek. Jemet melajang raga, apa-apa ane dadi tugasne dadi anak luh. Marengin meme megarapan di paon, metanding canang, sing taen leb teken ajah-ajahan agamane. Melanan pesan ngajak nyamane Ni Kesuna. Ni Kesuna anak bobab, male megae, duweg pesan ngae pisuna, ento makrana memene stata ngugu pisadun Ni Kesuna ane ngorahang Ni Bawang ngumbang di tukade ngenemin anak truna.

Sedek dina anu, dugase ento sujatine Ni Bawang mara suug nglesung padi laut kayeh sambilanga ngaba jun anggon ngalih yeh. Krana ngugu munyin Ni Kesuna, ditu Ni Bawang lantas tigtiga, siama aji yeh anget tur tundena magedi.

Ni Bwang laut megedi sambilange ngeling sigsigan. Di subane ngutang umah, neked kone ye di tukade ketemu ajak kedis crukcuk kuning. Ditu i Kedis Crukcuk Kuninge kapilasa teken unduk Ni Bawange. Ni Bawang gotola, baanga emas-emasan, marupa pupuk, subeng, kalung, bungkung, gelang muah kain sutra.

Sesukat Ni Bawang ngelah panganggi ane melah-melah buka keto, ia nongos di umah dadongne. Tusing taen ye mulih ke umah reramanne. Kacrita jani Ni Kesuna kone nepukin embokne mapanganggo melah-melah, laut ia nakonang uli dija maan panganggo buka keto.

Disubane orahina teken Ni Bawang, ditu laut Ni Kesuna metu kenehne ane kaliwat loba. Edot ngelahang penganggo lan priasan ane bungah buka ane gelahang embokne. Krana ento, lantas Ni Kesuna ngorahin memenne nigtig ukudane apang kanti babak belur.

Sesubane katigtig, lantas ia ngeling sengu-sengu ka tukade katemu teken I Kedis Crukcuk Kuning. Kacrita jani I Crukcuk Kuning ngotol ukudan Ni Kesunane, isinina gumatat-gumitit. Neked jumah ditu lantas gumatat-gumititte ento ane mencanen Ni Kesuna kanti ngemasin mati.

Keto suba upah anak ane mrekak, setata demen mapisuna timpal, sinah muponin pala karma ane tan rahayu.

Pan Balang Tamak

Ada reko anak madan Pan Balang Tamak, maumah di desa anu. Kacrita ia sugih pesan tur ririh makruna, muah tuara nyak kalah teken pada timpalne di deśa totonan. Baan te saking kruna daya upayane anggona ngamusuhin deśane. Yen upamaang dayan Pan Balang Tamake, patuh buka bun slingkad lutunge, baan saking beneh. Ento kranane Pan Balang Tamak sengitanga baan desane. Yen tuah dadi baan desane, apanga ia makisid wiadin mati apanga sing ada enu nongos di desane totonan. Baan te tra ada mintulin pagaen desane, bakal ngaenang dosan Pan Balang Tamake ento.

Di sedek dina anu paum desane bakal nayanang Pan Balang Tamak, mangdene ia kena danda. Lantas panyarikan desane nunden ngarahin Pan Balang Tamak, kene arah-arahne, ”Ih Pan Balang Tamak, mani semengan mara tuun siap, desane luas ka gunung ngalih kayu, bakal anggon menahin bale agung. Nyen ja kasepan, bakal danda.” Keto arah-arahe teken Pan Balang Tamak.

Kacarita manine semangan mara tuun siyap, lus desane makejang, nanging Pan Balang Tamak masih enu jumah padidian, krana ia ngantiang siapne tuun uli bengbengane. Makelo ia ngantiang, tonden masih siapne tuun. Ada jenengne makakali tepet, mara siapne tuun uli di bengbengane, ditu mara ia majalan, nututin desane luas ngalih kayu ka gunung. Tonden makelo ia majalan, tepukina krama desane suba pada mulih negen kayu, dadi Pan Balang Tamak milu malipetan. Kacrita suba neked jumah, lantas desane paum, maumang Pan Balang Tamak lakar kena danda, krana ia tuara nuutang arah-arahe. Ditu laut desane nunden ngarahin Pan Balang Tamak.

Kacrita Pan Balang Tamak suba teka, lantas klihan desane makruna, ”Ih Pan Balang Tamak, jani cai kena danda. Masaut panyarikan desane, ”Ento baan caine tuara ngidepang arah-arahe ngalih kayu ka gunung.” ”Mangkin, mangkin jero panyarikan, sampunang jerone ngandikayang titiang tuara ngidepang arah-arahe, dening kenten arah-arahe ane teka teken titiang: desane mani semengan mara tuun siap bakal luas ka gunung. Dening tiang ngelah ayam asiki buin sedek makaem, dadi makelo antiang tiang tuunne uli di bengbengane. Wenten manawi sampun kali tepet, mara ipun tuun. Irika raris titiang mamargi, nuutang sakadi arah-arahe ane teka teken tiang. engken awanan tiange kena danda?” Keto munyin Pan Balang Tamake, dadi desane sing ada ngelah keneh nglawan paksanne Pan Balang Tamak.

Kacrita buin maninne Pan Balang Tamak karaahin ngaba sengauk, bekel menahang bale agung. Pan Balang Tamak ngaba sanggah uug ka pura desa sambilanga makruna kene, ”Ene sanggah uug, apanga benahanga baan desane.” Dadi engon desane ngenot abet Pan Balang Tamake keto. Baan keto masih tan sah keneh desane bakal ngaenang salah Pan Balang Tamake.

Maninne Pan Balang Tamak kaarahin maboros ka gunung. Kene arah-arahe, ”Mani desane maboros, apanga ngaba cicing galak. Nyen ja tuara ngelah cicing galak, lakar kena danda.” Keto arah-arahe arah-arahe ane teka teken Pan Balang Tamak. Krama desane suba pada yatna, nene tuara ngelah cicing galak, pada nyilih. Yen Pan Balang Tamak ngelah kuluk bengil aukud buin tuara pati bisa malaib.

Kocap buin maninne las desane maboros, tur pada ngaba cicing galak-galak, ngliwat pangkung ngrembengan dalem-dalem. Yen Pan Balang Tamak majalan paling durina pesan sambilanga nyangkol cicingne. Mara ia neked sig ngrembenge, sing dadi baana ngliwat, lantas ia ngae daya apang mangden desane teka nyagjagin ibanne, laut ia jerit-jerit. ”Bangkung tra gigina, bangkung tra gigina.” Mara dingeha baan desane, kadena timpalne nepukin bangkung, lantas pada nyagjagin. Mara neked ditu enota Pan Balang Tamak jerit-jerit, lantas takonina: ”Apa kendehang Pan Balang Tamak?” Masaut Pan Balang Tamak, kene pasautne, ”Pangkung tra ada titina.” Beh, sengap deśane, belog-beloga baan Pan Balang Tamak. Payu baangina titi, gantin Pan Balang Tamake tuara kena danda. Kacrita suba neked di alase, lantas deśane pada ngandupang cicingne ka tengah bete, ada ne ngepung kidang, ada ngepung celeng, ada ngepung manjangan, ada ngongkong bojog sig punyan kayune. Yen Pan Balang Tamak kelad-kelid sambilanga nyangkol cicingne mara neked punyan ketkete. Lantas entunganga cicingne ka punyan ketkete. Ditu koang-koang cicingne ngengsut, tuara bisa tuun, tra bisa menek, laut Pan Balang Tamak masaut: ”Ih jero deśa, tingalin cicing tiange ngraras ka punyan ketkete. Nyen deśane ngelah cicing galak buka cicing tiange? Jani tiang nandain deśane, baan deśane sing ada ngelah cicing galak buka cicing tiange.” Keto munyin Pan Balang Tamake, dadi deśane sing ada bisa masaut, payu kenaina danda baan Pan Balang Tamak. Suba kone keto lantas pada mulih maboros.

Kacrita maninne buin karahin Pan Balang Tamak, yen deśane mani sangkep di bale banjare. Mara Pan Balang Tamak ningeh arah-arahe keto, lantas ia ngae jaja uli injin, bakal anggona melog-melog deśane. Maninne makiken sangkep, lantas Pan Balang Tamak ngaba jaja uli injin, mapulung-pulung amun tain cicinge teken yeh, laut pejang-pejangina sig sendin bale banjare muah kecirina teken yeh. Nyen ngaden tra tain cicing?

Kacrita suba pepek deśane, lantas Pan Balang Tamak mauar-uar, kene munyine, ”Ih jero makejang, nyen ja bani naar tain cicinge totonan, tiang ngupahin pipis siu.” Masaut panyarikanne, ”Bes sigug abete mapeta, ento nyen nyak ngamah tain cicing? Indayang cai ngamah. Lamun bani, icang ngupahin pipis siu.” Mara keto lantas pelen-pelena baan Pan Balang Tamak, dadi cengang deśane ngiwasin Pan Balang Tamak bani ngamah tain cicing. Puputne payu deśane dendaina sin baan Pan Balang Tamak. Dening keto mawuwuh-wuwuh brangtin deśane muah tan sah bakal ngaenang daya upaya, manang dane Pan Balang Tamak mati wiadin kena danda.

Maninne buin Pan Balang Tamak kaarahin, yen sing eda dadi ngenjek karang anak muah malih-alihan ka abian anake, yen lejeh bani, bakal kena danda gede. Keto uar-uare. Jet keto baan Pan Balang Tamak tuara keweh, krana ia saking patut. Ditu ia ngae daya, gerete pulete ane di sisin pekene anggona abian pagehina lidi, apesina baan benang.

Kacrita mara tebeng pekene, ada anak makita masakit basang, lantas nylibsib ka pulete, laut masuak Pan Balang Tamak, ”Ih jero deśa, tiang nandain anak ngamaling ka abian tiange.” Dadi cengang anake ne masakit basang endahanga baan Pan Balang Tamak. Masaut anake masakit basang, ”Apa salah tiange, muah dadi nagih nandain jerone?” Masaut Pan Balang Tamak, ”Jerone macelep ka abian tiange muah mamaling pamula-mulaan tiange. Ento apa bongkos jerone?” Mara ungkabanga, saja mrareket pulete sig kambenne. Puputne payu ia dendaina baan Pan Balang Tamak.

Kacrita deśane keweh pesan ngencanin Pan Balang Tamak, daya kudang daya singa ada mintulin. Ne jani keneh deśane bakal nunasang paporongan teken anake agung.

Gelisang crita, cuba kone kicen cetik ane paling mandina, apanga Pan Balang Tamak mati sapisanan. Kocap Pan Balang Tamak suba ningeh bakal kagae-gaenang patinne, lantas ia makruna teken kurenanne, ”Yen awake suba mati, gantungin bok awake temblilingan. Suba keto sededengang sig piasane. Buina pagelah-gelahane pesuang, pejang sig bale sekenem, rurubin baan kamben putih sambilang pangelingin. Nah, bangken awake wadahin peti, pejang jumah meten.”

Gelisang crita, suba Pan Balang Tamak mati ngamah cetik paican anake agung. Lantas Men Balang Tamak nuutang buka pabesen Pan Balang Tamake. Kacrita deśane ngintip Pan Balang Tamak, mati kalawan tan matine. Mara ia neked jumah Pan Balang Tamake, Pan Balang Tamak masededeg sig piasanne sambilanga mamantra ngambahang bok. Ditu deśane maselselan, pada ngorahang cetike jelek. Lantas deśane buin parek ka puri, ngaturang panguninga yen Pan Balang Tamak tuara mati. Mara keto bendu anake agung, dening cetike kaaturang tra mandi. Lantas ida ngandika, ”Kenken cetike dadi tra ngamatiang, indayang awake ngasanin. Mara ajengan ida abedik, lantas ida seda prajani.

Kocap Men Balang Tamak ningeh orta, yen anake agung suba seda ngajengan cetik, lantas ia ngekanang bangken kurenanne buka ne suba.

Kacrita suba sanja, ada dusta ajaka patpat mapaiguman, bakal mamaling ka umah Pan Balang Tamake. Mara enota kurenan Pan Balang Tamake mangelingin kurenanne sig bale sekeneme, lantas ia macelep ka umah meten, tepukina peti gede buin baat pesan, laut sanglonga, senamina, tegena ajaka patpat. Suba kone neked ka tengah bete, makruna timpalne, ”Dini suba gagah!” Masaut timpalne, ”Maebo bangke dini, jalan indayang dituan.” Lantas kisidang masih maebo bangke. Buin makruna timpalne, ”Jalan suba aba ka pura deśa, ditu nyen bani ngutang bangkaan.” Masaut timpalne, ”Jalan!” Lantas tegena petine, abana ka pura. Mara neked ditu, lantas ungkabanga. Mara enota bangken Pan Balang Tamake nyengkang, lantas plaibina, kutanga petine ditu.

Kacrita maninne mara galang kangin, nuju jero mangku ngaturang canang ka pura, mara nengok sig kori agunge, tingalina ada peti gede di natah piase, lantas jero mangku masila tiding sambilanga nyumbah: ”Bataran titiange mapaica, bataran titiange mapaica.” Baan sing ada bani mungkah, ngantiang apanga pepek deśane teka. Mara teka ukud nyumbah, teka ukud nyumbah.

Suba kone pepek pada nyumbah, lantas petine bungkaha, nget bangken Pan Balang Tamake nyengku, dadi tengkejut deśane, buin pada misuhin bangken Pan Balang Tamake. Ento japin pisuhin, mlutang ya, kadung suba bakat sumbah. Puputne deśane tuyuh meanin muah nanemang bangken Pan Balang Tamake. Keto katuturannya.

I Lutung teken I Kambing

Critayang I Lutung malali-lali di sisin alase tepukina I kambing sedek medem beten kayune ngrembun. I Lutung munyine manis nyapatin, "yeh sedeng melaha I Kambing dini. Jalan mesekaa ngae abian kacang lindung. Manian apa ada pupunin !" I Kambing nyautin dabdab, "kenken baan nabdabang apang nyak manut paedumane ? Mani puan apang eda ngranayang rebat matimpal".

I Lutung munyinne getar nyauitin. "kene ento kambing, saluir edon iba ane ngelahang, sekancan buah wake ane muponin. Asing ane lenyok teken subaya apang tusing nepukin rahayu". I Kambing manggutan sarwi ngomong, "nah wake ane nyadia nginutin munyin ibane".

Suba pragat subayane ajak dadua, lantas ngawitin ngae abian. I kambing ngedeng tenggala, I Lutung ngatehang uli duri. I Kambing tundune telah kapecutin, kanti balan-balan pajlantah, sasubane lanyah ajaka dadua seleg mamula kacang.

Critayang jani suba mentik melah kacange, sabilang medon amaha baan I Kambing, "bah yen kene undukne pocol makaronan ngajak I Kambin ? Buin pidan kacange lakar mebuah ? Makejang done liglig amah kambing.

I Lutung teken I Kekua

Ada tuturan satua I Lutung teken I Kekua. I Lutung sedek masayuban di beten kayune, saget dingeha I Kekua nyesel iba, kene munyine, " Beh, kene lacure, masan ujan-ujan keweh pesan ngalih amah, yen makelo kene, sing buungan deweke lakar mati". Mara ningeh munyi keto I Lutung maekin tongose ento. Saget tepukina I Kekua berag akig, sajan mirib tuna amah.

Lantas I Lutung ngomong nimbal, "Ih Kekua, suud monto maselselan. Ne awake nepukin tongos melah diru dauh tukad cengcenge ada pondok, ento pondok I Kaki Perodong. Disisin abiane bek ada punyan biu. Abulan ane suba liwat awake maan liwat ditu. Buine liu wayah-wayah, mirib jani suba pada nasak". Beh, prejani ilang sedukne I Kekua, mara ningeh orta keto. Demen kenehne lakar ngamah biu nasak, laut ia masaut enggal, " Aguh Sang Lutung, yen keto apa kaden melahne, nanging kenken kema, sawireh pondoke ento joh, tukad cengcenge linggah, buina keweh pesan ngliwat". Mara keto munyine I Kekua, lantas ILutung masaut, " Beh, belog iba Kekua! Cai kaden dueg nglangi, yen tuah cai satinut, jalan kema sibarengan. Gandong awake ngliwatin tukad, suba neked ditu, awake menek punyan biu, cai ngantosang beten di bongkolne. Yen maan biu tetelu, cai abesik awake dadua".

Gelisang satua enggal, majalan kone ajaka dadua ngliwatin tukad cengcenge, I Lutung magandong ditundun I Kekuane. Ngesir pejalane I Kekua nut yeh, wireh ia dueg nglangi. I Lutung sambilanga kejengat-kejengit negak ditundun I Kekuane. Enggal kone nganteg disisin tukade, lantas bareng majalan, tur saget ngenah ada pondok. Pondoke ento gelah I Kaki Perodong ditu lantas I Lutung tolah-tolih ngiwasang I Kaki Perodong.

Kekaden I Lutung pondoke suung, ngenggalang ia menek punyan biu ane sedeng mabuah nasak. I Kekua ngantosang di bongkol punyan biune.

Gelisang satua I Lutung ngempok biu masane nasa duang bulih, tur peluta amaha maka dadua. I kekua baanga kulitne dogen. Makelo-kelo I Kekua gedeg sawireh I Lutung tusing satunit teken janji. Jeg ia pragat maan kulit biune dogen. Sedeng iteha I Lutung ngamah biu, lantas teka I Kaki Perodong ngaba tumbak lanying tur ngomong, " Bah, ne I Lutung ngamah biune, jani lakar matiang!". I Kekua mengkeb di beten punyan biune, Kaki Perodong majalan adeng-adeng ngintip I Lutung.

I Lutung kaliwat demen kenehne ngamah biu nasak, tusing tau teken ketekan baya, iteh ngamah biu nasak di punya. Sedeng iteha I Lutung ngamah biu lantas katumbak baan I Kaki Perodong beneng lambungne. I Lutung maglebug ulung ka tanahe lantas mati. Bangken I Lutung tadtade kapondoke ban I Kaki Perodong.

Keto suba upah anake demen mamaling tur demen nguluk-nguluk timpal.

Tuma Teken Titih

Kacarita ada tuma, nongos di lepitan tilam anake agung. Ditu ia kapepekan amah, maan ngisep rah anake agung, kanti mokoh. Nanging I Titih nongos di selagan dingding anake agung. Dening ia ngiwasin I Tuma mokoh, lantas ia kema ngalih I Tuma. Satekede ditu, I Titih matedoh ngomong, “Inggih jero gede, angob pisan titiang, ngantenang jerone wibuh. Sinah jerone kapepekan ajeng-ajengan. Nanging titiang setata kakirangan amah, kantos titiang berag sapuniki. Yan wantah jerone ledang, titiang sareng iriki. Mangda titiang dados sisian jerone. Titiang pacang ngiring sapituduh jerone.”

Masaut I Tuma, “Ih Titih, lamun suba pituwi saja buka omong caine, bapa nyak ngajak cai dini. Kewala ene ingetang pitutur bapane. Eda pesan cai ngulurin lobhan keneh caine. Anake ane lobha, tusing buungan lakar nepukin sengkala. Lenan teken ento, tusing pesan dadi iri hati, kerana doyan liu ngelah musuh. Apang cai bisa malajahang kadharman.” Keto pamunyinne I Tuma teken I Titih.

Jani suba ia makakasihan. I Titih lega pesan kenehne dadi sisian I Tuma. Sedek dina anu, ida anake agung merem-mereman. Saget I Titih lakar ngutgut. Ngomong I Tuma, ”Ih Tittih,eda malu ngutgut ida anake agung. Kerana ida tonden sirep.” Nanging I Titih bengkung, tusing dadi orahin, lantas ia sahasa ngutgut ida anake agung. Ida anake agung tengkejut lantas matangi.

Ditu ida ngandikang parekanne ngeliin I Titih. Parekanne lantas ngeliin. Mara kebitanga di batan tilame, tepukina I Titih lua muani, lantas matianga. Buin alih-alihina, tepukina I Tuma di lepitan kasure. Ditu lantas matianga. Pamragat mati I Tuma ajaka I Titih. Keto katuturan anake ane lobha, tusing bisa ngeret indria, tan urungan lakar nepukin sengkala.

I Lubdaka

Kacritayang daweg dumun, wenten juru boros, maparab I Lubdaka. Liat salap baos banggras dengkak-dengkik. Solah ngapak-apak, nyapa kadi aku. Akedik nenten madruwe manah welas asih, morosin kidang, bojog wiyadin irengan.

Nuju panglong ping pat belas Tileming Kapitu, semengan ipun sampun ka alase. Nanging asiki nenten manggihin buron. Sampunang ja buron ageng, kadi rasa lelasan ja nenten wenten medal nenten wenten kepanggih.

I Lubdaka raris ngungsi alas sane sripit. Irika kacingak wenten telaga, toyanne ening pisan, tur magading tunjung manca warna. Irika I Lubdaka maka sanja, taler nenten wenten buron sane rawuh.

Ring sampune engseb suryane, raris I Lubdaka ngrenggeng : "Yeh... enen suba sanja, yen jani I dewek mulih, kapetengan di jalan, sinah aluh I macan ngebog I dewek. Ah... paling melah dini dogen I dewek nginep ".

Sapupute I Lubdaka ngrenggeng, raris ngrereh genah nginep. I Lubdaka mongkod taru bila ageng, sane mentik ring sisin telagane. Ring carang taru bila punika ipun ngesil.

Sampun nyaluk wengi I Lubdhaka arip. Metu ajerih manah ipun, yan nyriet akedik janten runtuh nengkayak. Raris ipun ngeka naya mangda nenten arip. Daun bilane kapikpik, tur kasintungang ring telagane. Kala punika jeg marawat-rawat, I kidang sanekatumbak olih ipun ibi. I kidang maplisahan ngelur ring tanahe, naanang sakit. Taler sawat-sawat dingeh ipun, pacruet eling panak I bojog, mangelingin memene kena tumbak.

Ngancan suwe, ngancan akeh parisolah ipune marawat, kala maboros ring alase, wantah ngardi sangsaran ye I buron. I Lubdaka raris ngrenggeng : "Liu pesan I dewek lakar ngae jelek di gumine, uli jani I dewek lakar suwud maboros". Asapunika semayan ipun wengine punika.

Antuk akeh daun bilane kapikpik, tur kasintungang ring telagane, raris mabejug daun bilane marupa lingga. Lingga maka linggih Ida Sang Hyang Siwa. Tur nenten kerasa, saget sampun semengan jagate. I Lubdaka gegesonan tedun, tur budal nenten makta punapa-punapi.

Rawuh ring pondok rabine nyanggra : "Inggih... Beli... Napi mawinan wawu rawuh. Napi ke beli mangguhang baya ring alase?". I Lubdaka raris gelis nyawis: "Adi sayang... beli tusing mulih ibi, sawireh beli kanti ka sanja, abesik tusing maan buron. Jengah keneh beline, lantas ngungsi alas sripit, ditu masih tusing ada buron.
Tur tusing marasa saget suba sanja. Yen beli mulih jejeh kapetengan di jalan, tur elah I macan ngebog dewek beli. Ento kerana beli nginep di tengah alase, duwur punyan bilane beli ngesil, magadang nganti ka lemah. Sambil magadang beli ngenehang dewek, sujatine jele pesan solah beli ane suba. Beli langgane mancut pramanan I buron. Ia i buron sujatine patuh cara I raga, ia masih mabudi idup. Ento kerana ane jani, beli lakar suwud maboros. Beli suwud ngambekang solah mamati-mati, ane madan Himsa Karma".

Ngawit punika I Lubdaka wusan maboros, tur geginan ipun sane mangkin, wantah matetanduran ring tegale. Pikolih matetanduran, anggen ipun ngupapira pianak somah.

Kacrita ring sampun I Lubdhaka lingsir, tur tiben sungkan raat pisan raris seda. Raris pianaknyane ngupakara layon I Lubdaka, Ngaben lantur Nyekah manut dresta.
Sampun puput pulah palih ngupakara, atman I Lubdaka raris malesat ka niskala, tur sampun rawuh ring teleng marga sanga. Ring teleng marga sanga, atman I Lubdaka bengong, santukan ten uning ring genah jagi katuju. Daweg punika raris rawuh cikrabala akeh pisan, sahasa ngoros atman I Lubdaka, raris katur ring Ida Sang Hyang Suratma, ida pinaka dewa nyurat solah atmane.

Ida Sang Hyang Suratma raris mataken: "Eh... cai atma... nyen adan caine? Apa gaen caine di mercepada? Lautang jani cai matur teken manira".

Atman I Lubdaka raris matur sada ngejer: "Inggih... Ratu... titiang mawasta I Lubdaka. Karyan titiang ring jagate wantah maboros".

Wawu asapunika atur I Lubdaka, raris Ida Sang Hyang Suratma mawecana: "Eh... Lubdhaka... yen keto solah cai, ento madan Himsa Karma. Jele pesan solah cai. Ane jani sandang dosan caine, malebok dikawahe satus tiban".

Puput Ida Sang Hyang Suratma mangucap, raris cikrabala sami ngoros atman I Lubdaka kabakta ka kawah Candra Goh Muka. Rawuh ring teleng margi, tan pasangkan rawuh Surapsara akeh pisan melanin atman I Lubdaka.

Para cikrabala raris mataken, "Eh... Surapsara, ngudiang I dewa melanin atman I Lubdaka ane setata masolah corah di gumine?".

Surapsara sami mangucap, "Eh... cikrabala, apang i dewa tatas, tiang kandikayang olih Ida Hyang Siwa, mendak atman I Lubdhaka".

Yadiastun Ida Sang Hyang Siwa, sane ngarsayang atman I Lubdaka, cikrabala sami nenten kayun nyerah, santukan para cikrabala, pageh ngamel swadharma, mayang-mayang atma sane corah. Punika mawinan atman I Lubdaka, kukuh kagamel. Raris metu yuda
rames. Kasuwen-suwen kasor cikrabala sami. Atman I Lubdaka kagayot olih Surapsara, kagenahang ring joli emas.

Nenten suwe pamargin Surapsara sami, sampun rawuh ring Siwa Loka, raris atman I Lubdaka, katur ring Ida Sang Hyang Siwa.

Ida Sang Hyang Yama mireng indik asapunika, raris gelis tangkil ring Ida Sang Hyang Siwa. Sampun rawuh ring ajeng Ida Sang Hyang Siwa, raris Ida Sang Hyang Yama matur, "Inggih... Ratu Sang Hyang Siwa, I ratu sane ngardi awig-awig jagat, yan masolah becik polih linggih sane becik, yan masolah kawon polih linggih sane kawon. Raris I Lubdaka, sekala solah ipune kawon pisan, ngambekang solah mamati-mati. Dados ipun sane icen I Ratu linggih becik?. Yan puniki margiang I Ratu, janten katulad olih panjake sami, tur janten rug jagate".

Asapunika atur Ida Sang Hyang Yama, ten cumpu ring pamargin Ida Sang Hyang Siwa, ngicen I Lubdaka linggih becik.

Wawu asapunika atur Ida Sang Hyang Yama, raris Ida Sang Hyang Siwa nyawis, "Uduh... Dewa Sang Hyang Yama, eda Dewa salit arsa ( iwang penampen ). Saja I Lubdaka masolah Himsa Karma, nanging nuju Panglong pat belas Tilem Kapitu, ia suba ngelar brata, anggona nglebur dosane makejang".

Mireng bawos Ida Sang Hyang Siwa asapunika, ngancan nenten tatas Ida Sang Hyang Yama, raris Ida mangucap malih, "Inggih... Ratu Bethara, titiang pedas pisan, daweg punika I Lubdaka, wantah magadang ka lemah. Dados ipun wantah magadang, kabawos ipun ngelar brata?".

Ida Sang Hyang Siwa raris gelis nyawis, "Uduh... Dewa Sang Hyang Yama, mangkin nira nartayang indik i manusa. I manusa sujatine damuh sane sering lali. Lali maring raga, tur lali ring Ida Sang Hyang Widhi. Antuk laline mangliput, mawinan kenehne sering paling, mawastu sering masolah dursila. Raris antuk majagra utawi magadang Nira ngajahin manusa mangda eling ring raga. Majagra kalaning panglong pat pat belas, Tileming Kapitu. Sedeng becik daweg punika, nira ngelar yoga, mawinan duk punika kaucap rahina Siwa Ratri. Sane mangkin manira jagi nartayang, indik Bratha Siwa Ratri salanturnyane, majagra wewehin upawasa. Upawasa ten keni pangan kinum. Raris bratha Siwa Ratri malih siki, sane kabawos pinih utama, majgra, upawasa lan monobrata. Monobrata inggih punika meneng ening".

Ida Sang Hyang Yama malih masabda, "Inggih Ratu... titiang meled uning, napi mawinan ring Panglong pang pat belas, Tilem Kapitu, kanggen galah utama nangun bratha?".

Ida Sang Hyang Siwa raris masabda, "Suksman Tilem Kapitu inggih punika sekalane jagate kapetengan, maka niasa manah peteng. Sane ngardi manahe peteng wenten pepitu. Mangkin jagi dartayang nira saka siki.

  1. Kaping siki SURUPA, punyah antuk goba jegeg wyadin bagus.
  2. Kaping kalih DHANA, punyah antuk sugih arta brana.
  3. Kaping tiga GUNA, punyah antuk kawagedan.
  4. Kaping papat KULINA, punyah antuk wangsa lwih.
  5. Kaping lima YOWANA, punyah antuk merasa nedeng teruna.
  6. Kaping enem SURA, punyah antuk tuwak wyadin arak, miwah salwir tetayuban sane ngranayah punyah, rawuhing ring salwiring Narkoba sami.
  7. Kaping pitu KASURAN, punyah antuk merasa dewek wanen.

Pepitu sane ngawe manah peteng, sane ngawe manah paling, punika mawasta Sapta Timira. Kapetengan manah punika sane patut galangin antuk majagra, mangda I raga ten masolah dursila".

Sane mangkin manira jagi nartayang tata krama ngelar Bratha Siwa Ratri, mangda asuci laksana riin.

"Raris ring sampune sandyakala, ngunggahang pejati lan daksina, ring Sanggah Kamulan. Ring ajeng ngastawa katur upakara sesayut, pangambeyan, prayascita, lingga saking sekar widuri putih, aledin antuk dawun pisang kayu".

Raris ulengan kayune ring Ida Sang Hyang Siwa sane malingga ring linggane, lingga punika maka linggih Ida Sang Hyang Siwa.

Ring sampune tengahing wengi malih ngastawa. Kalaning wengi mangda nenten arip, gita Lubdhakane tembangan, becik anggen suluh urip, mangda ten kantun masolah dursila".

Wawu asapunika bawos Ida Sang Hyang Siwa, wawu raris Ida Sang Hyang Yama tatas, raris Ida mawecana, "Inggih... Ratu Maha Luwih, titiang matur suksma ring I Ratu, I Ratu ledang nartayang indik brata Siwa Ratri sajangkepnyane, mawinan titiang tatas uning kawyaktyanne. Sane mangkin tityang nglungsur pamit ring anggan I Ratu". Puput matur raris Ida Sang Hyang Yama budal mawali ka Yama Loka.

Men Sugih Teken Men Tiwas

Ada katururan satua Men Sugih teken Men Tiwas. Men Sugih anak sugih pesan, nanging demit tur iri ati, jail teken anak lacur. Men Tiwas buka adane tiwas pesan, nanging melah solahne, tusing taen jail teken timpal. Men Tiwas geginane ngalih saang ke alase lakar adepa ka peken.

Nuju dina anu, Men Tiwas ka umah Men Sugih ngidih api. Ditu Men Sugih ngomong, "Ih cai Tiwas, alihin ja icang kutu, yen suba telah kutun icange, nyanan upahina baas". Laut Men Tiwas ngalihin kutu Men Sugihe. Suba tengai mara suud. Men Tiwas upahina baas acrongcong, ngenggalang lantas baasne abana mulih laut jakana.

Men Sugih jumahne buin masiksikan, maan kutu aukud. Ngenggalang ia ka umah Men Tiwase, laut ngomong, "Ih cai Tiwas, ene icang maan kutu aukud, jani mai uliang baas icange ituni". Masaut Men Tiwas, "Yeh, baase ituni suba jakan tiang". Masaut Men Sugih, "Nah, ento suba aba mai anggon pasilih!". Nasine ane makire lebeng ento laut juanga konyang ka pancine abana mulih baan Men Sugih. Nyanane buin teka Men Sugih, "Ih Tiwas, tuni Nyai ngidih api teken saang icange". Lantas api teken saange apesel gede juanga baan Men Sugih. Men Tiwas bengong mapangenan baan lacurne buka keto.

Buin manine Men Tiwas tundena nebuk padi baan Men Sugih lakar upahina baas duang crongcong. Men Tiwas nyak nebuk kanti pragat, upahina baas duang crongcong, laut encol mulih lantas nyakan. Men Sugih lantas nyeksek baas, maan latah dadua. Encol ia ka umah Men Tiwas laut ngomong, "Ih Tiwas ene baase enu misi latah dadua, jani uliang baas icange, yen suba majakan ento suba aba mai".

Sedek dina anu Men Tiwas luas ka alase, krasak-krosok ngalih saang. Saget teka Sang Kidang laut ngomong, "Men Tiwas apa lakar alih ditu?" masaut Men Tiwas, "Tiang ngalih saang teken paku".
"Lakar anggon gena ngalih paku?"
Masaut Men Tiwas, "Lakar anggon tiang jukut".
"Ih Tiwas lamun nyak Nyai nyeluk jit icange, ditu ada pabaang nira teken Nyai!"

Lantas Men Tiwas nyak nyeluk jit kidange, mara kedenga, limane bek misi mas teken selaka. Suud keto Sang Kidang ilang, Men Tiwas kendel pesan lantas mulih. Teked jumah ia luas ke pande ngae gelang, bungkung teken kalung. Men Tiwas jani sugih nadak, pianakne makejang nganggo bungah, lantas ia pesu mablanja. Tepukina Men Tiwas teken Men Sugih. Delak-delik ia ngiwasin pianak Men Tiwase. Buin manine Men Sugih mlali ka umah Men Tiwase matakon, "Ih Tiwas, dija Nyai maan mas selaka liu?". Masaut Men Tiwas, "Kene embok, ibi tiang luas ka lase ngalih saang teken paku lakar jukut, saget ada kidang, nunden tiang nyeluk jitne. Lantas seluk tiang, mara kedeng tiang limane ditu maan emas teken selaka liu." Mare ningih keto. Men Sugih ngencolang mulih.

Manine Men Sugih ngemalunin luas ke alase, Men Sugih nyaru-nyaru buka anak tiwas, krasak-krosok ngalih saang teken paku. Saget teka Sang Kidang, "Nyen ento krasak-krosok?". Masaut Men Sugih, "Tiang Men Tiwas, uli puan tiang tuara nyakan". Men Sugih kendel pesan kenehne. Lantas masaut Sang Kidang, "Ih Tiwas, mai seluk jit nirane!". Mara keto lantas seluka jit kidange, laut kijem jit kidange, Men Sugih paide abana ka dui-duine. Men Sugih ngeling aduh-aduh katulung-tulung,"Nunas ica tulung tiang, tiang kapok!". Teked di pangkunge mara Men Sugih lebanga, awakne telah babak belur tur pingsan. Disubane inget ia magaang mulih. Teked jumahne lantas ia gelem makelo-kelo laut ngemasin mati. Keto suba upah anake lobha tur iri ati.

Siap Selem

Ada tuturan satua siap selem ngelah panak pitung ukud, I Doglagan ane paling cenika. Ada kone Meng Kuuk maumah dadi anatah, masih ngelah panak enu cenik-cenik. Sai-sai I Kuuk ngae daya apang sida ia ngamah I Siap Selem, sabilang peteng ada nagih batisne, “Icang tendas Me, icang basangne Me, icang kibulne Me, icang kampidne Me, icang baongne Me.” Keto pada tetagihan panak-panakne I Kuuk, nagih ngamah I Siap Selem. Dadi mawanan ningeh I Siap Selem teken bakal kaamah, dadiannya ia ngalih upaya mangdene nyidayang matilar uli ditu.

Gelising crita panakne ane nemnem suba pada samah bulu kampidne, sakewala ane paling cenika dogen liglig reh tan pabulu. Suba kone inganan tengah lemeng, I Siap Selem matuturan teken panakne, “Nah cai-cai jani ajak makejang makeber abete sakaukud, matinggal uli dini. Yen enu pade nongos dini sinah amaha teken I Kuuk.”

Ditu lantas ane paling gedene nyumuin makeber, berber, burbur, suaak. Lantas matakon I Kuuk, “Ih Siap Badeng apa ento ulung?”
“Inggih, daun tingkih ipan”.
Buin makeber ane lenan, berber, burbur, suaak. “Siap Badeng apa ento ulung?”
“Daun tiing ipan.”
Makejang panakne suba makeber sakewala enu I Doglagan dogen. Dening ia tan pakampid dadi keweh pesan memenne, lantas kapituturin, “Cai dini kutang Meme, tan urungan cai lakar amaha teken I Kuuk. Nah ene pitutur Meme teken cai, yang di kadine cai bakal tagih amaha teken I Kuuk, kene abete masaut, “Inggih Jero Wayan ne mangkin kantun ben tiange belig, yang pungkuran sampun tiang gede makadi tumbuh kampid, irika ja becik ulam tiange daar jerone, keto abete masaut.”

Suba kone keto I Siap Selem makeber ninggal I Doglagan. Nu kone I Doglagan dogen pati sulsul kiak-kiak. Lantas kadingeh teken I Kuuk I Doglagan kiak-kiak padidiana.

”Kenken dadi I Olagan kauk-kauk padidiana, kija ya memenne? Beh ento jenenga ane ibi sanja orahanga don tiing, tingkih, timbul, ia jenenga makeber uli dini.”

Lantas nyagjag panak kuuke makejang nagih ngamah I Doglagan, rencananne nagih pakpaka.

”Ih Jero Wayan mangkin da tadaha tiang, ben tiange kari belig malih pahit. Pungkuran yan sampun tiang ageng, tumbuh kampid, rah tiange akeh, ri kala irika rarisang sapakayunan!”

Dadiannya kaidepang teken I Kuuk, kaingon kamelah-melahang. Critayang suba kone I Doglagan, bulunyane samah, janggarne janggar pulas, tlatahne lambih, lantas kema kone kuuke makejang nagih ngamah ia. “Inggih Jero Wayan, mangkin ja nyandang sampun tiang baksa, nanging wenten pisangken tiang ring jerone, keberang dumun tiang ping solas mangda sumbrah getih tiange becik ajengang jerone malih akeh keni. Ri sampune puput ping solas tiang makeber, rarisang sampun baksa titiang!”

Dadi tutut I Kuuk lantas kakebur-keburang I Doglagan. “Inggih Jero Wayan mangkin malih apisan batekang pisan ngeberang!” Lantas kasangetang ngeberang kanti tegeh, bur I Doglagan nambung ngalih meme nyamane di tengah bete. Enggang bungutne I Kuuk, kauk-kauk ngaukin memenne, “Kenken ja baan Meme, cai, nyai demen ngugu munyinne, jani awake payu kado, nah endepang deweke!”

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | GreenGeeks Review