Jumat, 11 November 2011

Bali - Kota Denpasar

Kota Denpasar berada pada ketinggian 0-75 meter dari permukaan laut, terletak pada posisi 8°35’31” sampai 8°44’49” Lintang Selatan dan 115°00’23” sampai 115°16’27” Bujur Timur. Sementara luas wilayah Kota Denpasar 127,78 km² atau 2,18% dari luas wilayah Provinsi Bali.

Nama Denpasar dapat bermaksud pasar baru, sebelumnya kawasan ini merupakan bagian dari Kerajaan Badung, sebuah kerajaan yang pernah berdiri sejak abad ke-19, sebelum kerajaan tersebut ditundukan oleh Belanda pada tanggal 20 September 1906, dalam sebuah peristiwa heroik yang dikenal dengan Perang Puputan Badung.

Setelah kemerdekaan Indonesia, berdasarkan Undang-undang Nomor 69 Tahun 1958, Denpasar menjadi ibu kota dari pemerintah daerah Kabupaten Badung, selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor Des.52/2/36-136 tanggal 23 Juni 1960, Denpasar juga ditetapkan sebagai ibu kota bagi Provinsi Bali yang semula berkedudukan di Singaraja.

Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1978, Denpasar resmi menjadi ‘’Kota Administratif Denpasar’’, dan seiring dengan kemampuan serta potensi wilayahnya dalam menyelenggarakan otonomi daerah, pada tanggal 15 Januari 1992, berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1992, dan Kota Denpasar ditingkatkan statusnya menjadi ‘’kotamadya’’, yang kemudian diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 27 Februari 1992.



Berikut adalah daftar Kecamatan terdapat di kabupaten Buleleng beserta masing-masing Desa dengan Kode Pos:
  1. Kecamatan Denpasar Barat
    1. Kelurahan atau Desa Dauh Puri Kangin, Kode Pos: 80112
    2. Kelurahan atau Desa Dauh Puri, Kode Pos: 80113
    3. Kelurahan atau Desa Dauh Puri Kauh, Kode Pos: 80113
    4. Kelurahan atau Desa Dauh Puri Klod/Kelod, Kode Pos: 80114
    5. Kelurahan atau Desa Padangsambian, Kode Pos: 80117
    6. Kelurahan atau Desa Padangsambian Kaja, Kode Pos: 80117
    7. Kelurahan atau Desa Padangsambian Klod/Kelod, Kode Pos: 80117
    8. Kelurahan atau Desa Pemecutan, Kode Pos: 80119
    9. Kelurahan atau Desa Pemecutan Klod/Kelod, Kode Pos: 80119
    10. Kelurahan atau Desa Tegal Harum, Kode Pos: 80119
    11. Kelurahan atau Desa Tegal Kertha, Kode Pos: 80119

  2. Kecamatan Denpasar Selatan
    1. Kelurahan atau Desa Pemogan, Kode Pos: 80221
    2. Kelurahan atau Desa Pedungan, Kode Pos: 80222
    3. Kelurahan atau Desa Sesetan, Kode Pos: 80223
    4. Kelurahan atau Desa Sidakarya, Kode Pos: 80224
    5. Kelurahan atau Desa Panjer, Kode Pos: 80225
    6. Kelurahan atau Desa Renon, Kode Pos: 80226
    7. Kelurahan atau Desa Sanur Kaja, Kode Pos: 80227
    8. Kelurahan atau Desa Sanur Kauh, Kode Pos: 80227
    9. Kelurahan atau Desa Sanur, Kode Pos: 80228
    10. Kelurahan atau Desa Serangan, Kode Pos: 80229

  3. Kecamatan Denpasar Timur
    1. Kelurahan atau Desa Dangin Puri, Kode Pos: 80232
    2. Kelurahan atau Desa Dangin Puri Klod, Kode Pos: 80234
    3. Kelurahan atau Desa Sumerta, Kode Pos: 80235
    4. Kelurahan atau Desa Sumerta Kaja, Kode Pos: 80236
    5. Kelurahan atau Desa Sumerta Kauh, Kode Pos: 80236
    6. Kelurahan atau Desa Kesiman, Kode Pos: 80237
    7. Kelurahan atau Desa Kesiman Kertalangu, Kode Pos: 80237
    8. Kelurahan atau Desa Kesiman Petilan, Kode Pos: 80237
    9. Kelurahan atau Desa Penatih, Kode Pos: 80238
    10. Kelurahan atau Desa Penatih Dangin Puri, Kode Pos: 80238
    11. Kelurahan atau Desa Sumerta Kelod/Klod, Kode Pos: 80239

  4. Kecamatan Denpasar Utara
    1. Kelurahan atau Desa Dauh Puri Kaja, Kode Pos: 80111
    2. Kelurahan atau Desa Peguyangan, Kode Pos: 80115
    3. Kelurahan atau Desa Peguyangan Kaja, Kode Pos: 80115
    4. Kelurahan atau Desa Peguyangan Kangin, Kode Pos: 80115
    5. Kelurahan atau Desa Ubung, Kode Pos: 80116
    6. Kelurahan atau Desa Ubung Kaja, Kode Pos: 80116
    7. Kelurahan atau Desa Pemecutan Kaja, Kode Pos: 80118
    8. Kelurahan atau Desa Dangin Puri Kaja, Kode Pos: 80231
    9. Kelurahan atau Desa Dangin Puri Kauh, Kode Pos: 80231
    10. Kelurahan atau Desa Dangin Puri Kangin, Kode Pos: 80233
    11. Kelurahan atau Desa Tonja, Kode Pos: 80239

Bali - Kabupaten Buleleng

Tersebutlah Istana Gelgel pada sekitar Tahun 1568 dalam suasana tenang, dimana Raja Sri Aji Dalem Sagening menitahkan putranda Ki Barak Panji Sakti, supaya kembali ke tempat tumpah darah bundanya di Den Bukit (Bali Utara). Ki Barak Panji bersama Bunda Siluh Pasek setelah memohon diri kehadapan Sri Aji Dalem lalu berangkat menuju Den Bukit diantar oleh empat puluh orang pengiring baginda yang dipelopori oleh Ki Kadosot.

Perjalanan mereka memasuki hutan lebat sangat mengerikan, udara sangat dingin, menembus celah-celah bukit, mendaki gunung-gunung meninggi, menuruni jurang-jurang curam, dan akhirnya mereka tiba di suatu tempat yang agak datar. Pada tempat itulah mereka melepaskan lelah seraya membuka bungkusan bekal mereka. Selesai mereka makan ketupat, mereka sembahyang kemudian mereka diperciki air/tirta oleh Siluh Pasek, demi keselamatan perjalanannya. Belakangan tempat itu diberi nama “ YEH KETIPAT ”.

Rombongan Ki Barak Panji telah tiba di desa Gendis / Panji dengan selamat. Desa Gendis diperintah oleh Ki Barak Panji Sakti, seorang pemimpin yang gagah berani, adil dan bijaksana. Ki Barak Panji Sakti mendengar adanya kapal layar tionghoa terdampar, kemudian timbullah rasa belas kasihan untuk menolong pemilik kapal tersebut. Baginda bersama-sama dengan Ki Dumpyung dan Ki Kadosot dapat membantu menyelamatkan kapal layar yang terdampar itu dipantai segara Penimbangan.

Setelah bantuannya berhasil, baginda mendapatkan hadiah seluruh isi kapal tersebut berupa barang-barang tembikar seperti piring, mangkok, dan uang kepeng yang jumlahnya sangat besar. Kepemimpinan Ki Barak Panji Sakti makin lama makin terkenal, beliau selalu memperhatikan keadaan Rakyatnya, mengadakan pembangunan di segala bidang baik Fisik maupun Spiritual. Oleh karena demikian maka sekalian penduduk desa Gendis dan sekitarnya, secara bulat mendaulat baginda supaya menjadi raja yang kemudian dinobatkan dengan gelar ”Ki Gusti Ngurah Panji Sakti”.

Untuk mencari tempat yang agak datar, maka kota Gendis serta Kahyangan Pura Bale Agung-nya dipindahkan ke utara desa Panji. Pada tempat yang baru inilah baginda mendirikan istana lengkap dengan kahyangan Pura Bale Agung-nya. Guna memenuhi kepentingan masyarakat desanya untuk menghantar persembahyangan di dalam pura maupun upacara di luar pura, serta untuk hiburan-hiburan lainnya, maka baginda membuat perangkat gamelan gong yang masing-masing diberi nama sebagai berikut:

  1. Dua buah gongnya diberi nama Bentar Kedaton
  2. Sebuah bendenya diberi nama Ki Gagak Ora
  3. Sebuah Kenuknya bernama Ki Tudung Musuh
  4. Teropong bernama Glagah Ketunon
  5. Gendangnya bernama Gelap Kesanga
  6. Keseluruhannya bernama “Juruh Satukad”

Karena perbawa dan keunggulan Ki Gusti Ngurah Panji Sakti, maka Kyai Alit Mandala, Lurah Kawasan Bon Dalem tunduk kepada baginda. Kemudian atas kebijaksanaanya maka Kyai Alit mandala diangkat kembali menjadi Lurah yang memerintah di kawasan Bon Dalem, Buleleng bagian timur. Pada sekitar tahun 1584 masehi, untuk mencari tempat yang lebih strategis maka kota Panji dipindahkan kesebelah Utara Sangket. Pada tempat yang baru inilah baginda selalu bersuka ria bersama rakyatnya sambil membangun dan kemudian tempat yang baru ini diberi nama “SUKASADA” yang artinya selalu bersuka ria.

Selanjutnya diceritakan berkat keunggulan Ki Gusti Ngurah Panji Sakti, maka Kyai Sasangka Adri, Lurah kawasan Tebu Salah (Buleleng Barat) tunduk kepada baginda. Lalu atas kebijaksanaan beliau Kyai Sasangka Adri diangkat kembali menjadi Lurah di kawasan Bali Utara Bagian Barat. Untuk lebih memperkuat dalam mempertahankan daerahnya Ki Gusti Ngurah Panji Sakti segera membentuk pasukan yang disebut “Truna Goak” di desa Panji. Pasukan ini dibentuk dengan jalan memperpolitik seni permainan burung gagak, yang dalam bahasa Bali disebut “Megoak-goakan”.

Dari permainan ini akhirnya terbentuklah pasukan Truna Goak yang berjumlah 2000 orang, yang terdiri dari para pemuda perwira berbadan tegap, tangkas serta memiliki moral yang tinggi di bawah pimpinan perang yang yang bernama Ki Gusti Tamblang Sampun dan diwakili oleh Ki Gusti Made Batan. Ki Gusti Ngurah Panji Sakti serta putra-putra baginda dan perwira lainnya memimpin pasukan Trua Goak yang semuanya siap bertempur berangkat menuju daerah Blambangan. Dalam pertempuran ini raja Blambangan gugur di medan perang, dengan demikian kerajaan Blambangan dengan seluruh penduduknya tunduk pada raja Ki Gusti Ngurah Panji Sakti. Berita kemenangan ini segera didengar oleh raja Mataram Sri Dalem Solo dan kemudian beliau menghadiahkan seekor gajah dengan 3 orang pengembalanya kepada Ki Gusti Ngurah Panji Sakti.

Menundukkan kerajaan Blambangan harus ditebus dengan kehilangan seorang Putra baginda bernama Ki Gusti Ngurah Panji Nyoman, hal mana mengakibatkan baginda raja selalu bermuran durja. Hanya berkat nasehat-nasehat pandita Purohito, akhirnya kesedihan baginda dapat terlupakan dan kemudian terkandung maksud untuk membangun istana yang baru disebelah utara Sukasada. Pada sekitar tahun Candrasangkala “Raja Manon Buta Tunggal” atau Candrasangkala 6251 atau sama dengan tahun Çaka 1526 atau tahun 1604 masehi Ki Gusti Ngurah Panji Sakti menitahkan rakyatnya membabat tanah untuk mendirikan istana diatas padang rumput alang-alang yakni ladang tempat pengembala ternak, dimana ditemukan orang-orang menanam buleleng.

Pada ladang buleleng itu baginda melihat beberapa pondok-pondok yang berjejer memanjang. Disanalah beliau mendirikan istana yang baru, yang menurut perhitungan hari sangat baik pada waktu itu, jatuh pada tanggal “30 maret 1604” selanjutnya istana raja yang baru dibangun itu disebut “SINGARAJA” karena mengingat bahwa keperwiraan raja Ki Gusti Ngurah Panji Sakti tak ubahnya seperti Singa.

Demikianlah hari lahirnya kota singaraja pada tanggal 30 maret 1604 yang bersumber pada sejarah Ki Gusti Ngurah Panji Sakti, sedangkan nama Buleleng adalah nama asli jagung gambal atau jagung gambah yang banyak ditanam oleh penduduk pada waktu itu.



Berikut adalah daftar Kecamatan terdapat di kabupaten Buleleng beserta masing-masing Desa dengan Kode Pos:
  1. Kecamatan Banjar
    1. Kelurahan atau Desa Banjar, Kode Pos: 81152
    2. Kelurahan atau Desa Banjar Tegeha, Kode Pos: 81152
    3. Kelurahan atau Desa Banyuatis, Kode Pos: 81152
    4. Kelurahan atau Desa Banyusri, Kode Pos: 81152
    5. Kelurahan atau Desa Cempaga, Kode Pos: 81152
    6. Kelurahan atau Desa Dencarik, Kode Pos: 81152
    7. Kelurahan atau Desa Gesing, Kode Pos: 81152
    8. Kelurahan atau Desa Gobleg, Kode Pos: 81152
    9. Kelurahan atau Desa Kaliasem, Kode Pos: 81152
    10. Kelurahan atau Desa Kayuputih, Kode Pos: 81152
    11. Kelurahan atau Desa Munduk, Kode Pos: 81152
    12. Kelurahan atau Desa Pedawa, Kode Pos: 81152
    13. Kelurahan atau Desa Sidetapa, Kode Pos: 81152
    14. Kelurahan atau Desa Tampekan, Kode Pos: 81152
    15. Kelurahan atau Desa Temukus, Kode Pos: 81152
    16. Kelurahan atau Desa Tigawasa, Kode Pos: 81152
    17. Kelurahan atau Desa Tirtasari, Kode Pos: 81152

  2. Kecamatan Buleleng
    1. Kelurahan atau Desa Kampung Singaraja, Kode Pos: 81111
    2. Kelurahan atau Desa Astina, Kode Pos: 81112
    3. Kelurahan atau Desa Kendran, Kode Pos: 81112
    4. Kelurahan atau Desa Banjar Bali, Kode Pos: 81113
    5. Kelurahan atau Desa Banjar Jawa, Kode Pos: 81113
    6. Kelurahan atau Desa Kampung Baru, Kode Pos: 81114
    7. Kelurahan atau Desa Kampung Kajanan, Kode Pos: 81114
    8. Kelurahan atau Desa Kampung Anyar, Kode Pos: 81115
    9. Kelurahan atau Desa Kampung Bugis, Kode Pos: 81115
    10. Kelurahan atau Desa Banyuasri, Kode Pos: 81116
    11. Kelurahan atau Desa Kaliuntu, Kode Pos: 81116
    12. Kelurahan atau Desa Banjar Tegal, Kode Pos: 81117
    13. Kelurahan atau Desa Paket Agung, Kode Pos: 81118
    14. Kelurahan atau Desa Alasangker, Kode Pos: 81119
    15. Kelurahan atau Desa Anturan, Kode Pos: 81119
    16. Kelurahan atau Desa Banyuning, Kode Pos: 81119
    17. Kelurahan atau Desa Beratan, Kode Pos: 81119
    18. Kelurahan atau Desa Bhakti Seraga memiliki Baktiseraga, Kode Pos: 81119
    19. Kelurahan atau Desa Jinengdalem, Kode Pos: 81119
    20. Kelurahan atau Desa Kalibukbuk, Kode Pos: 81119
    21. Kelurahan atau Desa Liligundi, Kode Pos: 81119
    22. Kelurahan atau Desa Nagasepaha, Kode Pos: 81119
    23. Kelurahan atau Desa Pemaron, Kode Pos: 81119
    24. Kelurahan atau Desa Penarukan, Kode Pos: 81119
    25. Kelurahan atau Desa Penglatan, Kode Pos: 81119
    26. Kelurahan atau Desa Petandakan, Kode Pos: 81119
    27. Kelurahan atau Desa Poh Bergong, Kode Pos: 81119
    28. Kelurahan atau Desa Sari Mekar, Kode Pos: 81119
    29. Kelurahan atau Desa Tukadmungga, Kode Pos: 81119

  3. Kecamatan Busungbiu
    1. Kelurahan atau Desa Bengkel, Kode Pos: 81154
    2. Kelurahan atau Desa Bongancina, Kode Pos: 81154
    3. Kelurahan atau Desa Busungbiu, Kode Pos: 81154
    4. Kelurahan atau Desa Kedia memiliki Kedis, Kode Pos: 81154
    5. Kelurahan atau Desa Kekeran, Kode Pos: 81154
    6. Kelurahan atau Desa Pelapuan, Kode Pos: 81154
    7. Kelurahan atau Desa Pucaksari, Kode Pos: 81154
    8. Kelurahan atau Desa Sepang, Kode Pos: 81154
    9. Kelurahan atau Desa Sepang Kelod, Kode Pos: 81154
    10. Kelurahan atau Desa Subuk, Kode Pos: 81154
    11. Kelurahan atau Desa Telaga, Kode Pos: 81154
    12. Kelurahan atau Desa Tinggarsari, Kode Pos: 81154
    13. Kelurahan atau Desa Tista, Kode Pos: 81154
    14. Kelurahan atau Desa Titab, Kode Pos: 81154
    15. Kelurahan atau Desa Umejero, Kode Pos: 81154

  4. Kecamatan Gerokgak
    1. Kelurahan atau Desa Banyupoh, Kode Pos: 81155
    2. Kelurahan atau Desa Celukan Bawang, Kode Pos: 81155
    3. Kelurahan atau Desa Gerokgak, Kode Pos: 81155
    4. Kelurahan atau Desa Musi, Kode Pos: 81155
    5. Kelurahan atau Desa Patas, Kode Pos: 81155
    6. Kelurahan atau Desa Pejarakan, Kode Pos: 81155
    7. Kelurahan atau Desa Pemuteran, Kode Pos: 81155
    8. Kelurahan atau Desa Pengulon, Kode Pos: 81155
    9. Kelurahan atau Desa Penyabangan, Kode Pos: 81155
    10. Kelurahan atau Desa Sanggalangit, Kode Pos: 81155
    11. Kelurahan atau Desa Sumber Klampok, Kode Pos: 81155
    12. Kelurahan atau Desa Sumberkima, Kode Pos: 81155
    13. Kelurahan atau Desa Tinga Tinga, Kode Pos: 81155
    14. Kelurahan atau Desa Tukad Sumaga, Kode Pos: 81155

  5. Kecamatan Kubutambahan
    1. Kelurahan atau Desa Bengkala, Kode Pos: 81172
    2. Kelurahan atau Desa Bila, Kode Pos: 81172
    3. Kelurahan atau Desa Bontihing, Kode Pos: 81172
    4. Kelurahan atau Desa Bukti, Kode Pos: 81172
    5. Kelurahan atau Desa Bulian, Kode Pos: 81172
    6. Kelurahan atau Desa Depeha, Kode Pos: 81172
    7. Kelurahan atau Desa Kubutambahan, Kode Pos: 81172
    8. Kelurahan atau Desa Mengening, Kode Pos: 81172
    9. Kelurahan atau Desa Pakisan, Kode Pos: 81172
    10. Kelurahan atau Desa Tajun, Kode Pos: 81172
    11. Kelurahan atau Desa Tambakan, Kode Pos: 81172
    12. Kelurahan atau Desa Tamblang, Kode Pos: 81172
    13. Kelurahan atau Desa Tunjung, Kode Pos: 81172

  6. Kecamatan Sawan
    1. Kelurahan atau Desa Bebetin, Kode Pos: 81171
    2. Kelurahan atau Desa Bungkulan, Kode Pos: 81171
    3. Kelurahan atau Desa Galungan, Kode Pos: 81171
    4. Kelurahan atau Desa Giri Emas, Kode Pos: 81171
    5. Kelurahan atau Desa Jagaraga, Kode Pos: 81171
    6. Kelurahan atau Desa Kerobokan, Kode Pos: 81171
    7. Kelurahan atau Desa Lemukih, Kode Pos: 81171
    8. Kelurahan atau Desa Menyali, Kode Pos: 81171
    9. Kelurahan atau Desa Sangsit, Kode Pos: 81171
    10. Kelurahan atau Desa Sawan, Kode Pos: 81171
    11. Kelurahan atau Desa Sekumpul, Kode Pos: 81171
    12. Kelurahan atau Desa Sinabun, Kode Pos: 81171
    13. Kelurahan atau Desa Sudaji, Kode Pos: 81171
    14. Kelurahan atau Desa Suwug, Kode Pos: 81171

  7. Kecamatan Seririt
    1. Kelurahan atau Desa Banjar Asem, Kode Pos: 81153
    2. Kelurahan atau Desa Bestala, Kode Pos: 81153
    3. Kelurahan atau Desa Bubunan, Kode Pos: 81153
    4. Kelurahan atau Desa Gunungsari, Kode Pos: 81153
    5. Kelurahan atau Desa Joanyar, Kode Pos: 81153
    6. Kelurahan atau Desa Kalianget, Kode Pos: 81153
    7. Kelurahan atau Desa Kalisada, Kode Pos: 81153
    8. Kelurahan atau Desa Lokapaksa, Kode Pos: 81153
    9. Kelurahan atau Desa Mayong, Kode Pos: 81153
    10. Kelurahan atau Desa Munduk Bestala, Kode Pos: 81153
    11. Kelurahan atau Desa Pangkungparuk, Kode Pos: 81153
    12. Kelurahan atau Desa Patemoh memiliki Patemon, Kode Pos: 81153
    13. Kelurahan atau Desa Pengastulan, Kode Pos: 81153
    14. Kelurahan atau Desa Rangdu, Kode Pos: 81153
    15. Kelurahan atau Desa Ringdikit, Kode Pos: 81153
    16. Kelurahan atau Desa Seririt, Kode Pos: 81153
    17. Kelurahan atau Desa Sulanyah, Kode Pos: 81153
    18. Kelurahan atau Desa Tangguwisia, Kode Pos: 81153
    19. Kelurahan atau Desa Ularan, Kode Pos: 81153
    20. Kelurahan atau Desa Umeanyar, Kode Pos: 81153
    21. Kelurahan atau Desa Unggahan, Kode Pos: 81153

  8. Kecamatan Sukasada
    1. Kelurahan atau Desa Ambengan, Kode Pos: 81161
    2. Kelurahan atau Desa Gitgit, Kode Pos: 81161
    3. Kelurahan atau Desa Kayuputih, Kode Pos: 81161
    4. Kelurahan atau Desa Padangbulia, Kode Pos: 81161
    5. Kelurahan atau Desa Pancasari, Kode Pos: 81161
    6. Kelurahan atau Desa Panji, Kode Pos: 81161
    7. Kelurahan atau Desa Panji Anom, Kode Pos: 81161
    8. Kelurahan atau Desa Pegadungan, Kode Pos: 81161
    9. Kelurahan atau Desa Pegayaman, Kode Pos: 81161
    10. Kelurahan atau Desa Sambangan, Kode Pos: 81161
    11. Kelurahan atau Desa Selat, Kode Pos: 81161
    12. Kelurahan atau Desa Silangjana, Kode Pos: 81161
    13. Kelurahan atau Desa Sukasada, Kode Pos: 81161
    14. Kelurahan atau Desa Tegal Linggah memiliki Tegalinggah, Kode Pos: 81161
    15. Kelurahan atau Desa Wanagiri, Kode Pos: 81161

  9. Kecamatan Tejakula
    1. Kelurahan atau Desa Bondalem, Kode Pos: 81173
    2. Kelurahan atau Desa Julah, Kode Pos: 81173
    3. Kelurahan atau Desa Les, Kode Pos: 81173
    4. Kelurahan atau Desa Madenan, Kode Pos: 81173
    5. Kelurahan atau Desa Pacung, Kode Pos: 81173
    6. Kelurahan atau Desa Penuktukan, Kode Pos: 81173
    7. Kelurahan atau Desa Sambirenteng, Kode Pos: 81173
    8. Kelurahan atau Desa Sembiran, Kode Pos: 81173
    9. Kelurahan atau Desa Tejakula, Kode Pos: 81173
    10. Kelurahan atau Desa Tembok, Kode Pos: 81173

Bali - Kabupaten Tabanan

Sejarah Kerajaan Tabanan 

Di Bali, rumah jabatan tempat tinggal raja disebut "Puri Agung". Keberadaan Puri Agung Tabanan berkaitan dengan tokoh Arya Kenceng, yang dipercaya ikut datang bersama Gajah Mada ketika Majapahit menaklukkan Kerajaan Bedulu di Bali pada tahun 1343.

Setelah dapat menaklukkan, Dalem Sri Kresna Kepakisan yang menjadi Raja Bali dengan kedudukan di Samprangan kemudian memberikan kekuasaan kepada Arya Kenceng untuk memerintah Tabanan, dengan pusat kerajaan atau Puri Agung yang terletak di Pucangan (Buahan), Tabanan.

Arya Kenceng adalah Raja Tabanan I, yang Kerajaannya berada di Pucangan/Buahan mempunyai putra :

  1. Dewa Raka /Sri Megada Perabhu
  2. Dewa Made /Sri Megada Natha
  3. Kiayi Tegeh Kori
  4. Nyai Tegeh Kori

Sri Megada Natha, Raja Tabanan II, berputra :

  1. Sirarya Ngurah Langwang
  2. Ki Gusti Made Utara ( Madyatara )
  3. Ki Gusti Nyoman Pascima
  4. Ki Gusti Wetaning Pangkung
  5. Ki Gusti Nengah Samping Boni
  6. Ki Gusti Batan Ancak
  7. Ki Gusti Ketut Lebah
  8. Kiyai Ketut Pucangan/Sirarya Ketut Notor Wandira.


Puri Agung Pindah Ke Tabanan

Puri Agung Beserta Pura Batur Kawitan di Pucangan Pindah Ke Tabanan pada jaman pemerintahan Sirarya Ngurah Langwang, Raja Tabanan III. Beliau menggantikan Ayahnya Sri Megada Natha menjadi raja, yang kemudian mendapat perintah dari Dalem Raja Bali agar memindahkan Kerajaannya / Purinya di Pucangan ke daerah selatan, hal ini kemungkinan disebabkan secara geografis dan demografis sulit dicapai oleh Dalem dari Gegel dalam kegiatan inspeksi.

Akhirnya Arya Ngurah Langwang mendapat pewisik, dimana ada asap (tabunan) mengepul agar disanalah membangun puri. Setelah melakukan pengamatan dari Kebon Tingguh, terlihat di daerah selatan asap mengepul ke atas, kemudian beliau menuju ke tempat asap mengepul tersebut, ternyata keluar dari sebuah sumur yang terletak di dalam area Pedukuhan yaitu Dukuh Sakti( di Pura Pusar Tasik Tabanan sekarang ).

Akhirnya ditetapkan disitulah beliau membangun Puri, setelah selesai, dipindahlah secara resmi Puri Agung / Kerajaannya beserta Batur Kawitannya dari Pucangan ke Tabanan ( Sekitar Abad 14 ). Oleh karena asap terus mengepul dari sumur seperti tabunan sehingga puri beliau diberi nama Puri Agung Tabunan, yang kemudian pengucapannya berubah menjadi Puri Agung Tabanan, sedangkan Kerajaannya disebut Puri Singasana dan Raja bergelar Sang Nateng Singasana.

Selanjutnya Puri Agung Tabanan ditempati oleh Raja-Raja Tabanan berikutnya, yang juga menurunkan Pratisentana Arya Kenceng di berbagai Jero / Puri yang ada di Tabanan, sebagai berikut:

Raja Tabanan ke:

  • IV. Sirarya Ngurah Tabanan / Prabu Winalwan / Betara Mekules
  • V. Ki Gusti Wayahan Pemadekan
  • VI. Ki Gusti Made Pemadekan Pura Batur Wanasari di Wanasari Tabanan
  • VII. Sirarya Ngurah Tabanan / Prabu Winalwan / Betara Mekules. ( Pelinggih / Tempat memuja dan mengaturkan sembah bakti kepada Beliau ada di Pura Batur Wanasari di Wanasari Tabanan. Petoyan / Odalan pada dina Anggara/Selasa Kliwon Dukut )
  • VIII. Sirarya Ngurah Tabanan / Betara Nisweng Penida
  • IX. Ki Gusti Nengah Malkangin dan Ki Gusti Made Dalang Pura Batur Wanasari Tabanan
  • X. Ki Gusti Bola
  • XI. Ki Gusti Alit Dawuh / Sri Megada Sakti
  • XII. Putra Sulung Sri Megada Sakti / Ratu Lepas Pemade
  • XIII. Ki Gusti Ngurah Sekar / Cokorda Sekar
  • XIV. Ki Gusti Ngurah Gede / Cokorda Gede Ratu
  • XV. Ki Gusti Ngurah Made Rai / Cokorda Made Rai
  • XVI. Kiyayi Buruan
  • XVII. Ki Gusti Ngurah Rai / Cokorda Rai. Berpuri di Penebel Tabanan
  • XVIII. Ki Gusti Ngurah Ubung
  • XIX. Ki Gusti Ngurah Agung / Ratu Singasana
  • XX. Sirarya Ngurah Tabanan / Ida Betara Ngeluhur Raja XX dari tahun 1868 s/d 1903, berputra :
    1. Arya Ngurah Agung
    2. Ki Gusti Ngurah Gede Mas
    3. Arya Ngurah Alit
    4. Ki Gusti Ngurah Rai Perang ( Membangun Puri Dangin )
    5. Ki Gusti Ngurah Made Batan ( Puri Dangin )
    6. Ki Gusti Ngurah Nyoman Pangkung ( Puri Dangin )
    7. I Gusti Ngurah Gede Marga ( Membangun Puri Denpasar Tabanan )
    8. I Gusti Ngurah Putu ( Membangun Puri Pemecutan Tabanan ), berputra:
      1. I Gusti Ngurah Wayan.
      2. I Gusti Ngurah Made, berputra:
        1. I Gusti Ngurah Gede
        2. I Gusti Ngurah Mayun.
        3. I Gusti Ngurah Ketut.
        4. Sagung Nyoman.
        5. Sagung Rai.
        6. Sagung Ketut
        7. Sagung Wah ( terkenal memimpin Bebalikan Wangaya melawan Belanda )
  • XXI. Ki Gusti Ngurah Rai Perang / Cokorda Rai Perang dari 1903 s/d 1906

Zaman penjajahan Belanda Pada 27 September 1906, jaman penjajahan Belanda, Kerajaan Tabanan dikuasai oleh Belanda, Raja Tabanan saat itu, Cokorda Ngurah Rai Perang beserta Putra dan Saudara-Saudaranya ditawan oleh Belanda di Puri Denpasar.

Tanggal 28 September Puri Agung Singasana, Puri Mecutan Tabanan, Puri Dangin Tabanan, Puri Denpasar Tabanan dan beberapa yang lainnya dihancurkan oleh Belanda. Raja Tabanan Cokorda Ngurah Rai Perang dan seorang Putra Beliau ( I Gusti Ngurah Gede Pegeg ) dengan keberaniannya melakukan puputan(bunuh diri ) di Puri Denpasar, karena tidak mau tunduk atau menjadi tawanan Belanda.

Tanggal 29 September 1906 putra dan saudara-saudaranya di Puri Dangin Tabanan, Puri Pemecutan Tabanan dan Puri Denpasar Tabanan diselong / diasingkan ke Sasak Lombok. Setelah beberapa tahun diselong di Lombok, masih dalam masa penjajahan Belanda, putra dan saudaranya Alm. "Cokorda Ngurah Rai Perang" lagi dikembalikan ke Tabanan.

Dalam rangka memilih Kepala Pemerintahaan di Tabanan, Belanda juga mencari dan menerima saran-saran dari beberapa Puri / Jero yang sebelumnya ada dalam struktur kerajaan, tentang bagaimana tatacara memilih seorang raja di Tabanan sebelumnya. Setelah mempertimbangkannya, pada tanggal 8 Juli 1929, diputuskan sebagai Kepala / Bestuurder Pemerintahan Tabanan dipilih I Gusti Ngurah Ketut putra I Gusti Ngurah Putu ( putra Sirarya Ngurah Agung Tabanan, Raja Tabanan ke XX ) dari Puri Mecutan, dengan gelar Cokorda.



Setelah Kemerdekaan Sampai Sekarang

Cokorda Ngurah Ketut berada di Puri Agung Tabanan bersama putra dan saudaranya ( I Gusti Ngurah Wayan, I Gusti Ngurah Made, Sagung Nyoman, Sagung Rai dan Sagung Ketut ). Pada jaman kerajaan, hanya raja dan putera mahkota saja yang menempati Puri Agung Tabanan, sedangkan putra-putra lainnya, oleh raja dibuatkan Puri / Jero baru beserta kelengkapannya. Seiring dengan terjadinya perubahan jaman dan pemerintahan, hal tersebut tidak berkelanjutan, dimana tidak dibangun lagi Puri Pemecutan Tabanan dan Puri-Puri/Jero-Jero baru.

Sekarang yang berada di Puri Agung Tabanan adalah kelanjutan keturunan Cokorda Ngurah Ketut dan Saudaranya, yang merupakan putera I Gusti Ngurah Putu ( Putera Sirarya Ngurah Agung Tabanan, Raja Tabanan ke XX ) yang berasal dari Puri Pemecutan Tabanan.

Cokorda Ngurah Ketut, berputera:

  1. I Gusti Ngurah Gede
  2. I Gusti Ngurah Alit Putra
  3. Sagung Mas
  4. I Gusti Ngurah Agung

Selanjutnya I Gusti Ngurah Gede, putera sulung Cokorda Ngurah Ketut menjadi Cokorda Tabanan, bergelar Cokorda Ngurah Gede, Raja Tabanan XXIII Maret 1947 s/d 1986 dan beliau menjabat Bupati Tabanan Pertama tahun 1950, tempat tinggal Beliau disebut Puri Gede / Puri Agung Tabanan. Cokorde Ngurah Gede (Raja Tabanan ke XXIII).

Cokorda Ngurah Gede, berputra :

  1. Sagung Putri Sartika
  2. I Gusti Ngurah Bagus Hartawan
  3. Sagung Putra Sardini
  4. I Gusti Ngurah Alit Darmawan
  5. Sagung Ayu Ratnamurni
  6. Sagung Jegeg Ratnaningsih
  7. I Gusti Ngurah Agung Dharmasetiawan
  8. Sagung Ratnaningrat
  9. I Gusti Ngurah Rupawan
  10. I Gusti Ngurah Putra Wartawan
  11. I Gusti Ngurah Alit Aryawan
  12. Sagung Putri Ratnawati
  13. I Gusti Ngurah Bagus Grastawan
  14. I Gusti Ngurah Mayun Mulyawan
  15. Sagung Rai Mayawati
  16. Sagung Anom Mayadwipa
  17. Sagung Oka Mayapada
  18. I Gusti Ngurah Raka Heryawan
  19. I Gusti Ngurah Bagus Rudi Hermawan
  20. I Gusti Ngurah Bagus Indrawan
  21. Sagung Jegeg Mayadianti
  22. I Gusti Ngurah Adi Suartawan


Berikut adalah daftar Kecamatan terdapat di kabupaten Tabanan beserta masing-masing Desa dengan Kode Pos:
  1. Kecamatan Baturiti
    1. Kelurahan/Desa Angseri, Kode Pos: 82191
    2. Kelurahan atau Desa Antapan, Kode Pos: 82191
    3. Kelurahan atau Desa Apuan, Kode Pos: 82191
    4. Kelurahan atau Desa Bangli, Kode Pos: 82191
    5. Kelurahan atau Desa Batunya, Kode Pos: 82191
    6. Kelurahan atau Desa Baturiti, Kode Pos: 82191
    7. Kelurahan atau Desa Candikuning, Kode Pos: 82191
    8. Kelurahan atau Desa Luwus, Kode Pos: 82191
    9. Kelurahan atau Desa Mekarsari, Kode Pos: 82191
    10. Kelurahan atau Desa Perean, Kode Pos: 82191
    11. Kelurahan atau Desa Perean Kangin, Kode Pos: 82191
    12. Kelurahan atau Desa Perean Tengah, Kode Pos: 82191

  2. Kecamatan Kediri
    1. - Kelurahan/Desa Abian Tuwung, Kode Pos: 82121
    2. Kelurahan atau Desa Belalang, Kode Pos: 82121
    3. Kelurahan atau Desa Bengkel, Kode Pos: 82121
    4. Kelurahan atau Desa Beraban, Kode Pos: 82121
    5. Kelurahan atau Desa Buwit, Kode Pos: 82121
    6. Kelurahan atau Desa Cepaka, Kode Pos: 82121
    7. Kelurahan atau Desa Kaba-Kaba, Kode Pos: 82121
    8. Kelurahan atau Desa Kediri, Kode Pos: 82121
    9. Kelurahan atau Desa Nyambu, Kode Pos: 82121
    10. Kelurahan atau Desa Nyitdah, Kode Pos: 82121
    11. Kelurahan atau Desa Pandak Bandung, Kode Pos: 82121
    12. Kelurahan atau Desa Pandak Gede, Kode Pos: 82121
    13. Kelurahan atau Desa Pangkung Tibah, Kode Pos: 82121
    14. Kelurahan atau Desa Pejaten, Kode Pos: 82121
    15. Kelurahan atau Desa Banjar Anyar, Kode Pos: 82123)

  3. Kecamatan Kerambitan
    1. Kelurahan/Desa Batuaji, Kode Pos: 82161
    2. Kelurahan atau Desa Baturiti, Kode Pos: 82161
    3. Kelurahan atau Desa Belumbang, Kode Pos: 82161
    4. Kelurahan atau Desa Kelating, Kode Pos: 82161
    5. Kelurahan atau Desa Kerambitan, Kode Pos: 82161
    6. Kelurahan atau Desa Kesiut, Kode Pos: 82161
    7. Kelurahan atau Desa Kukuh, Kode Pos: 82161
    8. Kelurahan atau Desa Meliling, Kode Pos: 82161
    9. Kelurahan atau Desa Pangkung Karung, Kode Pos: 82161
    10. Kelurahan atau Desa Penarukan, Kode Pos: 82161
    11. Kelurahan atau Desa Samsam, Kode Pos: 82161
    12. Kelurahan atau Desa Sembung Gede, Kode Pos: 82161
    13. Kelurahan atau Desa Tibu Biu, Kode Pos: 82161
    14. Kelurahan atau Desa Timpag, Kode Pos: 82161
    15. Kelurahan atau Desa Tista, Kode Pos: 82161)

  4. Kecamatan Marga
    1. Kelurahan/Desa Batannyuh, Kode Pos: 82181
    2. Kelurahan atau Desa Beringkit, Kode Pos: 82181
    3. Kelurahan atau Desa Caubelayu, Kode Pos: 82181
    4. Kelurahan atau Desa Geluntung, Kode Pos: 82181
    5. Kelurahan atau Desa Kukuh, Kode Pos: 82181
    6. Kelurahan atau Desa Kuwum, Kode Pos: 82181
    7. Kelurahan atau Desa Marga, Kode Pos: 82181
    8. Kelurahan atau Desa Marga Dajan Puri, Kode Pos: 82181
    9. Kelurahan atau Desa Marga Dauh Puri, Kode Pos: 82181
    10. Kelurahan atau Desa Payangan, Kode Pos: 82181
    11. Kelurahan atau Desa Peken Belayu, Kode Pos: 82181
    12. Kelurahan atau Desa Petiga, Kode Pos: 82181
    13. Kelurahan atau Desa Selanbawak, Kode Pos: 82181
    14. Kelurahan atau Desa Tegaljadi, Kode Pos: 82181
    15. Kelurahan atau Desa Tua, Kode Pos: 82181)

  5. Kecamatan Penebel
    1. Kelurahan/Desa Babahan, Kode Pos: 82152
    2. Kelurahan atau Desa Biaung, Kode Pos: 82152
    3. Kelurahan atau Desa Buruan, Kode Pos: 82152
    4. Kelurahan atau Desa Jatiluwih, Kode Pos: 82152
    5. Kelurahan atau Desa Jegu, Kode Pos: 82152
    6. Kelurahan atau Desa Mengeste, Kode Pos: 82152
    7. Kelurahan atau Desa Penatahan, Kode Pos: 82152
    8. Kelurahan atau Desa Penebel, Kode Pos: 82152
    9. Kelurahan atau Desa Pesagi, Kode Pos: 82152
    10. Kelurahan atau Desa Pitra, Kode Pos: 82152
    11. Kelurahan atau Desa Rejasa, Kode Pos: 82152
    12. Kelurahan atau Desa Riang Gede, Kode Pos: 82152
    13. Kelurahan atau Desa Sangketan, Kode Pos: 82152
    14. Kelurahan atau Desa Senganan, Kode Pos: 82152
    15. Kelurahan atau Desa Tajen, Kode Pos: 82152
    16. Kelurahan atau Desa Tegalinggah, Kode Pos: 82152
    17. Kelurahan atau Desa Tengkudak, Kode Pos: 82152
    18. Kelurahan atau Desa Wongaya Gede, Kode Pos: 82152)

  6. Kecamatan Pupuan
    1. Kelurahan/Desa Bantiran, Kode Pos: 82163
    2. Kelurahan atau Desa Batungsel, Kode Pos: 82163
    3. Kelurahan atau Desa Belatungan, Kode Pos: 82163
    4. Kelurahan atau Desa Belimbing, Kode Pos: 82163
    5. Kelurahan atau Desa Jelijih Punggang, Kode Pos: 82163
    6. Kelurahan atau Desa Karya Sari, Kode Pos: 82163
    7. Kelurahan atau Desa Kebon Padangan, Kode Pos: 82163
    8. Kelurahan atau Desa Munduk Temu, Kode Pos: 82163
    9. Kelurahan atau Desa Padangan, Kode Pos: 82163
    10. Kelurahan atau Desa Pajahan, Kode Pos: 82163
    11. Kelurahan atau Desa Pujungan, Kode Pos: 82163
    12. Kelurahan atau Desa Pupuan, Kode Pos: 82163
    13. Kelurahan atau Desa Sanda, Kode Pos: 82163)

  7. Kecamatan Selemadeg
    1. Kelurahan/Desa Antap, Kode Pos: 82162
    2. Kelurahan atau Desa Bajera, Kode Pos: 82162
    3. Kelurahan atau Desa Bajera Utara, Kode Pos: 82162
    4. Kelurahan atau Desa Berembeng, Kode Pos: 82162
    5. Kelurahan atau Desa Manikyang, Kode Pos: 82162
    6. Kelurahan atau Desa Pupuan Sawah, Kode Pos: 82162
    7. Kelurahan atau Desa Selemadeg, Kode Pos: 82162
    8. Kelurahan atau Desa Serampingan, Kode Pos: 82162
    9. Kelurahan atau Desa Wanagiri, Kode Pos: 82162
    10. Kelurahan atau Desa Wanagiri Kauh, Kode Pos: 82162)

  8. Kecamatan Selemadeg Barat
    1. - Kelurahan/Desa Angkah, Kode Pos: 82162
    2. Kelurahan atau Desa Antosari, Kode Pos: 82162
    3. Kelurahan atau Desa Lalang Linggah, Kode Pos: 82162
    4. Kelurahan atau Desa Lumbung, Kode Pos: 82162
    5. Kelurahan atau Desa Lumbung Kauh, Kode Pos: 82162
    6. Kelurahan atau Desa Mundeh, Kode Pos: 82162
    7. Kelurahan atau Desa Mundeh Kangin, Kode Pos: 82162
    8. Kelurahan atau Desa Mundeh Kauh, Kode Pos: 82162
    9. Kelurahan atau Desa Tiying Gading, Kode Pos: 82162)

  9. Kecamatan Selemadeg Timur
    1. - Kelurahan/Desa Bantas, Kode Pos: 82162
    2. Kelurahan atau Desa Beraban, Kode Pos: 82162
    3. Kelurahan atau Desa Dalang, Kode Pos: 82162
    4. Kelurahan atau Desa Gadung Sari, Kode Pos: 82162
    5. Kelurahan atau Desa Gadungan, Kode Pos: 82162
    6. Kelurahan atau Desa Gunung Salak, Kode Pos: 82162
    7. Kelurahan atau Desa Mambang, Kode Pos: 82162
    8. Kelurahan atau Desa Megati, Kode Pos: 82162
    9. Kelurahan atau Desa Tangguntiti, Kode Pos: 82162
    10. Kelurahan atau Desa Tegal Mengkeb, Kode Pos: 82162)

  10. Kecamatan Tabanan
    1. - Kelurahan/Desa Dauh Peken, Kode Pos: 82111
    2. Kelurahan atau Desa Wanasari, Kode Pos: 82111
    3. Kelurahan atau Desa Bongan, Kode Pos: 82112
    4. Kelurahan atau Desa Delod Peken, Kode Pos: 82113
    5. Kelurahan atau Desa Dejan Peken, Kode Pos: 82114
    6. Kelurahan atau Desa Buahan, Kode Pos: 82115
    7. Kelurahan atau Desa Denbantas, Kode Pos: 82115
    8. Kelurahan atau Desa Gubug, Kode Pos: 82115
    9. Kelurahan atau Desa Sesandan, Kode Pos: 82115
    10. Kelurahan atau Desa Subamia, Kode Pos: 82115
    11. Kelurahan atau Desa Sudimara, Kode Pos: 82115
    12. Kelurahan atau Desa Tunjuk, Kode Pos: 82115)

Bali - Kabupaten Bangli

Menurut Prasasti Pura Kehen kini tersimpan di Pura Kehen, diceritakan bahwa pada zaman silam didesa Bangli berkembang wabah penyakit yang disebut kegeringan yang menyebabkan banyak penduduk meninggal.Penduduk lainnya yang masih hidup dan sehat menjadi ketakutan setengah mati,sehinnga mereka berbondong-bondong meninggalkan desa guna menghindari wabah tersebut. Akibatnya Desa Bangli menjadi kosong karena tidak ada seorangpun yang berani tinggal disana.

Raja Ida Bhatara Guru Sri Adikunti Ketana yang bertahta kala itu dengan segala upaya berusaha mengatasi wabah tersebut. Setelah keadaan pulih kembali sang raja yang kala itu bertahta pada tahun Caka 1126, tanggal 10 tahun Paro Terang,hari pasaran Maula,Kliwon,Chandra (senin), Wuku Klurut tepatnya tanggal 10 Mei 1204, memerintahkan kepada putra-putrinya yang bernama Dhana Dewi Ketu agar mengajak penduduk ke Desa Bangli guna bersama-sama membangun memperbaiki rumahnya masing-masing sekaligus menyelenggarakan upacara/yadnya pada bulan Kasa, Karo, katiga, Kapat, Kalima, Kalima, Kanem, Kapitu, kaulu, Kasanga, Kadasa, Yjahstha dan Sadha.

Disamping itu beliau memerintahkan kepada seluruh pendududk agar agar menambah keturunan di wilayah Pura Loka Serana di Desa Bangli dan mengijinkan membabat hutan untuk membuat sawah dan saluran air. Untuk itu pada setiap upacara besar penduduk yang ada di Desa Bangli harus sembahyang. Pada saat itu juga, tanggal 10 Mei 1204, Raja Idha Bhatara Guru Sri Adikunti Katana mengucapkan pemastu yaitu:

“Barang siapa yang tidak tunduk dan melanggar perintah, semoga orang itu disambar petir tanpa hujan atau mendadak jatuh dari titian tanpa sebab, mata buta tanpa catok, setelah mati arwahnya disiksa oleh Yamabala, dilempar dari langit turun jatuh ke dalam api neraka”.

Bertitik tolak dari titah-titah Sang Raya yang dikeluarkan pada tanggal 10 Mei 1204, maka pada tanggal tersebut ditetapkan sebagai Hari Lahirnya Kota Bangli.

Sejarah Kerajaan Bangli

Tersebut empat para Hyang bersaudara bernama Sanghyang Angsanabra (Sekar Angsana) di Gelgel, Sanghyang Subali di Gunung Tolangkir, Sanghyang Aji Rembat di Pura Kentel Gumi. Sanghyang Mas Kuning di Giri Lor Abang. Sanghyang Subali pergi ke jurang Melangit menciptakan air suci yang harum (Tirta Harum) pada hari Selasa, Kliwon, Julungwangi, purnama bulan keempat.

Kemudian Sanghyang Subali mendirikan taman yang indah di sebelah barat laut Tirta Arum, diberi nama Taman Bali.Kemudian Sanghyang Subali menyerahkan Tirta Arum dari Taman itu kepada Sanghyang Aji Rembat. Sanghyang Subali moksa, menghadap Sanghyang Wisnu Bhuana memohon seorang anak, diberi nama Sang Angga Tirta.

Puri Susut Bangli

Anak tersebut diletakkan pada saluran air (pancuran) di Tirta Arum. Sanghyang Aji Rembat memungut bayi tersebut. Dan menerima wahyu, (sabda angkasa) dari Sanghyang Subali, bahwa anak itu adalah anugrah Dewa Wisnu bernama Angga Tirta dan kemudian agar diberi nama Sang Anom. 

Anak tersebut diupacarai oleh Sanghyang Aji Rembat dan berdiam di pura Agung Guliang. Tersebut bahwa Sanghyang Angsana di Gelgel mempunyai seorang putri bernama Dewa Ayu Mas Dalem. Sering terserang penyakit, kemudian sembuh berkat pengobatan Sanghyang Aji Rembat di asramnya.

Terjadi hubungan gelap (seperti suami istri) antara Sang Anom dengan Dewa Ayu Mas Dalem. Dewa Ayu Mas Dalem diantar ke Gelgel, Segera Sanghyang Sekar Angsana mengusut putrinya karena menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Sang putri mengaku terus terang berkat hubungannya dengan Sang Anom.

Sanghyang Sekar Angsana mengirim pasukan untuk menyerang ke Pura Agung Guliang, menangkap Sang Anom namun gagal, Sang Anom tidak dijumpai. Sang Anom melarikan diri ke Alas Jarak Bang kemudian desa itu disebut Jagat Bali. Pengejaran terus dilakukan dan Sang Anom tertangkap dan dibawa ke Gelgel.

Sanghyang Aji Rembat amat kecewa, melaporkan hal itu secara gaib kepada Sanghyang Sekar Angsana di Gelgel perihal riwayat Sang Anom serta pantas menjadi suami Dewa Ayu Mas Dalem. Pernikahan pun segera dilakukan. Kembali ke Pura Agung Guliang. Kemudian lahir seorang putra diberi nama Korda Anom Oka Den Bancingah.

Korda Anom Oka Den Bancingah berputra I Dewa Garba Jata. I Dewa Garba Jata berputra I Dewa Ngurah Den Bancingah. I Dewa Ngurah Den Bancingah menikah dengan putri Dalem (?) di Dasar Gelgel berputra Cokorda Den Bancingah, Cokorda Den Bancingah berputra I Dewa Pamecutan; I Dewa Pulasari, I Dewa Batanwani, I Dewa Tangeb, I Dewa Mundung, I Dewa Beranjingan, I Dewa Auman. I Dewa Pamecutan berputra I Dewa Gde Pering pindah ke Nyalian, I Dewa Kaler di Taman Bali, I Dewa Pindi pindah ke Gagahan, I Dewa Perasi di Gada, yang bungsu (= pingajeng) I Dewa Gde Ngurah bertahta di Taman Bali.

I Dewa Gde Pering memohon pada ayahnya untuk membawa Keris "Ki Lobar" ke Nyalian sebagai tanda kebesaran. Permohonannya itu dapat dikabulkan, segera dibawa ke Nyalian. Nyalian dan Taman Bali pun aman dan sentosa. I Dewa Gde Ngurah penguasa Taman Bali mengirim utusan untuk membunuh I Gusti Paraupan di Bangli. Tetapi karena kesaktian I Gusti Paraupan, maka utusan itu menyampaikan niatnya terang-terangan.

I Gusti Paraupan kembali memerintahkan untuk membunuh I Dewa Gde Ngurah, dengan catatan bila berhasil akan dijadikan penguasa di Taman Bali. Terjadi perkelahian antara I Dewa Gde Ngurah dengan kedua utusannya yang disuruh membunuh I Gusti Paraupan. Keduanya mati dan I Dewa Gde Ngurah menderita luka- luka. I Dewa Kaler putra I Dewa Gde Ngurah tidak membantunya. I Dewa Gde Ngurah dalam keadaan sakit karena luka-luka dirawat oleh para istri dan lain-lainnya.

Pada saat-saat demikian salah seorang istri I Dewa Gde Ngurah berbuat serong (abamia) dengan I Dewa Kaler. Diperintahkan untuk membunuh I Dewa Kaler dan istrinya yang serong itu. Namun tidak diijinkan oleh Dalem Gelgel. Hanya derajat kebangsawanannya diturunkan menjadi Pungakan, kemudian bernama Pungakan Bagus atau Pungakan Den Yeh, I Dewa Gde Ngurah meninggal dunia digantikan oleh putranya bernama I Dewa Gede Ngurah Anom Oka.

Ia tahu sebab kematian ayahnya karena upaya I Gusti Paraupan. Maka bersama keluarga dan pemuka-pemuka serta rakyatnya mengadakan serangan balasan ke Bangli (I Gusti Paraupan). Terjadi peperangan antara Bangli dengan Taman Bali yang dibantu oleh I Dewa Pering (=Nyalian). Bangli kalah, gugurnya I Gusti Paraupan, Ki Lurah Dawuh Waringin, Ki Lurah Dawuh Pamamoran, Maka I Dewa Perasi diangkat sebagai penguasa di Bangli dibantu/ didampingi oleh sanak keluarganya antara lain I Dewa Tangeb, I Dewa Batan Wani, I Dewa Pulasari.

Lama kelamaan ganti berganti keturunan I Dewa Gde Perasi menjadi raja Bangli. Salah seorang raja bernama I Dewa Kompiang Perasi mempunyai seorang-anak wanita bernama Dewa Ayu Den Bancingah. Maka mengangkat menantu, putra raja Taman Bali, bernama I Dewa Gde Anom Rai. Raja Taman Bali I Dewa Gde Raka, kakak I Dewa Gede Anom Rai. Bangli dan Taman Bali aman sentosa. I Dewa Gde Anom Rai dengan Dewa Ayu Den Bancingah berputra seorang wanita bernama Dewa Ayu Comel. I Dewa Gede Anom Rai mengambil istri lagi, dan amat terikat hati beliau kepadanya. I Dewa Gde Oka/ cucu I Dewa Gde Tangkeban dinikahkan dengan I Dewa Ayu Comel, menggantikan tahta di Bangli.

Tetapi pernah berbuat serong (seperti suami istri) dengan ibu mertuanya. I Dewa Gde Anom Rai berusaha untuk membunuh Dewa Ayu Den Bancingah, tetapi gagal. Dan terbalik Dewa Ayu Den Bancingah kini berusaha untuk membunuh I Dewa Gede Anom Rai, berbagai siasat dilakukan, dan seorang petugas/ algojo bernama Ida Waneng Pati (brahmana Kemenuh) berhasil masuk ke peraduannya, tetapi tidak mempan senjatanya.

Hanya senjata Dewa Ayu Den Bancingah yang sanggup mencabut nyawa I Dewa Gede Anom Rai. Dukuh Suladri (turunan Sirarya Rembat) mempunyai anak dua orang wanita. Ki Dukuh kedatangan seorang laki-laki dari Majapahit anak Sri Aji Ayu Murub. Anak laki-laki tersebut diajak menetap di ashram Dukuh Suladri dan dikawinkan dengan putrinya yang sulung, putri yang kedua menikah dengan raja/ Dalem di Gelgel.

Dalem memberikan iparnya (menantu Dukuh Suladri di Padukuhan) rakyat dua ratus orang, pada akhirnya mengurusi rakyat lima ratus orang. Putri Ki Dukuh menjadi istri Dalem mempunyai seorang anak wanita bernama I Dewa Ayu Den Bancingah kemudian bersuamikan anak dari Kanca di Padukuhan beribu putrinya Ki Dukuh, Mereka menetap di Gelgel di sebelah utara istana.

Kemudian pindah ke Nyalian membawa Ki Lobar, karena di Gelgel terjadi perebutan kekuasaan oleh Anglurah Agung. Terjadi perebutan kekuasaan di Gelgel oleh Anglurah Agung, Dalem mengungsi ke Guliang, dan wafat di sana. Seorang putranya pindah ke Singarsa dengan pengiring 150 orang, berkat kesetiaan Lurah Singarsa.

Dari Singarsa (Sidemen) direncanakan perebutan kembali kerajaan Gelgel atas prakarsa bekas punggawa dari Gelgel (?) dengan Lurah Singarsa, minta bantuan ke Buleleng dan Badung, kemudian dilakukan pengepungan dari beberapa penjuru, terjadi peperangan sengit, Anglurah Agung mengalami kekalahan. I Dewa Den Bancingah dengan gelar I Dewa Gde Tangkeban tetap bertahta di Nyalian. Dalem (raja) Smarajaya meminta kembali keris Ki Lobar.

I Dewa Gde Tangkeban, mengadakan perundingan dengan I Dewa Gde Rai (Bangli) dan I Dewa Gede Oka (Taman Bali) , dikuatkan dengan sumpah setia mereka tidak akan mengembalikan Ki Lobar dengan catatan berani menanggung segala resiko. Dalem Smarajaya tetap menuntut keris itu agar dikembalikan. Namun I Dewa Gde Tangkeban tetap pada pendiriannya semula.

Akhirnya terjadi peperangan antara Smarawijaya melawan Nyalian Bangli dan Taman Bali tidak menepati perjanjian. I Dewa Gde Tangkeban mengalami kekalahan, Sebelum meninggal sempat mengutuk raja Taman Bali dan Bangli, dan memotong ujung keris (Ki Lobar), merestui putranya yang bernama I Dewa Gde Oka agar menyerang Taman Bali dan Bangli. Lalu I Dewa Gde Oka mengamuk membabibuta di puri Nyalian. Banyak jatuh korban. Akhirnya ia juga meninggal berkat Ida Bagus Made Gelgel, namun Ida Bagus Made Gelgel meninggal pula.

Ki Sedahan Kasub yang berperang dalam istana, mengumpulkan mayat- mayat dan harta benda, kesudahannya juga mati terbunuh, Maka daerah I Dewa Gede Tangkeban mutlak ditaklukkan oleh Sri Aji Dalem di Smarajaya dengan bantuan Raja Karangasem dan Gianyar.

Kutukan I Dewa Gde Tangkeban meresap di Bangli dan Tamanbali, akhirnya terjadi perang saudara. Raja Bangli terbunuh oleh istrinya sendiri, Dewa Ayu Den Bancingah bertahta di Bangli I Dewa Gde Tangkeban, putra I Dewa Gde Oka (yang mengamuk di Nyalian) cucu I Dewa Gede Tangkeban demikian turun temurun. Lama kelamaan terjadi perlawanan dan Bangli (I Dewa Gde Oka Tangkeban) dengan Tamanbali (I Dewa Gde Oka) dibantu oleh Gianyar (I Dewa Manggis) pasukan Gianyar dipimpin oleh Cokorda di Mas.

Pasukan Tamanbali kalah dengan gugurnya Cokorda Mas dan I Dewa Gede Oka raja Tamanbali. Dilanjutkan dengan susunan sila- sila keturunan I Dewa Gde Tangkeban yang masih hidup di desa-desa. Raja Tamanbali yang telah wafat meninggalkan seorang putra bernama I Dewa Sukawati, dan bermukim di Tumuhun, berputra lima orang. Dilanjutkan dengan sila-sila keturunan. Riwayat I Dewa Putu Sekar, yang semula di Nusa Penida.

Kemudian kembali menjadi kepercayaan raja Bangli (I Dewa Gede Tangkeban) ditempatkan di Susut, putra- putra yang di Nusa Penida I Dewa Gde Dauh dan I Dewa Gde Dangin kemudian menjadi kepercayaan raja Tabanan ditempatkan di desa Jelijih, lama kelamaan mendirikan Pura Aseman. Selanjutnya mempunyai keturunan. kemudian dalam peperangan Tabanan melawan Badung dan Mengwi I Dewa Gde Dangin gugur karena pihak Tabanan kalah, putra- putranya pindah ke Jembrana, I Dewa Gde Dauh tetap di Jelijih bersama anak-anaknya.



Berikut adalah daftar Kecamatan terdapat di kabupaten Bangli beserta masing-masing Desa dengan Kode Pos:
  1. Kecamatan Bangli
    1. Kelurahan atau Desa Kubu, Kode Pos: 80611
    2. Kelurahan atau Desa Landih, Kode Pos: 80611
    3. Kelurahan atau Desa Cempaga, Kode Pos: 80612
    4. Kelurahan atau Desa Kawan, Kode Pos: 80613
    5. Kelurahan atau Desa Bebalang, Kode Pos: 80614
    6. Kelurahan atau Desa Bunutin, Kode Pos: 80614
    7. Kelurahan atau Desa Kayubihi, Kode Pos: 80614
    8. Kelurahan atau Desa Pengotan, Kode Pos: 80614
    9. Kelurahan atau Desa Taman Bali, Kode Pos: 80614

  2. Kecamatan Kintamani
    1. Kelurahan atau Desa Abang Songan, Kode Pos: 80652
    2. Kelurahan atau Desa Abuan, Kode Pos: 80652
    3. Kelurahan atau Desa Awan, Kode Pos: 80652
    4. Kelurahan atau Desa Bantang, Kode Pos: 80652
    5. Kelurahan atau Desa Banua, Kode Pos: 80652
    6. Kelurahan atau Desa Batu Dinding, Kode Pos: 80652
    7. Kelurahan atau Desa Batukaang, Kode Pos: 80652
    8. Kelurahan atau Desa Batur Selatan, Kode Pos: 80652
    9. Kelurahan atau Desa Batur Tengah, Kode Pos: 80652
    10. Kelurahan atau Desa Batur Utara, Kode Pos: 80652
    11. Kelurahan atau Desa Bayungcerik, Kode Pos: 80652
    12. Kelurahan atau Desa Bayunggede, Kode Pos: 80652
    13. Kelurahan atau Desa Belancan, Kode Pos: 80652
    14. Kelurahan atau Desa Belandingan, Kode Pos: 80652
    15. Kelurahan atau Desa Belanga, Kode Pos: 80652
    16. Kelurahan atau Desa Belantih, Kode Pos: 80652
    17. Kelurahan atau Desa Binyan, Kode Pos: 80652
    18. Kelurahan atau Desa Bonyoh, Kode Pos: 80652
    19. Kelurahan atau Desa Buahan, Kode Pos: 80652
    20. Kelurahan atau Desa Bunutin, Kode Pos: 80652
    21. Kelurahan atau Desa Catur, Kode Pos: 80652
    22. Kelurahan atau Desa Daup, Kode Pos: 80652
    23. Kelurahan atau Desa Dausa, Kode Pos: 80652
    24. Kelurahan atau Desa Gunungbau, Kode Pos: 80652
    25. Kelurahan atau Desa Katung, Kode Pos: 80652
    26. Kelurahan atau Desa Kedisan, Kode Pos: 80652
    27. Kelurahan atau Desa Kintamani, Kode Pos: 80652
    28. Kelurahan atau Desa Kutuh, Kode Pos: 80652
    29. Kelurahan atau Desa Langgahan, Kode Pos: 80652
    30. Kelurahan atau Desa Lembean, Kode Pos: 80652
    31. Kelurahan atau Desa Mangguh, Kode Pos: 80652
    32. Kelurahan atau Desa Manikliyu, Kode Pos: 80652
    33. Kelurahan atau Desa Mengani, Kode Pos: 80652
    34. Kelurahan atau Desa Pengejaran, Kode Pos: 80652
    35. Kelurahan atau Desa Pinggan, Kode Pos: 80652
    36. Kelurahan atau Desa Satra, Kode Pos: 80652
    37. Kelurahan atau Desa Sekaan, Kode Pos: 80652
    38. Kelurahan atau Desa Sekardadi, Kode Pos: 80652
    39. Kelurahan atau Desa Selulung, Kode Pos: 80652
    40. Kelurahan atau Desa Serahi, Kode Pos: 80652
    41. Kelurahan atau Desa Siyakin, Kode Pos: 80652
    42. Kelurahan atau Desa Songan A, Kode Pos: 80652
    43. Kelurahan atau Desa Songan B, Kode Pos: 80652
    44. Kelurahan atau Desa Subaya, Kode Pos: 80652
    45. Kelurahan atau Desa Sukawana, Kode Pos: 80652
    46. Kelurahan atau Desa Suter, Kode Pos: 80652
    47. Kelurahan atau Desa Terunyan, Kode Pos: 80652
    48. Kelurahan atau Desa Ulian, Kode Pos: 80652

  3. Kecamatan Susut
    1. Kelurahan atau Desa Abuan, Kode Pos: 80661
    2. Kelurahan atau Desa Apuan, Kode Pos: 80661
    3. Kelurahan atau Desa Demulih, Kode Pos: 80661
    4. Kelurahan atau Desa Pengiangan, Kode Pos: 80661
    5. Kelurahan atau Desa Penglumbaran, Kode Pos: 80661
    6. Kelurahan atau Desa Selat, Kode Pos: 80661
    7. Kelurahan atau Desa Sulahan, Kode Pos: 80661
    8. Kelurahan atau Desa Susut, Kode Pos: 80661
    9. Kelurahan atau Desa Tiga, Kode Pos: 80661

  4. Kecamatan Tembuku
    1. Kelurahan atau Desa Bangbang, Kode Pos: 80671
    2. Kelurahan atau Desa Jehem, Kode Pos: 80671
    3. Kelurahan atau Desa Peninjoan, Kode Pos: 80671
    4. Kelurahan atau Desa Tembuku, Kode Pos: 80671
    5. Kelurahan atau Desa Undisan, Kode Pos: 80671
    6. Kelurahan atau Desa Yangapi, Kode Pos: 80671

Bali - Kabupaten Klungkung

Pengungkapan sejarah Klungkung dalam periode tertentu yaitu dari Smarapura sampai Puputan Klungkung , berlangsung selama 222 tahun diharapkan dapat membuka bidang penelitian dan penulisan sejarah lokal Indonesia. Kerajaan Klungkung berdiri bersamaan dengan dibangunnya kroton Smarapura tahun 1686 dan diakhiri dengan Puputan Klungkung tahun 1908 sebagai Kerajaan terakhir di Bali yang melakukan perlawanan dengan cara puputan dalam mempertahankan eksistensinya sebagai kerajaan yang merdeka terhadap meluasnya praktek politik kolonial Belanda di Nusantara. Dengan mengungkap sejarah Klungkung secara perosesual dan secara struktural maka kerangka sejarah lokal di indonesia akan makin tampak variasinya disetiap lokal. Tiap - tiap lokal memiliki cara - caranya sendiri untuk membangun kerajaannya dan kemudian mengadakan perlawanan terhadap kolonialisme di Indonesia.

Beberapa permasalahan yang telah diajukan pada bab pendahuluan perlu diberikan kerangka pemecahan. Pengungkapan masalah-masalah proses berdirinya kerajaan Klungkung, struktur pemerintahan kerajaan, hubungan kerajaan Klungkung terhadap kolonialisme Belanda, semuanya bertuijuan ingin memahami sikap para pelaku sejarah kerajaan atau dinamika intern kerajaan Klungkung pada jamannya. Di situ tampak juga sikap- sikap yang reaktip dan selektip pada jamannya. Ia akan terikat kepada tiga dimensi waktu yaitu waktu lampau, waktu sekarang, dan waktu yang akan datang.

Dua makna dapat dipetik dari pengungkapan sejarah Klungkung dalam kesimpulan ini dan sekaligus dimaksud untuk memberi pemecahannya, yaitu sejarah Klungkung dalam kerangka sejarah Indonesia, dan sejarah Klungkung adalah satu bentuk kepribadian bangsa Indonesia. Makna pertama menitik beratkan kepada dimensi waktu lampau untuk memetik niali-nilai historis dalam konteks sejarah Indonesia. Sedangkan makna ke dua lebih menekankan pada dimensi waktu sekarang dan yang akan datang untuk memetik nilai-nilai di dalam sejarah Klungkung terutama nilai puputan sebagai satu bentuk kepribadian bangsa Indonesia yang bermanfaat dalam mengisi kemerdekaan dengan segala aktivis yang dilancarkan seperti pembangunan danmodernisasi itu sendiri. Oleh karena pembangunan dan modernisasi yang diterapkan senantiasa mempunyai implikasi etis, maka perlu dikembangkan pembangunan dan modernisasi yang berwajah manusiawi. Salah satu nilai manusiawi atau kepribadian nasional dapat digaliu dari sejarah daerahnya.



Sejarah Klungkung dalam kerangka sejarah Indoneia.

Wilayah Indonesia tidak merupakan konteks historis yang statis. Sebagai rangkaian hubungan-hubungan menunjukkan dinamika yang disebabkan oleh penggeseran dalam hubungan antara daerah-daerah. Konfigurasi antar daerah inilah yang menjadi kerangka sejarah Indonesia sebagai kesatuan. Sementara itu tidak boleh diabaikan kekuatan-kekuatan historis yang datang dari luar sebagai akibat dari rantai hubunmgan komersial selama periode V. O. C. dan kemudian perluasan kekuasaan Hindia Belanda yang berpusat di Batavia. Apabila kita melihat darerah perdagangan budak sebagai suatu unit fungsional, maka wilayah kerajaan Klungkung menjadi sub unit dari hubungan komersial pada jamannya. Begitu juga apabila dilihat raksi-reaksi yang muncul berupa perlawanan yang dilakukan kerajaan Klungkung baik pada waktu Perang Kusamba tahun 1849 maupun Puputan Klungkung tahun 1908 sebagai unit fungsional, maka wilayah kerajaan Klungkung menjadi sub unit dari sejarah Indonesia sebagai unit.

Sesuai dengan perspektif Indonesiasentris yang muncul, terutama hendak menempatkan peranan bangsa Indonesia sendiri sebagai fokus proses sejarah, maka peranan kerajaan Klungkung selama 222 tahun beserta rangkaian historis yang melekat padanya tidak bisa diabaikan dari konteks sejarah Indonesia. Dapat dikatakan bahwa pada tingkat lokal seperti di Klungkung praktek politik kolonial tampak dengan jelas. Dinamika interen kerajaan Klungkung tampak jelas dalam sikapknya yang reaktip dan selektip dengan perlawanan yang dilakukan terhadap praktek - praktek politik kolonial Belanda. Dalam hubungan ini persoalan yang menarik ialah bagaimana kesatuan sosio-kultural kerajaan Klungkung mempertahankan dirinya dalam menghadapi pengaruh-pengaruh dari luar, kolonialisme Belanda.

Dengan pendekatan struktural dapat diungkapkan bahwa sebelum periode kolonial, kerajaan Klungkung memiliki sistem sosio-kulturalnya sendiri yang banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur Hindu dan tradisi Majapahit. Sedangkan selama periode kolonial yang ditandai oleh hubungan-hubungan dan intervensi kekuasaan kolonial yang semakin intensif, maka sejarah Klungkung berfokus pada aktivitas perlawanan kerajaan Klungkung terhadap kolonialisme .

Sebagai sebuah kerajaan secara struktur tampak unsur-unsur yang saling mengait di dalamnya. Hubungan antara kepemimpinan raja, Dewa Agung sebagai penjelmaan Wisnu [ gusti ] dengan rakyat [ kaula ] atau bagawanta [ surya ] dengan raja dan rakyatnya [ sisya ]. Stratifikasi sosial yang dipengaruhi oleh Hinduisme dengan pembagian yang mirip dengan kasta-kasta di India. Tradisi-tradisi kerajaan seperti ;tawan karang, mesatia, penobatan raja, hubungan dengan kerajaan-kerajaan laiannya, kerja sama antara kerajaan-kerajaan Bali dalam menghadapi musuh dari luar, hubungan kerajaan Klungkung dengan pemerintah Hindia Belanda . Tradisi -tradisi Majapahit seperti pusaka-pusaka keraton seperti keris dan tombak, asal usul keturunan raja bersal dari Majapahit.

Masayarakat kerajaan tradisional di Klungkung ternyata memperlihatkan cirri-ciri masyarakat yang bertingkat-tingkat sesuai dengan golongan-golongan yang ada. Golongan sebagai unsure justru memperlihatkan saling terkaitnya antara golongan dalam pelbagai bidang kehidupan dan secara bersama-sama membentuk satu struktur. Dalam situasi sosio-kultural seperti inilah kelompok elite yang memimpin tumbuh dan dibesarkan serta berpengaruh di masyarakat. Pengaruh yang sangat kuat tampak jelas dalam peran yang dimainkan oleh elite politik dan religius senantiasa bias dikembalikan pada golongan brahmana. Raja-raja yang memerintah sampai raja terakhir yaitu Dewa Agung Jambe dengan para kerabatnya yang memegang kekuasaan disatu pihak dan Bagawanta dipihak lain memiliki posisi sentral dalam pemerintahan di Klungkung, Posisi sentral kelompok pemimpin ini diperkuat lagi dengan adanya bentuk-bentuk kepercayaan yang bersifat magis. Kepercayaan terhadap kekuatan magis dan kitos tentang tokoh pemimpin terutama sangat menonjol sekitar pribadi raja, Dewa Agung, yang dianggap sebagai penjelmaan Wisnu. Benda-benda pusaka seperti keris, tombak dan meriam I Seliksik memegang peranan penting dalam menamhbah kewibawaan raja, yang memerintah.

Cara bertahan dan melawan kerajaan Klungkung terutama terhadap ekspedisi-ekspedisi militer Belanda tidak bias dicari dalam kondisi fisiknya saja, tetapi harus dicari juga dalam kondisi non fisik yang meliputi ideology dan system kepercayaan, kondisi politik, ekonomi dan social budaya kerajaan, kepemimpinan, pengerahan laskar dan sebagainya. Kondisi-kondisi tersebut saling kait mengait dan telah mematangkan situasi untuk kemudian meletus menjadi perlawanan yang amat spontan.

Kondisi politik yang telah mematangkan situasi perlawanan ialah usaha-usaha untuk mengurangi9 dan menyerahkan kedaulatan kerajaan Klungkung ke dalam wilayah Hindia Belanda, seperti perjanjian tahun 1841 yang disodorkan oleh Gubernemen Belanda kepada Dewa Agung di Klungkung. Dua Tahun kemudian yaitu pada tanggal 24 Mei 1843 diadakan perjanjian penghapusan tradisi tawan karang kerajaan Klungkung. Perjanjian ini telah menimbulkan rasa tidak senang dikalangan pejabat kerajaan seperti Dewa Agung Istri Balemas, Dewa Ketut Agung, Anak Agung Made Sangging dan pengikutnya. Ditambah dengan sebab-sebab lainnya seperti perampasan dua buah kapal yang kandas di Bandar Batulahak (Kusamba)keterlibatan laskar Klungkung dalam perang antara Buleleng dengan Militer Belanda di Jagaraga Tahun 1848 - 1849 mempertajam permusuhan antara pihak Belanda dengan pihak kerajaan Klungkung. Permusuhan dan rasa tidak puas Dewa Agung Istri Balemas memuncak, dan akhirnya meletus menjadi perang terbuka yaitu perang Kusamba Tahun 1849. Pada perang itulah Jendral Michiels tewas sebagai pimpinan ekspedisi militer Belanda.

Yang menarik dari peristiwa perang Kusamba menurut sumber penulis Belanda ialah munculnya tokoh wanita yaitu Dewa Agung Istri Balemas sebagai seorang sebagai seorang wanita yang sangat benci dan menentang intervensi Belanda dan ia dianggap pemimpin golongan yang senantiasa menggagalkan perjanjian perdamaian dengan pihak Belanda. Beberapa wanita di daerah-daerah lainnya di Nusantara yang termasuk yang termasuk tipe wanita seperti Dewa Agung Istri Balemas yang menarik perhatian penulis Belanda justru karena mereka melawan, menentang Belanda dapat disebutkan seperti Cut Nyak Dien dan Cut Meutia di Aceh, R A Nyai Ageng Serang di Jawa Tengah dan Martha Christina Tiahahu di Maluku.

Diawal Abad ke - 20 disodorkan lagi perjanjian tentang Tapal Batas antara Kerajaan Gianyar dengan Kerajaan Klungkung, tepatnya pada tanggal 7 Oktober 1902. Setelah penandatanganan perjanjian Tapal Batas timbul perselisihan antara kerajaan Klungkung dengan Gubernemen mengenai Daerah Abeansemal, Vasal Kerajaan Klungkung yang berada di daerah kerajaan Gianyar. Dukungan raja Klungkung terhadap meletusnya perang Puputan di kerajaan Badung Tahun 1906 ditambah lagi menandatangani perjanjian tanggal 17 Oktober 1906 tentang kedaulatan Gubernemen atas kerajaan Klungkung menambah rasa benci dikalangan pembesar-pembesar kerajaan seperti Cokorda Gelgel dan Dewa Agung Smarabawa yang sejak semula menolak menandatangani kontrak politik itu. Perjanjian yang disebut terakhir ini telah menurunkan status kenegaraan dan politik kerajaan Klungkung sebagai sesuhunan raja-raja Bali. Hal ini memperkuat sikap menentang Dewa Agung dan kalangan pembesar kerajaan yang memuncak pada perlawanan Puputan Klungkung tahun 1908. Perjanjian ini menunjukkan bahwa intervensi Belanda makin kentara dirasakan oleh I Dewa Agung dan pembesar kerajaan. Pengurangan pemasukan bagi kas kerajaan dan pembatasanhak berniaga kerajaan dirasakan sangat merugikan kerajaan.

Kondisi social budaya tampak makin goyahnya nilai-nilai tradisi karena makin meluasnya pengaruh kehidupan barat. Penghapusan adat mesatia di kerajaan Klungkung pada tahun 1904 merupakan bukti makin meluasnya pengaruh kehidupan barat. Dewa Agung dan pembesar dan pembesar kerajaan Klungkung timbul rasa khawatir akan punahnya nilai-nilai kehidupan tradisional mereka. Dalam hal ini ikatan tradisional dalam bentuk ketaatan terhadap atasan (kawula Gusti) merupakan factor kuat bagi terlaksanannya ajakan untuk menentang dan melawan. Sistem kepercayaan yang sangat dipengaruhi oleh agama Hindu ternyata memegang peranan penting dan telah mewarnai tindakan perlawanan baik perang Kusamba maupun Puputan Klungkung. Kepercayaan terhadap karmapala mendorong para pengikut.



Sejarah Swecapura Gelgel

Dalem Ktut Ngulesir Raja Gelgel I

Pusat pemerintahan di Bali setelah pindah dari keraton Samprangan dipusatkan di Gelgel. Kraton tersebut diberi nama Sueca Pura. Afapun sebagai raja peretama di Kraton Sueca Pura amasih merupakan penerus dari dinasti Kepakisan yang turun temurun dari Majapahit. Beliau adalah I Dewa Ktut yang kemudian bergelar Dalem Ktut Ngulesir, karena dianggap sebagai pelanjut dinasti Kepakisan, maka raja ini juga bergelar Dalem Ktut Kresna Kepakisan yang memerintah selama kurang lebih 20 tahun ( 1380 - 1400) Menurut sumber-sumber tradisional, raja ini dikenal sebagai raja yang sangat tampan, karena diketahui memiliki tanda khusus (cawiri) berupa tahi lalat pada paha kanannya. Hal ini juga dianggap sebagai simbol kecakapan beliau di dalam memimpin rakyatnya. Bukti-bukti atau peninggalan Raja Dalem Ktut Ngulesir sebagai raja I di Gelgel sangat sulit ditemukan. Baik yang disebutkan oleh babad maupun sumber lainnya.

Dalemn Watu Enggong Raja Gelgel II

Setelah Dalem Ktut Ngulesir mangkat, maka pemerintah Gelgel digantikan oleh putra tertua beliau yang bergelar Dalem Watu Enggong atau sering disebut Dalem Waturenggong. Pemerintah Dalem Waturenggong merupakan puncak kebesaran atau jaman kemasan Kerajaan Bali. Karena pada jaman Dalem Waturenggong, wilayah kerajaan Bali sudah meluas sampai ke Sasak (lombok), Sumbawa, Balmbangan dan Puger. Dalem Waturenggong adalah raja yang sangat ditajuti oleh raja Pasuruan dan Raja Mataram.

Pemerintah Dalem Waturenggong pada abad XVI (sekitar tahun 1550 M ) merupakan awal lepasnya ikatan dan pengaruh Majapahit terhadap kerajaan Bali seiring runtuhnya kerajaan Majapahit oleh Kerjaan Islam.

Pada masa Dalem waturenggong inilah, pernah terjadi sengketa antara Gelgel dengan kerajaan Blambangan yang dikuasai oleh Dalem Juru yang dipicu karena penolakan lamaran dari Dalem Waturenggong terhadap Ni Gusti Ayu Bas Putrid Dalem Juru. Pertempuran sngitpun terjadi, laskar bali yang dipimpin oleh Patih Ularan berhasil membunuh Dalem Juru raja Blambangan. Mengenai kepastian tahun pemerintahan dan peninggalan raja Dalem Waturenggong di Gelgel maupun Klungkung sangat sulit ditemukan dari sumber babad beberapa naskah baru (yang masih harus diuji kebenarannya, koleksi AA Made Regeg Puri Anyar Klungkung, meyebutkan masa pemerintahan Dalem waturenggong disebut dalam angka tahun 1400 - 1500. Sedangkan naskah yang ditulis oleh I Dewa Gde Catra, Sidemen - Karangasem menyebutkan tahun 1460 -1552 M). Memang kedua sumber tersebut tidak berbeda jauh, tetapi masih perlu diteliti kesalahannya.

Dalem Bekung Raja Gelgel III

Raden Pangharsa yang kemudian bergelar Dalem Bekung adalah putra tertua Dalem Waturenggong yang akhirnya menjadi raja Gelgel yang ke 3, karena usianya masih sangat muda, maka pemerintahan sehari-hari di Gelgel diwakilkan kepada kelima pamannya yaitu Gedong Atha, I Dewa Nusa, I Dewa Pangedangan, I Dewa Anggungan, dan I Dewa Bangli.

Masa Pemerintahan Dalem Bekung adalah awal kesuraman kerajaan Gelgel. Karena pada masa pemerintahannya ini pula terjadi banyak masalah dan kesulitan. Kerajaan -kerajaan Gelgel di luar Bali yang pernah dikuasai Dalem Waturenggong satu per satu melepaskan diri. Pemberontakan juga terjadi di dalam kerajaan yang dilakukan oleh Gusti batan Jeruk atas ajakan dari I Dewa Anggungan yang tiada lain adalah pamannya sendiri, pemberontakan Batan Jeruk nyaris meruntuhkan Gelgel, sebelum Arya Kubon Tubuh yang masih setia kepada Dalem mampu memadamkan pemberontakan Batan Jeruk.

Dalem Segening Raja Gelgel IV

Setelah meredanya pemberontakan Batan Jeruk menyusul terjadinya pemberontakan yang dilakukan oleh Krian Pande sebagai pembalasan atas kegagalan Batan Jeruk. Dan pemeberontakan inipun dapat dipadamkan dengan terbunuhnya Kareian Pande, karena situasi mulai kacau, maka oleh pembesar Kerajaan Gelgel diangkatlah I Dewa Segening sebagai raja menggantikan kakaknya Dalem Bekung. I Dewa Segening kemudian bergelar Dalem Segening. Dengan sukarela dan ihklas Dalem Bekung menyerahkan tahta kepada adiknya karena merasa dirinya tidak mampu mengemban amanat dari leluhurnya.

Satu perubahan yang paling menonjol dari pemerintahan Dalem ZSegening adalah kembalinya kerajaan-kerajaan Sasak (Lombok), Sumbawa yang mengakui kekuasaan Gelgel. Dan satu hal yang penting adalah Dalem Segening mulai menyebarkan golongan ksatria Dalem hampir ke seluruh BAli. Dan gelar ksatria itupun sudah dibagi-bagi mulai status yang poaling tertinggi seperti Ksatria Dalem, ksatria predewa, kesatria prangakan dan ksatria prasanghyang..
Sama seperti halnya pemerintahan Gelgel terdahulu, hampir tidak ada peninggalan yang dapat diinformasikan baik berupa dokumentasi maupun benda lainnya oleh penyunting sebagai bukti kebesaran Gelgel.

Dalem Di Made Raja Gelgel V

Setelah masa pemerintahan Dalem Segening berakhir, akhirnya Gelgel diperintah oleh Dalem Di MAde sekaligus sebagai raja terakhir masa kerajaan Gelgel. Saat-saat damai yang pernah dirintis oleh Dalem Segening tidak dapat dipertahankan oleh Dalem Di Made. Hal ini disebabkan karena Dalem Di MAde terlalu memberikan kepercayaan yang berlebihan kepada pengabihnya I Gusti Agung Maruti. Sehingga pembesar-pembesar lainnya memilih untuk meninggalkan puri.

Hal inilah yang akhirnya dimanfaatkan oleh I Gusti Agung MAruti untuk menggulingkan pemerintahan Dalem Di Made. Usaha ini ternyata berhasil, Dalem Di Made beserta putra-putranya menyelamatkan diri ke desa Guliang diiring oleh sekitar 300 orang yang masih setia. Disinilah Dalem Di Made mendirikan keraton baru.

Hampir selama 35 tahun Gelgel mengalami kevakuman karena Dalem Di Made telah mengungsi ke Guliang (Gianyar). Sementara Maruti menguasai Gelgel. Hal ini justru membuat Bali terpecah-pecah yang mengakibatkan beberapa kerajaan bagian seperti Den Bukit, Mengwi, Gianyar, Badung, Tabanan, Payangan dan Bangli ikut menyatakan diri merdeka keadaan ini diperparah dengan wafatnya Dalem Di Made di keraton Guliang.

Dengan wafatnya Dalem Di Made, membuat para pembesar kerajaan menjadi tergugah untuk mengembalikan kerajaan kepada dinasti Kepakisan. Hal ini dipelopori oleh tiga orang pejabat keraton Panji Sakti, Ki Bagus Sidemen, dan Jambe Pile, mereka akhirnya menyusun strategi unuk menyerang Maruti yang berkuasa di Gelgel. Penyerangan dilakukan dari tiga arah secara serentak yang membuat Maruti dan pengikutnya tidak sanggup mempertahankan Gelgel. Maruti berhasil melarikan diri ke Jimbaran kemudian memilih memukim di Alas Rangkan.



Sejarah berdirinya Keraton Smarajaya Klungkung

Kemenangan terhadap I Gusti Agung Maruti telah membuat kharisma dan wibawa dinasti Kepakisan kembali pulih, maka untuk mengisi pemerintahan diangkatlah Sri Agung Jambe putra bungsu Dalem Di Made sebagai raja. Tetapi atas saran Ki Gusti Sidemen, pusat kerajaan tidak lagi di Gelgel, dan dipindahkan ke desa Klungkung dengan nama keraton smarajaya. Alasan perpindahan keraton ini diperkirakan karena keraton Sueca Pura Gelgel secara fisik sudah rusak akibat seringnya terjadi pemberontakan pada tahun 1651 Masehi, serta dianggap sudah tyidak memiliki wibawa lagi sebagai pusat pemerintahan. Kini semua pusaka-pusaka kebesaran dinasti Kepakisan yang dibawa dari Majapahit sudah dipegang oleh Sri Agung Jambe

Dewa Agung Jambe (sri Agung Jambe) raja Klungkung I

Satu hal yang menarik setelah kerajaan Gelgel dipindahkan ke Klungkung adalah, bahwa Sri Agung Jambe yang diangkat sebagai raja Klungkung I Tahun 1686 M lagi memakai gelar Dalem. Hal ini mengisyaratkan bahwa ada keinginan untuk nmelepaskan didi dari ikatan Majapahit, maka gelar yang mulia dipakai adalah Dewa Agung. Dengan demikian Sri Agung Jambe adalah raja I di Bali yang memakai gelar Dewa Agung dengan gelar Dewa Agung Jambe, yang berlaku terus untuk raja pengganti beliau, meskipun akhirnya setelah penghapusan gelar jawa peninggalan Gajah Mada ini telah berhasil, namun ada penurunan akan jumlah wilayah yang pernah dikuasai oleh leluhurnya pada jaman Gelgel. Tetapi setidaknya usaha untuk membuktikan diri sebagai raja yang otonom benar-benar sangat berhasil, selanjutnya dengan tidak ditemukannya angka tahun lamanya pemerintahan Dewa Agung Jambe sebagai raja Klungkung I, maka beliau digantikan oleh putra beliau bernama Dewa Agung Made.

Dewa Agung Made Raja Klungkung II

Dewa Made Agung adalah putra dari Dewa Agung Jambe yang dinobatkan sebagai raja II di Keraton Smarajaya Klungkung, tetapi informasi mengenai pemerintahan Dewa Agung Made ini hampir tidak pernah ditulis. Yang jelas berdasarkan bukti-bukti adanya penerus kepenguasaan, mencerminkan bahwa raja ini dapat memegang tampuk pemerintahan dengan baik.

Dewa Agung Dimadya Raja Klungkung III

Setelah berakhirnya pemerintahan Dewa Agung Made, maka beliau digantikan oleh putranya bernama Dewa Agung Dimadya sebagai raja III kerajaan Klungkung. Sama seperti ayahnya, informasi menganai pemerintahan ini juga sedikit sekali informasinya.

Dewa Agung Sakti Raja Klungkung IV

Sumber-sumber sejarah yang menyebutkan tentang pemerintahan Dewa Agung Sakti sebagai Raja Klungkung IV juga sulit ditemukan. Yang jelas beliau adalah putra dari Dewa Agung Dimadya. Mungkin pada masa pemerintahan raja-raja Klungkung yang sedikit informasinya ini, menandakan bahwa peranan beliau tidak terlalu menonjol. Dan mungkin juga disebabkan karena pada masa ini keadaan sangat stabil.

Dewa Agung Putra I ( Dewa Agung Putra Kusamba) Raja Klungkung V

Dewa Agung Sakti sebagai raja Klungkung ke -4, akhirnya digantikan oleh putranya yaitu Dewa Agung Putra I ( Dewa Agung Putra Kusamba ).

Dewa Agung Putra II

Dewa Agung Putra Balemas sebagai raja Klungkung ke-6 adalah putra dari Dewa Agung Putra Kusamba. Raja inilah yang mengawali benih konflik dengan pemerintah Belanda, dengan penandatanganan surat kontrak tahun 1841 Masehi.

Dewa Agung Istri Kanya Raja Klungkung VII

Dewa Agung istri Kanya adalah adik dari Dewa Agung Putra Balemas, yang akhirnya mengobarkan peristiwa perang Kusamba menentang intervensi Belanda (Mei sampai Juli 1849). Yang menonjol dari peristiwa ini adalah keberanian Dewa Agung Istri Kanya sebagai seorang raja perempuan yang disegani, dan yang menyebabkan gugurnya Jendral Michiels sebagai salah satu petinggi kompeni Belanda.

Dewa Agung Ktut Agung Raja Klungkung VIII

Raja Klungkung ke-8 ini merupakan putra bungsu Dewa Agung Sakti. Sebelum menjadi raja, beliau sangat berperan membantu Dewa Agung Istri kanya saat perang Kusamba sebagai Mangkubumi. Dengan keberaniannya pernah memimpin laskar Klungkung membantu Buleleng dalam perang Jagaraga di Den Bukit.

Dewa Agung Putra III (Betara Dalem Ring Rum ) Raja Klungkung IX

Riwayat Raja Klungkung ke -9 ini tidak banyak ditulis dalam berbagai sumber sejarah. Tetapi yang jelas beliau adalah satu-stunya raja Klungkung yang kembali memakai gelar Dalem.

Dewa Agung Jambe raja Klungkung X

Dewa Agung Jambe adalah raja Klungkung terakhir (putra dari betara Dalem Ring (Rum) yang gugur beserta seluruh keluarga puri, para bangsawan, dan laskar Klungkung saat terjadi perang Puputan melawan Kolonialisme Belanda pada tanggal 28 Apri 1908.



Berikut adalah daftar Kecamatan terdapat di kabupaten Karangasem beserta masing-masing Desa dengan Kode Pos:
  1. Kecamatan Banjarangkan
    1. Kelurahan/Desa Aan, Kode Pos: 80752
    2. Kelurahan/Desa Bakas, Kode Pos: 80752
    3. Kelurahan/Desa Banjarangkan, Kode Pos: 80752
    4. Kelurahan/Desa Bungbungan, Kode Pos: 80752
    5. Kelurahan/Desa Getakan, Kode Pos: 80752
    6. Kelurahan/Desa Negari, Kode Pos: 80752
    7. Kelurahan/Desa Nyalian, Kode Pos: 80752
    8. Kelurahan/Desa Nyanglan, Kode Pos: 80752
    9. Kelurahan/Desa Takmung, Kode Pos: 80752
    10. Kelurahan/Desa Tihingan, Kode Pos: 80752
    11. Kelurahan/Desa Timuhun, Kode Pos: 80752
    12. Kelurahan/Desa Tohpati, Kode Pos: 80752
    13. Kelurahan/Desa Tusan, Kode Pos: 80752

  2. Kecamatan Dawan
    1. - Kelurahan/Desa Besan, Kode Pos: 80761
    2. Kelurahan/Desa Dawan Kaler, Kode Pos: 80761
    3. Kelurahan/Desa Dawan Klod, Kode Pos: 80761
    4. Kelurahan/Desa Gunaksa, Kode Pos: 80761
    5. Kelurahan/Desa Kampung Kusamba, Kode Pos: 80761
    6. Kelurahan/Desa Kusamba, Kode Pos: 80761
    7. Kelurahan/Desa Paksebali, Kode Pos: 80761
    8. Kelurahan/Desa Pesinggahan, Kode Pos: 80761
    9. Kelurahan/Desa Pikat, Kode Pos: 80761
    10. Kelurahan/Desa Sampalan Klod, Kode Pos: 80761
    11. Kelurahan/Desa Sampalan Tengah, Kode Pos: 80761
    12. Kelurahan/Desa Sulang, Kode Pos: 80761

  3. Kecamatan Klungkung
    1. - Kelurahan/Desa Semarapura Tengah, Kode Pos: 80711
    2. Kelurahan/Desa Semarapura Kaja, Kode Pos: 80712
    3. Kelurahan/Desa Semarapura Kauh, Kode Pos: 80713
    4. Kelurahan/Desa Akah, Kode Pos: 80716
    5. Kelurahan/Desa Gelgel, Kode Pos: 80716
    6. Kelurahan/Desa Jumpai, Kode Pos: 80716
    7. Kelurahan/Desa Kamasan, Kode Pos: 80716
    8. Kelurahan/Desa Kampung Gelgel, Kode Pos: 80716
    9. Kelurahan/Desa Manduang, Kode Pos: 80716
    10. Kelurahan/Desa Satra, Kode Pos: 80716
    11. Kelurahan/Desa Selat, Kode Pos: 80716
    12. Kelurahan/Desa Selisihan, Kode Pos: 80716
    13. Kelurahan/Desa Semarapura Kangin, Kode Pos: 80716
    14. Kelurahan/Desa Semarapura Klod Kangin, Kode Pos: 80716
    15. Kelurahan/Desa Semarapura Klod/Kelod, Kode Pos: 80716
    16. Kelurahan/Desa Tangkas, Kode Pos: 80716
    17. Kelurahan/Desa Tegak, Kode Pos: 80716
    18. Kelurahan/Desa Tojan, Kode Pos: 80716

  4. Kecamatan Nusapedina
    1. - Kelurahan/Desa Batukandik, Kode Pos: 80771
    2. Kelurahan/Desa Batumadeg, Kode Pos: 80771
    3. Kelurahan/Desa Batununggul, Kode Pos: 80771
    4. Kelurahan/Desa Bunga Mekar, Kode Pos: 80771
    5. Kelurahan/Desa Jungutbatu, Kode Pos: 80771
    6. Kelurahan/Desa Kampung Toyapakeh, Kode Pos: 80771
    7. Kelurahan/Desa Klumpu, Kode Pos: 80771
    8. Kelurahan/Desa Kutampi, Kode Pos: 80771
    9. Kelurahan/Desa Kutampi Kaler, Kode Pos: 80771
    10. Kelurahan/Desa Lembongan, Kode Pos: 80771
    11. Kelurahan/Desa Ped, Kode Pos: 80771
    12. Kelurahan/Desa Pejukutan, Kode Pos: 80771
    13. Kelurahan/Desa Sakti, Kode Pos: 80771
    14. Kelurahan/Desa Sekartaji, Kode Pos: 80771
    15. Kelurahan/Desa Suana, Kode Pos: 80771
    16. Kelurahan/Desa Tanglad, Kode Pos: 80771

Bali - Kabupaten Karangasem

Sejarah Singkat Kabupaten Karangasem

Sebelum tahun 1908 Kabupaten Karangasem merupakan wilayah kerajaan di bawah kekuasaan raja-raja. Tercatat raja yang terakhir sampai tahun 1908 adalah Ida Anak Agung Gde Djelantik yang membawahi 21 Punggawa, yaitu Karangasem, Seraya, Bugbug, Ababi, Abang, Culik, Kubu, Tianyar, Pesedahan, Manggis, Antiga, Ulakan, Bebandem, Sibetan, Pesangkan, Selat, Muncan, Rendang, Besakih, Sidemen dan Talibeng.

Setelah Belanda menguasai Karangasem, terhitung mulai tanggai 1 Januari 1909 dengan Keputusan Gubernur Djendral Hindia Belanda  tertanggal 28 Desember 1908 No. 22, Kerajaan Karangasem dihapuskan dan dirubah menjadi Gauverments Lanschap Karangasem di bawah Pimpinan I Gusti Gde Djelantik (Anak angkat Raja Ida Anak Agung Gde Djelantik) yang memakai gelar Stedehouder. Jumlah kepunggawaan pada saat itu diciutkan dari 21 menjadi 14, yaitu Karangasem, Bugbug, Ababi, Abang, Kubu, Manggis, Antiga, Bebandem, Sibetan, Pesangkan, Pesangkan Selat, Muncan, Rendang dan Sidemen.

Dengan Keputusan Gubernur Hindia Belanda tertanggal 16 Desember 1921 No. 27 Stbl No. 756 tahun 1921 terhitung mulai tanggal 1 Januari 1922, Gouvernements Lanschap Karangasem dihapuskan, dirubah menjadi daerah otonomi, langsung di bawah Pemerintahan Hindia Belanda, terbentuklah Karangasem Raad yang diketuai oleh Regent I Gusti Agung Bagus Djelantik, yang umum dikenal sebagai Ida Anak Agung Bagus Djelantik, sedangkan sebagai Sekretaris dijabat oleh Controleur Karangasem. 

Sebagai Regent Ida Anak Agung Bagus Djelantik masih mempergunakan gelar Stedehouder. Jumlah Punggawa yang sebelumnya berjumlah 14 buah dikurangi lagi sehingga menjadi 8 buah, yaitu : Rendang, Selat, Sidemen, Bebandem, Manggis, Karangasem, Abang, Kubu. Dengan Keputusan Gubernur Djendral Hindia Belanda tertanggal 4 September 1928 No. I gelar Stedehouder diganti dengan gelar Ida Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem.

Dengan Keputusan Gubernur Djendral Hindia Belanda tertanggal 30 Juni 1938 No. 1 terhitung mulai tanggal 1 Juli 1938 beliau diangkat menjadi Zelfbesteur Karangasem (terbentuknya swapraja). Bersamaan dengan terbentuknya Zelfbesteur Karangasem, terhitung mulai tanggal 1 Juli 1938 terbentuk pulalah Zelfbesteur - Zelfbesteur di seluruh Bali, yaitu Klungkung, Bangli, Gianyar, Badung, Tabanan, Jembrana dan Buleleng, dimana swapraja-swapraja (Zelfbesteur) tersebut tergabung menjadi federasi dalam bentuk Paruman Agung. 

Pada atahun 1942 Jepang masuk ke Bali, Paruman Agung diubah menjadi Sutyo Renmei. Pada tahun 1946 setelah Jepang menyerah, Bali menjadi bagian dari Pemerintah Negara Indonesia Timur dan Swapraja di Bali diubah menjadi Dewan Raja-Raja dengan berkedudukan di Denpasar dan diketuai oleh seorang Raja.

Pada bulan Oktober 1950, Swapraja Karangasem berbentuk Dewan Pemerintahan Karangasem yang diketuai oleh ketua Dewan Pemerintahan Harian yang dijabat oleh Kepala Swapraja (Raja) serta dibantu oleh para anggota Majelis Pemerintah Harian. Pada tahun 1951, istilah Anggota Majelis Pemerintah Harian diganti menjadi Anggota Dewan Pemerintah Karangasem. Berdasarkan UU No. 69 tahun 1958 terhitung mulai tanggal 1 Desember 1958, daerah-daerah swapraja diubah menjadi Daerah Tingkat II Karangasem. 

Sejarah Singkat Kota Amlapura

Menurut Pebancangah Babad Dalem, bahwa semenjak bertahta Raja I Dewa Karang Amla, Wilayah Kota Amlapura ini disebut Desa Batuaya. Kemudian tahta berganti sampai masa raja Ida Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem, yang istananya di Puri Amlaraja, pada saat itu sebutan Karangasem sudah dipakai, yang dalam hal ini dikukuhkan oleh Piagam Pura Bukit. Dengan bertahtanya Raja Anak Agung Gde Putu dan Anak Agung Gde Oka, Awig-Awig Desa Batuaya diubah menjadi Awig-Awig Amlapura. Kemudian dibawah pemerintahan Anak Agung Gde Jelantik, sebutan Wilayah Kota Amlapura ini kembali disebut Karangasem sebagai suatu pusat pemerintahan. 

Dengan Keputusan Mentri Dalam Negeri (Mendagri) tertanggal  28 November 1970 No. 284 tahun 1970, terhitung mulai tanggal 17 Agustus 1970, Ibu Kota Karangasem diubah menjadi Amlapura, kembali sebagai nama Kerajaan Karangasem yang bertahta di Kota Karang Amla (Amla berarti Asem).

Riwayat Singkat Lahirnya Nama Amlapura

Pada saat itu semenjak terjadi penyerahan kekuasaan kerajaan Karangasem dari pemegang tampuk kekuasaan Raja Batuaya kepada pihak Puri Karangasem, merupakan masa peralihan dari sistim kerajan kepada sistem Pemerintahan Republik, dimana wilayah Kota Amlapura sekarang bernama Amlanegantun. 

Mula-mula Ibu Kota Karangasem masih berpusat dengan nama Karangasem pula. Mengingat beberapa Kabupaten di Bali sudah memiliki Ibu Kota seperti Buleleng dengan Kota Singaraja - Singa Ambararaja, Jembrana dengan Kota  Negara, Badung dengan Ibu Kota Denpasar, maka dicarilah upaya untuk mencari nama terbaik Ibu Kota Karangasem.

Anak Agung Gde Karang yang menjadi Bupati saat itu berkonsultasi dengan Ketua DPRD Ida Wayan Pidada, hingga menemukan nama Amlepure (Amlapura) yang artinya, Amla berarti buah-buahan, sebagaimana layaknya daerah Karangasem yang memiliki potensi buah-buahan yang sangat beragam, buah apapun yang ada di Bali di Karangasem pun ada. Dari asal nama wilayah Amlanegantun dan sebagai pusat buah-buahan yang beragam, maka lahirlah nama Amlapura (Pura = tempat, Amla = buah). 

Nama Amlapura akhirnya diresmikan sebagai Ibu Kota Kabupaten Karangasem  dengan turunnya Kep. Mendagri tanggal 28 Nopember 1970 No. 284 tahun 1970, dan terhitung mulai tanggal 17 Agustus 1970,  Kota Karangasem sebagai Ibu Kota Dati II diubah menjadi Amlapura, bersamaan dengan  Upacara Pembukaan Selubung Monument Lambang Daerah, oleh Panglima Daerah Kepolisian (Pangdak) XV Bali, sebagai Panji kebanggaan Kabupaten Karangasem di Lapangan Tanah Aron. Dan yang menggembirakan saat itu Kabupaten Karangasem menerima penghargaan Sertifikat dan Tropy Patung dan hadiah berupa uang Rp. 200,00 sebagai Kabupaten Terbersih di Bali. Kini Karangasem pada peringatan hut Kota Amlapura ke-39 juga menjadi Kota Terbersih tidak hanya se-Propinsi Bali tetapi se-Indonesia dengan meraih Trophy Adipura.

Lambang Daerah diambil dari simbol Gunung Agung yang mengepulkan asap dengan membentuk Pulau Bali dengan Tugu Pahlawan di tengah, dikelilingi padi dan kapas menandakan simbol kemakmuran Gunung Agung dengan Pura Besakih sebagai pusat ritual umat Hindhu serta memiliki sejarah sebagai daerah perjuangan, murah sandang pangan, gemah ripah loh jinawi berkat lahar Gunung Agung. Sedangkan garis merah merupakan simbol Karangasem ngemong Pura Kiduling Kreteg di Besakih.

Para pejabat yang pernah memegang jabatan sebagai Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karangasem / Bupati dan Wakil Bupati Karangasem, yaitu :

  1. Anak Agung Gde Jelantik ( 1951 – 1960 )
  2. I Gusti Lanang Rai ( 1960 – 1967 )
  3. Anak Agung Gde Karang ( 1967 – 1979 )
  4. Letkol Pol I Gusti Nyoman Yudana ( 1979 – 1989 )
  5. Kolonel Pol. I Ketut Mertha, Sm.Ik. S.sos ( 1989 – 1999 )
  6. Drs. I Gede Sumantara Adi Prenatha dan Drs. I Gusti Putu Widjera ( 1999 – 2005 )
  7. I Wayan Geredeg, S.H. dan Drs. I Gusti Lanang Rai, M. Si. ( 2005 – 2010 )
  8. I Wayan Geredeg, S.H. dan I Nengah Sukerena, S.H. (2010 - 2015)

Sumber@ http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.com



Sejarah Kerajaan Karangasem

Nama ‘Karangasem’ sebenarnya berasal dari kata ‘Karang Semadi’.Beberapa catatan yang memuat asal muasal nama Karangasem adalah seperti yang diungkapkan dalam Prasasti Sading C yang terdapat di Geria Mandara, Munggu, Badung. Lebih lanjut diungkapkan bahwa Gunung Lempuyang yang menjulang anggun di timur laut Amlapura, pada mulanya bernama Adri Karang yang berarti Gunung Karang.

Pada tahun 1072 (1150 M) tanggal 12 bulan separo terang, Wuku Julungwangi dibulan Cetra, Bhatara Guru menitahkan puteranya yang bernama Sri Maharaja Jayasakti atau Hyang Agnijaya untuk turun ke Bali. Tugas yang diemban seperti dikutip dalam prasasti berbunyi:

Gumawyeana Dharma rikang Adri Karang maka kerahayuan ing Jagat Bangsul…
Datang ke Adri Karang membuat Pura (Dharma) untuk memberikan keselamatan lahir-batin bagi Pulau Dewata

Hyang Agnijaya diceritakan datang berlima dengan saudara-saudaranya yaitu Sambhu, Brahma, Indra, dan Wisnu di Adri Karang (Gunung Lempuyang di sebelah timur laut kota Amlapura). Mengenai hal ihwal nama Lempuyang adalah sebagai tempat yang terpilih atau menjadi pilihan Bhatara Guru (Hyang Parameswara) untuk menyebarkan ‘sih’ Nya bagi keselamatan umat manusia.

Dalam penelitian sejarah keberadaan pura, Lempuyang dihubungkan dengan kata ‘ lampu’ artinya ‘terpilih’ dan ‘Hyang’ berarti Tuhan;Bhatara Guru, Hyang Parameswara. Di Adri Karang inilah beliau Hyang Agnijaya membuat Pura Lempuyang Luhur sebagai tempat beliau bersemadi. Lambat laun Karang Semadi ini berubah menjadi Karangasem.

Sejarah Kerajaan Karangasem tidaklah bisa dilepaskan dengan Kerajaan Gelgel terutama pada masa puncak kebesaran di masa pemerintahan Dalem Waturenggong diperkirakan abad XV. Dalam sejarah, kerajaan Gelgel pertama diperintah oleh putra Brahmana Pendeta Dang Hyang Kepakisan bernama Kresna Wang Bang Kepakisan yang diberi jabatan sebagai adipati oleh Patih Gajah Mada.

Setelah dilantik, beliau bergelar Dalem Ketut Kresna Kepakisan yang berkedudukan di Samprangan pada tahun saka 1274 (1352 M). Dalam pengangkatan ini disertai pula dengan pakaian kebesaran serta keris yang bernama I Ganja Dungkul dan sebilah tombak diberi nama I Olang Guguh. Dalem Ketut Kresna Kepakisan kemudian wafat pada tahun caka 1302(1380 M) yang meninggalkan tiga orang putra yakniI Dewa Samprangan (Dalem Ile) sebagai pengganti raja, I Dewa Tarukan, dan I Dewa Ktut Tegal Besung (Dalem Ktut Ngulesir).

Pada saat Dalem Ngulesir menjadi raja, pusat pemerintahan kemudian dipindahkan dari Samprangan ke Gelgel (Sweca Pura). Beliau abiseka Dalem Ktut Semara Kepakisan pada caka 1305 (1383 M). Beliau inilah satu-satunya raja dari Dinasti Kepakisan yang masih sempat menghadap Raja Sri Hayam Wuruk di Majapahit untuk menyatakan kesetiaan. Di Majapahit beliau mendapat hadiah keris Ki Bengawan Canggu yang semula bernama Ki Naga Besuki, dan karena tuahnya juga dijuluki Ki Sudamala.

Dalem Ketut Semara Kepakisan juga sempat disucikan oleh Mpu Kayu Manis. Namun, beberapa tahun lamanya setelah datang dari Majapahit, beliau wafat pada caka 1382 (1460 M), dan digantikan oleh putra beliau bernama Dalem Waturenggong. Beliau ini dinobatkan semasih ayahnya hidup pada caka 1380 (1458 M).

Jaman keemasan Dalem Waturenggong dicirikan oleh pemberian perhatian terhadap kehidupan rakyat secara lahir dan batin. Masyarakat menjadi aman, tenteram, makmur, dan kerajaan meluas sampai ke Blambangan, Lombok, dan Sumbawa. Dalam bidang kesusastraan juga mencapai puncak keemasan dengan lahirnya beberapa karya sastra. Keadaan ini mencerminkan bahwa raja memiliki pribadi yang sakti, berwibawa, adil, serta tegas dalam memutar jalannya roda pemerintahan.

Setelah wafat, Dalem Waturenggong digantikan oleh putranya yang belum dewasa yaitu Dewa Pemayun (Dalem Bekung) dan I Dewa Anom Saganing (Dalem Saganing). Karena umurnya yang masih muda maka diperlukan pendamping dalam hal menjalankan roda pemerintahan. Adapun lima orang putra yang menjadi pendamping raja yaitu putra I Dewa Tegal Besung (adik Dalem Waturenggong)diantaranya I Dewa Gedong Arta, I Dewa Anggungan, I Dewa Nusa, I Dewa Bangli, dan I Dewa Pagedangan.

Jabatan Patih Agung pada saat itu dipegang oleh I Gusti Arya Batanjeruk dan semua kebijakan pemerintahan dipegang oleh Patih Arya Batanjeruk. Melihat situasi seperti ini, pejabat kerajaan menjadi tidak puas. Suatu ketika disebutkan kepekaan para pembesar istana saat raja yang masih belia itu dihadap para pembesar. Raja yang masih suka bermain-main ke sana-ke mari selalu duduk di pangkuan Ki Patih Agung.

Dalem Pemayun duduk di atas pupu sebelah kanan dan Ida I Dewa Anom Saganing di sebelah kiri. Kemudian kedua raja ini turun lagi dan duduk di belakang punggung Ki Patih. Isu berkembang bahwa I Gusti Arya Batanjeruk akan mengadakan perebutan kekuasaan. Nasehat Dang Hyang Astapaka terhadap maksud ini tidak diperhatikan oleh Ki Patih Agung sehingga kekecewaan ini menyebabkan hijrahnya Dang Hyang Astapaka menuju ke sebuah desa bernama Budakeling di Karangasem. 

Kekacauan di Gelgel terjadi pada tahun 1556 saat Patih Agung Batanjeruk dan salah seorang pendamping raja yaitu I Dewa Anggungan mengadakan perebutan kekuasaan yang diikuti oleh I Gusti Pande dan I Gusti Tohjiwa. I Gusti Kubon Tubuh dan I Gusti Dauh Manginte akhirnya dapat melumpuhkan pasukan Batanjeruk.

Diceritakan Batanjeruk lari ke arah timur dan sampai di Jungutan, Desa Bungaya ia dibunuh oleh pasukan Gelgel pada tahun 1556. Istri dan anak angkatnya yang bernama I Gusti Oka (putra I Gusti Bebengan, adik dari I Gusti Arya Batanjeruk) serta keluarga lainnya seperti I Gusti Arya Bebengan, I Gusti Arya Tusan, dan I Gusti Arya Gunung Nangka dapat menyelamatkan diri berkat pohon jawawut dan burung perkutut yang seolah olah melindungi mereka dari persembunyian, sehingga sampai kini keturunannya tidak makan buah jawawut dan burung perkutut.

I Gusti Oka kemudian mengungsi di kediaman Dang Hyang Astapaka di Budakeling, sedangkan para keluarga lainnya ada yang menetap di Watuaya, Karangasem. Sedikit diceritakan bahwa Dang Hyang Astapaka juga punya asrama di Bukit Mangun di Desa Toya Anyar (Tianyar) dan I Gusti Oka selalu mengikuti Danghyang Astapaka di Bukit Mangun, sedangkan ibunya tinggal di Budakeling membantu sang pendeta bila ada keperluan pergi ke pasar Karangasem.

Pada waktu itu, Karangasem ada di bawah kekuasaan Kerajaan Gelgel, dan yang menjadi raja adalah I Dewa Karangamla yang berkedudukan di Selagumi (Balepunduk). I Dewa Karangamla inilah yang mengawini janda Batanjeruk dengan suatu syarat sesuai nasehat Dang Hyang Astapaka bahwa setelah kawin, kelak I Gusti Pangeran Oka atau keturunannyalah yang menjadi penguasa.

Syarat ini disetujui dan kemudian keluarga I Dewa Karangamla berpindah dari Selagumi ke Batuaya. I Dewa Karangamla juga mempunyai putra dari istrinya yang lain yakni bernama I Dewa Gde Batuaya. Penyerahan pemerintahan kepada I Gusti Oka (raja Karangasem I) inilah menandai kekuasaan di Karangasem dipegang oleh dinasti Batanjeruk. I Gusti Oka atau dikenal dengan Pangeran Oka memiliki tiga orang istri, dua orang prebali yang seorang diantaranya treh I Gusti Akah.

Para istri ini menurunkan enam orang putra yaitu tertua bernama I Gusti Wayahan Teruna dan I Gusti Nengah Begbeg. Sedangkan istri yang merupakan treh I Gusti Akah berputra I Gusti Nyoman Karang. Putra dari istri prebali yang lain adalah I Gusti Ktut Landung, I Gusti Marga Wayahan dan I Gusti Wayahan Bantas. Setelah putranya dewasa, I Gusti Pangeran Oka meninggalkan Batuaya pergi bertapa di Bukit Mangun, Toya Anyar. Beliau mengikuti jejak Dang Hyang Astapaka sampai wafat di Bukit Mangun.

I Gusti Nyoman Karang inilah yang meggantikan ayahnya menjadi raja (raja Karangasem II) yang diperkirakan tahun 1611 Masehi. I Gusti Nyoman Karang menurunkan seorang putra bernama I Gusti Ktut Karang yang setelah menjadi raja bergelar (abhiseka) I Gusti Anglurah Ktut Karang (raja Karangasem III). Beliau ini diperikirakanmendirikan Puri Amlaraja yang kemudian bernama Puri Kelodan pada pertengahan abad XVII (sekitar tahun caka 1583, atau tahun 1661 M).

I Gusti Anglurah Ktut Karang berputra empat orang yaitu tiga orang laki-laki dan satuperempuan. Putranya yang tertua bernama I Gusti Anglurah Wayan Karangasem, I Gusti Anglurah Nengah Karangasem, I Gusti Ayu Nyoman Rai dan I Gusti Anglurah Ktut Karangasem. Ketiga orang putra inilah yang didaulat menjadi raja Karangasem (raja Karangasem IV/Tri Tunggal I) yang memerintah secara kolektif sebagai suatu hal yang dianggap lazim pada jaman itu.

Pemerintahan ini diperkirakan tahun 1680-1705. Selanjutnya yang menjadi raja Karangasem adalah putra I Gusti Anglurah Nengah Karangasem yaitu I Gusti Anglurah Made Karang (raja Karangasem V). Selanjutnya I Gusti Anglurah Made Karang berputra enam orang, empat orang laki-laki dan dua orang wanita. Salah seorang dari enam putranya yang sulung bernama I Gusti Anglurah Made Karangasem Sakti yang dijuluki Sang Atapa Rare karena gemar menjalankan yoga semadi sebagai pengikut Dang Hyang Astapaka.

Dalam keadaan atapa rare inilah beliau menghadapi maut dibunuh oleh prajurit Gelgel atas perintah Cokorda Jambe ketika beliau kembali dari Sangeh. Diceritakan, atas perkenan Raja Mengwi Sang Atape Rare membangun Pura Bukit Sari yang ada di Sangeh. Sekembalinya dari Sangeh beliau sempat mampir di Gelgel yang pada waktu itu berkuasa adalah Cokorda Jambe.

Karena tingkah yang aneh-aneh di istana yang tidak bisa menahan kencing menyebabkan terjadi salah paham, dan dianggap telah menghina raja. Maka setelah keberangkatannya ke Karangasem, beliau dicegat di sebelah timur Desa Kusamba, di padasan Bulatri. sebelum beliau wafat, beliau sempat pula memberikan pesan-pesan kediatmikan kepada putranya yakni I Gusti Anglurah Nyoman Karangasem.

Beliau ini kemudian dikenal dengan sebutan Dewata di Bulatri.Peristiwa ini menyebabkan perang antara Karangasem dan Klungkung (Gelgel) yang dikenal dengan pepet (dalam keadaan perang). Setelah gugurnya Cokorda Jambe, maka ketegangan antara Karangasem dan Klungkung menjadi reda. Tahta di Karangasem kemudian dilanjutkan oleh tiga orang putranya yaitu I Gusti Anglurah Made Karangasem, I Gusti Anglurah Nyoman Karangasem, dan I Gusti Anglurah Ktut Karangasem (raja Karangasem Tri Tunggal II) yang diperkirakan memerintah 1755-1801.

Setelah raja Tri Tunggal wafat, pemerintahan Kerajaan Karangasem dipegang oleh I Gusti Gde Karangasem (Dewata di Tohpati) antara tahun 1801-1806. Pada saat ini Kerajaan Karangasem semakin besar yang meluaskan kekuasaannya sampai ke Buleleng dan Jembrana. Setelah wafat, I Gusti Gde Ngurah Karangasem digantikan oleh anaknya bernama I Gusti Lanang Peguyangan yang juga dikenal dengan I Gusti Gde Lanang Karangasem.

Kemenangan Kerajaan Buleleng melawan Kerajaan Karangasem menyebabkan raja Karangasem (I Gusti Lanang Peguyangan) menyingkir dan saat itu Kerajaan Karangasem dikuasai oleh raja Buleleng I Dewa Pahang. Kekuasaan akhirnya dapat direbut kembali oleh I Gusti Lanang Peguyangan. Pemberontakan punggawa yang bernama I Gusti Bagus Karang tahun 1827 berhasil menggulingkan I Gusti Lanang Peguyangan sehingga melarikan diri ke Lombok, dan tahta Kerajaan Karangasem dipegang oleh I Gusti Bagus Karang.

Ketika I Gusti Bagus Karang gugur dalam menyerang Lombok, pada saat yang sama Raja Buleleng I Gusti Ngurah Made Karangasem berhasil menaklukan Karangasem dan mengangkat menantunya I Gusti Gde Cotong menjadi raja Karangasem. Setelah I Gusti Gde Cotong terbunuh akibat perebutan kekuasaan, tahta Karangasem dilanjutkan oleh saudara sepupu raja Buleleng yaitu I Gusti Ngurah Gde Karangasem.

Pada saat Kerajaan Karangasem jatuh ke tangan Belanda pada tanggal 20 Mei 1849, raja Karangasem I Gusti Ngurah Gde Karangasem gugur dalam peristiwa tersebut sehingga pemerintahan di Karangasem mengalami kekosongan (vacuum). Maka dinobatkanlah raja Mataram I Gusti Ngurah Ketut Karangasem sebagai raja di Karangasem oleh pemerintah Hindia Belanda. Setelah berselang beberapa waktu kemudian, raja Mataram menugaskan kemenakannya menjadi raja yaitu I Gusti Gde Putu (Anak Agung Gde Putu) yang juga disebut ‘Raja Jumeneng’, I Gusti Gde Oka (Anak Agung Gde Oka), dan Anak Agung Gde Jelantik.

Setelah masuknya Belanda, membawa pengaruh pula dalam hal birokrasi pemerintahan. Pada tahun 1906 di Bali terdapat tiga macam bentuk pemerintahan yaitu:

  1. Rechtstreeks bestuurd gebied (pemerintahan langsung) meliputi Buleleng, Jembrana, dan Lombok,
  2. Zelfbesturend landschappen (pemerintahan sendiri) ialah Badung, Tabanan, Klungkung, dan Bangli,
  3. Stedehouder (wakil pemerintah Belanda) ialah Gianyar dan Karangasem.

Demikianlah di Karangasem berturut-turut yang menjadi Stedehouder yaitu tahun 1896-1908; I Gusti Gde Jelantik (Dewata di Maskerdam), dan Stedehouder I Gusti Bagus Jelantik yang bergelar Anak Agung Agung Anglurah Ktut Karangasem (Dewata di Maskerdam) antar tahun 1908-1941.

Demikian sajian ringkas sejarah Kerajaan Karangasem yang dijadikan gambaran umum kajian pokok objek penelitian. Deskripsi historis hal ini sangat penting mengingat dalam mengupas bagian peristiwa yang termasuk rentetan sejarah tidaklah bisa dilepaskan dari rangkaian peristiwa yang terjadi. Sehingga dalam segi manfaat, dimensi waktu akan dapat ditangkap oleh pembaca mengenai kurun waktu peristiwa dimaksud.

Demikian pula dalam kajian ini, maka objek penekanannya adalah saat masa raja Karangasem dinasti Tri Tunggal I yaitu I Gusti Anglurah Wayan Karangasem, I Gusti Anglurah Nengah Karangasem, dan I Gusti Anglurah Ktut Karangasem. Masa Dinasti Tri Tunggal I Masa kekuasaan Kerajaan Karangasem Tri Tunggal I menjadi sajian yang perlu mendapat pemahaman dalam relevansinya menjabarkan objek penelitian.

Ketika pemerintahan Kerajaan Karangasem yang diperintah oleh Tri Tunggal I yaitu I Gusti Anglurah Wayan Karangasem, I Gusti Anglurah Nengah Karangasem, dan I Gusti Anglurah Ktut Karangasem inilah muncul mitologi Pura Bukit sebagaimana diceritakan dalam buku Kupu-Kupu Kuning. Saudara raja Tri Tunggal yang bernama I Gusti Ayu Nyoman Rai diambil menjadi istri oleh Ida Bhatara Gde di Gunung Agung yang kemudian melahirkan Ida Bhatara Alit Sakti yang kini bermukim di Pura Bukit.

Raja-raja Karangasem:

  1. Gusti Nyoman Karang (1600)
  2. Anglurah Ketut Karang
  3. Anglurah Nengah Karangasem (abad ke-17)
  4. Anglurah Ketut Karangasem (1691-1692)
  5. Anglurah Made Karang
  6. Gusti Wayahan Karangasem (fl. 1730)
  7. Anglurah Made Karangasem Sakti (Bagawan Atapa Rare) (1730s-1775)
  8. Gusti Gede Ngurah Karangasem (1775–1806)
  9. Gusti Gede Ngurah Lanang (1806–1822)
  10. Gusti Gede Ngurah Pahang (1822)
  11. Gusti Gede Ngurah Lanang (waktu kedua 1822-1828
  12. Gusti Bagus Karang (1828–1838
  13. Gusti Gede Ngurah Karangasem (1838–1849)
  14. Gusti Made Jungutan (Gusti Made Karangasem) (1849-1850)
  15. Gusti Gede Putu (penguasa bawahan 1850-1893)
  16. Gusti Gede Oka (penguasa bawahan 1850-1890)
  17. Gusti Gede Jelantik (1890–1908)
  18. Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem (1908-1950)
  19. Karangasem yang tergabung dalam negara kesatuan Indonesia 1950

Sumber@ http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.com



Berikut adalah daftar Kecamatan terdapat di kabupaten Karangasem beserta masing-masing Desa dengan Kode Pos:
  1. Kecamatan Abang
    1. Kelurahan atau Desa Ababi, KODE POS: 80852
    2. Kelurahan atau Desa Abang, KODE POS: 80852
    3. Kelurahan atau Desa Bunutan, KODE POS: 80852
    4. Kelurahan atau Desa Culik, KODE POS: 80852
    5. Kelurahan atau Desa Datah, KODE POS: 80852
    6. Kelurahan atau Desa Kerta Mandala, KODE POS: 80852
    7. Kelurahan atau Desa Kesimpar, KODE POS: 80852
    8. Kelurahan atau Desa Laba Sari, KODE POS: 80852
    9. Kelurahan atau Desa Nawakerti, KODE POS: 80852
    10. Kelurahan atau Desa Pidpid, KODE POS: 80852
    11. Kelurahan atau Desa Purwakerti, KODE POS: 80852
    12. Kelurahan atau Desa Tista, KODE POS: 80852
    13. Kelurahan atau Desa Tiyingtali, KODE POS: 80852
    14. Kelurahan atau Desa Tri Buana, KODE POS: 80852

  2. Kecamatan Bebandem
    1. Kelurahan atau Desa Bebandem, KODE POS: 80861
    2. Kelurahan atau Desa Buana Giri, KODE POS: 80861
    3. Kelurahan atau Desa Budakeling memiliki Bude Keling, KODE POS: 80861
    4. Kelurahan atau Desa Bungaya memiliki Bungaya Kauh, KODE POS: 80861
    5. Kelurahan atau Desa Bungaya Kangin, KODE POS: 80861
    6. Kelurahan atau Desa Jungutan, KODE POS: 80861
    7. Kelurahan atau Desa Macang, KODE POS: 80861
    8. Kelurahan atau Desa Sibetan, KODE POS: 80861

  3. Kecamatan Karang Asem
    1. Kelurahan atau Desa Bugbug, KODE POS: 80811
    2. Kelurahan atau Desa Bukit, KODE POS: 80811
    3. Kelurahan atau Desa Karangasem, KODE POS: 80811
    4. Kelurahan atau Desa Padang Kerta, KODE POS: 80811
    5. Kelurahan atau Desa Pertima, KODE POS: 80811
    6. Kelurahan atau Desa Seraya Barat, KODE POS: 80811
    7. Kelurahan atau Desa Seraya Tengah, KODE POS: 80811
    8. Kelurahan atau Desa Seraya Timur, KODE POS: 80811
    9. Kelurahan atau Desa Tegallinggah, KODE POS: 80811
    10. Kelurahan atau Desa Tumbu, KODE POS: 80811
    11. Kelurahan atau Desa Subagan, KODE POS: 80813

  4. Kecamatan Kubu
    1. Kelurahan atau Desa Ban, KODE POS: 80853
    2. Kelurahan atau Desa Batu Ringgit, KODE POS: 80853
    3. Kelurahan atau Desa Dukuh, KODE POS: 80853
    4. Kelurahan atau Desa Kubu, KODE POS: 80853
    5. Kelurahan atau Desa Sukadana, KODE POS: 80853
    6. Kelurahan atau Desa Tianyar Barat, KODE POS: 80853
    7. Kelurahan atau Desa Tianyar Tengah, KODE POS: 80853
    8. Kelurahan atau Desa Tianyar Timur, KODE POS: 80853
    9. Kelurahan atau Desa Tulamben, KODE POS: 80853

  5. Kecamatan Manggis
    1. Kelurahan atau Desa Antiga, KODE POS: 80871
    2. Kelurahan atau Desa Antiga Kelod, KODE POS: 80871
    3. Kelurahan atau Desa Gegelang, KODE POS: 80871
    4. Kelurahan atau Desa Manggis, KODE POS: 80871
    5. Kelurahan atau Desa Ngis, KODE POS: 80871
    6. Kelurahan atau Desa Nyuh Tebel, KODE POS: 80871
    7. Kelurahan atau Desa Padangbai, KODE POS: 80871
    8. Kelurahan atau Desa Pesedahan, KODE POS: 80871
    9. Kelurahan atau Desa Selumbung, KODE POS: 80871
    10. Kelurahan atau Desa Sengkidu, KODE POS: 80871
    11. Kelurahan atau Desa Tenganan, KODE POS: 80871
    12. Kelurahan atau Desa Ulakan, KODE POS: 80871

  6. Kecamatan Rendang
    1. - Kelurahan atau Desa Besakih, KODE POS: 80863
    2. Kelurahan atau Desa Menanga, KODE POS: 80863
    3. Kelurahan atau Desa Nongan, KODE POS: 80863
    4. Kelurahan atau Desa Pempatan, KODE POS: 80863
    5. Kelurahan atau Desa Pesaban, KODE POS: 80863
    6. Kelurahan atau Desa Rendang, KODE POS: 80863

  7. Kecamatan Selat
    1. Kelurahan atau Desa Duda, KODE POS: 80862
    2. Kelurahan atau Desa Duda Timur, KODE POS: 80862
    3. Kelurahan atau Desa Duda Utara, KODE POS: 80862
    4. Kelurahan atau Desa Muncan, KODE POS: 80862
    5. Kelurahan atau Desa Pering Sari, KODE POS: 80862
    6. Kelurahan atau Desa Sebudi, KODE POS: 80862
    7. Kelurahan atau Desa Selat, KODE POS: 80862

  8. Kecamatan Sidemen
    1. Kelurahan atau Desa Kertha Buana, KODE POS: 80864
    2. Kelurahan atau Desa Lokasari, KODE POS: 80864
    3. Kelurahan atau Desa Sangkan Gunung, KODE POS: 80864
    4. Kelurahan atau Desa Sidemen, KODE POS: 80864
    5. Kelurahan atau Desa Sindu Wati, KODE POS: 80864
    6. Kelurahan atau Desa Talibeng, KODE POS: 80864
    7. Kelurahan atau Desa Tangkup, KODE POS: 80864
    8. Kelurahan atau Desa Telaga Tawang, KODE POS: 80864
    9. Kelurahan atau Desa Tri Eka Buana, KODE POS: 80864
    10. Kelurahan atau Desa Wisma Kerta, KODE POS: 80864

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | GreenGeeks Review