Jumat, 11 November 2011

Bali - Kabupaten Klungkung

Pengungkapan sejarah Klungkung dalam periode tertentu yaitu dari Smarapura sampai Puputan Klungkung , berlangsung selama 222 tahun diharapkan dapat membuka bidang penelitian dan penulisan sejarah lokal Indonesia. Kerajaan Klungkung berdiri bersamaan dengan dibangunnya kroton Smarapura tahun 1686 dan diakhiri dengan Puputan Klungkung tahun 1908 sebagai Kerajaan terakhir di Bali yang melakukan perlawanan dengan cara puputan dalam mempertahankan eksistensinya sebagai kerajaan yang merdeka terhadap meluasnya praktek politik kolonial Belanda di Nusantara. Dengan mengungkap sejarah Klungkung secara perosesual dan secara struktural maka kerangka sejarah lokal di indonesia akan makin tampak variasinya disetiap lokal. Tiap - tiap lokal memiliki cara - caranya sendiri untuk membangun kerajaannya dan kemudian mengadakan perlawanan terhadap kolonialisme di Indonesia.

Beberapa permasalahan yang telah diajukan pada bab pendahuluan perlu diberikan kerangka pemecahan. Pengungkapan masalah-masalah proses berdirinya kerajaan Klungkung, struktur pemerintahan kerajaan, hubungan kerajaan Klungkung terhadap kolonialisme Belanda, semuanya bertuijuan ingin memahami sikap para pelaku sejarah kerajaan atau dinamika intern kerajaan Klungkung pada jamannya. Di situ tampak juga sikap- sikap yang reaktip dan selektip pada jamannya. Ia akan terikat kepada tiga dimensi waktu yaitu waktu lampau, waktu sekarang, dan waktu yang akan datang.

Dua makna dapat dipetik dari pengungkapan sejarah Klungkung dalam kesimpulan ini dan sekaligus dimaksud untuk memberi pemecahannya, yaitu sejarah Klungkung dalam kerangka sejarah Indonesia, dan sejarah Klungkung adalah satu bentuk kepribadian bangsa Indonesia. Makna pertama menitik beratkan kepada dimensi waktu lampau untuk memetik niali-nilai historis dalam konteks sejarah Indonesia. Sedangkan makna ke dua lebih menekankan pada dimensi waktu sekarang dan yang akan datang untuk memetik nilai-nilai di dalam sejarah Klungkung terutama nilai puputan sebagai satu bentuk kepribadian bangsa Indonesia yang bermanfaat dalam mengisi kemerdekaan dengan segala aktivis yang dilancarkan seperti pembangunan danmodernisasi itu sendiri. Oleh karena pembangunan dan modernisasi yang diterapkan senantiasa mempunyai implikasi etis, maka perlu dikembangkan pembangunan dan modernisasi yang berwajah manusiawi. Salah satu nilai manusiawi atau kepribadian nasional dapat digaliu dari sejarah daerahnya.



Sejarah Klungkung dalam kerangka sejarah Indoneia.

Wilayah Indonesia tidak merupakan konteks historis yang statis. Sebagai rangkaian hubungan-hubungan menunjukkan dinamika yang disebabkan oleh penggeseran dalam hubungan antara daerah-daerah. Konfigurasi antar daerah inilah yang menjadi kerangka sejarah Indonesia sebagai kesatuan. Sementara itu tidak boleh diabaikan kekuatan-kekuatan historis yang datang dari luar sebagai akibat dari rantai hubunmgan komersial selama periode V. O. C. dan kemudian perluasan kekuasaan Hindia Belanda yang berpusat di Batavia. Apabila kita melihat darerah perdagangan budak sebagai suatu unit fungsional, maka wilayah kerajaan Klungkung menjadi sub unit dari hubungan komersial pada jamannya. Begitu juga apabila dilihat raksi-reaksi yang muncul berupa perlawanan yang dilakukan kerajaan Klungkung baik pada waktu Perang Kusamba tahun 1849 maupun Puputan Klungkung tahun 1908 sebagai unit fungsional, maka wilayah kerajaan Klungkung menjadi sub unit dari sejarah Indonesia sebagai unit.

Sesuai dengan perspektif Indonesiasentris yang muncul, terutama hendak menempatkan peranan bangsa Indonesia sendiri sebagai fokus proses sejarah, maka peranan kerajaan Klungkung selama 222 tahun beserta rangkaian historis yang melekat padanya tidak bisa diabaikan dari konteks sejarah Indonesia. Dapat dikatakan bahwa pada tingkat lokal seperti di Klungkung praktek politik kolonial tampak dengan jelas. Dinamika interen kerajaan Klungkung tampak jelas dalam sikapknya yang reaktip dan selektip dengan perlawanan yang dilakukan terhadap praktek - praktek politik kolonial Belanda. Dalam hubungan ini persoalan yang menarik ialah bagaimana kesatuan sosio-kultural kerajaan Klungkung mempertahankan dirinya dalam menghadapi pengaruh-pengaruh dari luar, kolonialisme Belanda.

Dengan pendekatan struktural dapat diungkapkan bahwa sebelum periode kolonial, kerajaan Klungkung memiliki sistem sosio-kulturalnya sendiri yang banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur Hindu dan tradisi Majapahit. Sedangkan selama periode kolonial yang ditandai oleh hubungan-hubungan dan intervensi kekuasaan kolonial yang semakin intensif, maka sejarah Klungkung berfokus pada aktivitas perlawanan kerajaan Klungkung terhadap kolonialisme .

Sebagai sebuah kerajaan secara struktur tampak unsur-unsur yang saling mengait di dalamnya. Hubungan antara kepemimpinan raja, Dewa Agung sebagai penjelmaan Wisnu [ gusti ] dengan rakyat [ kaula ] atau bagawanta [ surya ] dengan raja dan rakyatnya [ sisya ]. Stratifikasi sosial yang dipengaruhi oleh Hinduisme dengan pembagian yang mirip dengan kasta-kasta di India. Tradisi-tradisi kerajaan seperti ;tawan karang, mesatia, penobatan raja, hubungan dengan kerajaan-kerajaan laiannya, kerja sama antara kerajaan-kerajaan Bali dalam menghadapi musuh dari luar, hubungan kerajaan Klungkung dengan pemerintah Hindia Belanda . Tradisi -tradisi Majapahit seperti pusaka-pusaka keraton seperti keris dan tombak, asal usul keturunan raja bersal dari Majapahit.

Masayarakat kerajaan tradisional di Klungkung ternyata memperlihatkan cirri-ciri masyarakat yang bertingkat-tingkat sesuai dengan golongan-golongan yang ada. Golongan sebagai unsure justru memperlihatkan saling terkaitnya antara golongan dalam pelbagai bidang kehidupan dan secara bersama-sama membentuk satu struktur. Dalam situasi sosio-kultural seperti inilah kelompok elite yang memimpin tumbuh dan dibesarkan serta berpengaruh di masyarakat. Pengaruh yang sangat kuat tampak jelas dalam peran yang dimainkan oleh elite politik dan religius senantiasa bias dikembalikan pada golongan brahmana. Raja-raja yang memerintah sampai raja terakhir yaitu Dewa Agung Jambe dengan para kerabatnya yang memegang kekuasaan disatu pihak dan Bagawanta dipihak lain memiliki posisi sentral dalam pemerintahan di Klungkung, Posisi sentral kelompok pemimpin ini diperkuat lagi dengan adanya bentuk-bentuk kepercayaan yang bersifat magis. Kepercayaan terhadap kekuatan magis dan kitos tentang tokoh pemimpin terutama sangat menonjol sekitar pribadi raja, Dewa Agung, yang dianggap sebagai penjelmaan Wisnu. Benda-benda pusaka seperti keris, tombak dan meriam I Seliksik memegang peranan penting dalam menamhbah kewibawaan raja, yang memerintah.

Cara bertahan dan melawan kerajaan Klungkung terutama terhadap ekspedisi-ekspedisi militer Belanda tidak bias dicari dalam kondisi fisiknya saja, tetapi harus dicari juga dalam kondisi non fisik yang meliputi ideology dan system kepercayaan, kondisi politik, ekonomi dan social budaya kerajaan, kepemimpinan, pengerahan laskar dan sebagainya. Kondisi-kondisi tersebut saling kait mengait dan telah mematangkan situasi untuk kemudian meletus menjadi perlawanan yang amat spontan.

Kondisi politik yang telah mematangkan situasi perlawanan ialah usaha-usaha untuk mengurangi9 dan menyerahkan kedaulatan kerajaan Klungkung ke dalam wilayah Hindia Belanda, seperti perjanjian tahun 1841 yang disodorkan oleh Gubernemen Belanda kepada Dewa Agung di Klungkung. Dua Tahun kemudian yaitu pada tanggal 24 Mei 1843 diadakan perjanjian penghapusan tradisi tawan karang kerajaan Klungkung. Perjanjian ini telah menimbulkan rasa tidak senang dikalangan pejabat kerajaan seperti Dewa Agung Istri Balemas, Dewa Ketut Agung, Anak Agung Made Sangging dan pengikutnya. Ditambah dengan sebab-sebab lainnya seperti perampasan dua buah kapal yang kandas di Bandar Batulahak (Kusamba)keterlibatan laskar Klungkung dalam perang antara Buleleng dengan Militer Belanda di Jagaraga Tahun 1848 - 1849 mempertajam permusuhan antara pihak Belanda dengan pihak kerajaan Klungkung. Permusuhan dan rasa tidak puas Dewa Agung Istri Balemas memuncak, dan akhirnya meletus menjadi perang terbuka yaitu perang Kusamba Tahun 1849. Pada perang itulah Jendral Michiels tewas sebagai pimpinan ekspedisi militer Belanda.

Yang menarik dari peristiwa perang Kusamba menurut sumber penulis Belanda ialah munculnya tokoh wanita yaitu Dewa Agung Istri Balemas sebagai seorang sebagai seorang wanita yang sangat benci dan menentang intervensi Belanda dan ia dianggap pemimpin golongan yang senantiasa menggagalkan perjanjian perdamaian dengan pihak Belanda. Beberapa wanita di daerah-daerah lainnya di Nusantara yang termasuk yang termasuk tipe wanita seperti Dewa Agung Istri Balemas yang menarik perhatian penulis Belanda justru karena mereka melawan, menentang Belanda dapat disebutkan seperti Cut Nyak Dien dan Cut Meutia di Aceh, R A Nyai Ageng Serang di Jawa Tengah dan Martha Christina Tiahahu di Maluku.

Diawal Abad ke - 20 disodorkan lagi perjanjian tentang Tapal Batas antara Kerajaan Gianyar dengan Kerajaan Klungkung, tepatnya pada tanggal 7 Oktober 1902. Setelah penandatanganan perjanjian Tapal Batas timbul perselisihan antara kerajaan Klungkung dengan Gubernemen mengenai Daerah Abeansemal, Vasal Kerajaan Klungkung yang berada di daerah kerajaan Gianyar. Dukungan raja Klungkung terhadap meletusnya perang Puputan di kerajaan Badung Tahun 1906 ditambah lagi menandatangani perjanjian tanggal 17 Oktober 1906 tentang kedaulatan Gubernemen atas kerajaan Klungkung menambah rasa benci dikalangan pembesar-pembesar kerajaan seperti Cokorda Gelgel dan Dewa Agung Smarabawa yang sejak semula menolak menandatangani kontrak politik itu. Perjanjian yang disebut terakhir ini telah menurunkan status kenegaraan dan politik kerajaan Klungkung sebagai sesuhunan raja-raja Bali. Hal ini memperkuat sikap menentang Dewa Agung dan kalangan pembesar kerajaan yang memuncak pada perlawanan Puputan Klungkung tahun 1908. Perjanjian ini menunjukkan bahwa intervensi Belanda makin kentara dirasakan oleh I Dewa Agung dan pembesar kerajaan. Pengurangan pemasukan bagi kas kerajaan dan pembatasanhak berniaga kerajaan dirasakan sangat merugikan kerajaan.

Kondisi social budaya tampak makin goyahnya nilai-nilai tradisi karena makin meluasnya pengaruh kehidupan barat. Penghapusan adat mesatia di kerajaan Klungkung pada tahun 1904 merupakan bukti makin meluasnya pengaruh kehidupan barat. Dewa Agung dan pembesar dan pembesar kerajaan Klungkung timbul rasa khawatir akan punahnya nilai-nilai kehidupan tradisional mereka. Dalam hal ini ikatan tradisional dalam bentuk ketaatan terhadap atasan (kawula Gusti) merupakan factor kuat bagi terlaksanannya ajakan untuk menentang dan melawan. Sistem kepercayaan yang sangat dipengaruhi oleh agama Hindu ternyata memegang peranan penting dan telah mewarnai tindakan perlawanan baik perang Kusamba maupun Puputan Klungkung. Kepercayaan terhadap karmapala mendorong para pengikut.



Sejarah Swecapura Gelgel

Dalem Ktut Ngulesir Raja Gelgel I

Pusat pemerintahan di Bali setelah pindah dari keraton Samprangan dipusatkan di Gelgel. Kraton tersebut diberi nama Sueca Pura. Afapun sebagai raja peretama di Kraton Sueca Pura amasih merupakan penerus dari dinasti Kepakisan yang turun temurun dari Majapahit. Beliau adalah I Dewa Ktut yang kemudian bergelar Dalem Ktut Ngulesir, karena dianggap sebagai pelanjut dinasti Kepakisan, maka raja ini juga bergelar Dalem Ktut Kresna Kepakisan yang memerintah selama kurang lebih 20 tahun ( 1380 - 1400) Menurut sumber-sumber tradisional, raja ini dikenal sebagai raja yang sangat tampan, karena diketahui memiliki tanda khusus (cawiri) berupa tahi lalat pada paha kanannya. Hal ini juga dianggap sebagai simbol kecakapan beliau di dalam memimpin rakyatnya. Bukti-bukti atau peninggalan Raja Dalem Ktut Ngulesir sebagai raja I di Gelgel sangat sulit ditemukan. Baik yang disebutkan oleh babad maupun sumber lainnya.

Dalemn Watu Enggong Raja Gelgel II

Setelah Dalem Ktut Ngulesir mangkat, maka pemerintah Gelgel digantikan oleh putra tertua beliau yang bergelar Dalem Watu Enggong atau sering disebut Dalem Waturenggong. Pemerintah Dalem Waturenggong merupakan puncak kebesaran atau jaman kemasan Kerajaan Bali. Karena pada jaman Dalem Waturenggong, wilayah kerajaan Bali sudah meluas sampai ke Sasak (lombok), Sumbawa, Balmbangan dan Puger. Dalem Waturenggong adalah raja yang sangat ditajuti oleh raja Pasuruan dan Raja Mataram.

Pemerintah Dalem Waturenggong pada abad XVI (sekitar tahun 1550 M ) merupakan awal lepasnya ikatan dan pengaruh Majapahit terhadap kerajaan Bali seiring runtuhnya kerajaan Majapahit oleh Kerjaan Islam.

Pada masa Dalem waturenggong inilah, pernah terjadi sengketa antara Gelgel dengan kerajaan Blambangan yang dikuasai oleh Dalem Juru yang dipicu karena penolakan lamaran dari Dalem Waturenggong terhadap Ni Gusti Ayu Bas Putrid Dalem Juru. Pertempuran sngitpun terjadi, laskar bali yang dipimpin oleh Patih Ularan berhasil membunuh Dalem Juru raja Blambangan. Mengenai kepastian tahun pemerintahan dan peninggalan raja Dalem Waturenggong di Gelgel maupun Klungkung sangat sulit ditemukan dari sumber babad beberapa naskah baru (yang masih harus diuji kebenarannya, koleksi AA Made Regeg Puri Anyar Klungkung, meyebutkan masa pemerintahan Dalem waturenggong disebut dalam angka tahun 1400 - 1500. Sedangkan naskah yang ditulis oleh I Dewa Gde Catra, Sidemen - Karangasem menyebutkan tahun 1460 -1552 M). Memang kedua sumber tersebut tidak berbeda jauh, tetapi masih perlu diteliti kesalahannya.

Dalem Bekung Raja Gelgel III

Raden Pangharsa yang kemudian bergelar Dalem Bekung adalah putra tertua Dalem Waturenggong yang akhirnya menjadi raja Gelgel yang ke 3, karena usianya masih sangat muda, maka pemerintahan sehari-hari di Gelgel diwakilkan kepada kelima pamannya yaitu Gedong Atha, I Dewa Nusa, I Dewa Pangedangan, I Dewa Anggungan, dan I Dewa Bangli.

Masa Pemerintahan Dalem Bekung adalah awal kesuraman kerajaan Gelgel. Karena pada masa pemerintahannya ini pula terjadi banyak masalah dan kesulitan. Kerajaan -kerajaan Gelgel di luar Bali yang pernah dikuasai Dalem Waturenggong satu per satu melepaskan diri. Pemberontakan juga terjadi di dalam kerajaan yang dilakukan oleh Gusti batan Jeruk atas ajakan dari I Dewa Anggungan yang tiada lain adalah pamannya sendiri, pemberontakan Batan Jeruk nyaris meruntuhkan Gelgel, sebelum Arya Kubon Tubuh yang masih setia kepada Dalem mampu memadamkan pemberontakan Batan Jeruk.

Dalem Segening Raja Gelgel IV

Setelah meredanya pemberontakan Batan Jeruk menyusul terjadinya pemberontakan yang dilakukan oleh Krian Pande sebagai pembalasan atas kegagalan Batan Jeruk. Dan pemeberontakan inipun dapat dipadamkan dengan terbunuhnya Kareian Pande, karena situasi mulai kacau, maka oleh pembesar Kerajaan Gelgel diangkatlah I Dewa Segening sebagai raja menggantikan kakaknya Dalem Bekung. I Dewa Segening kemudian bergelar Dalem Segening. Dengan sukarela dan ihklas Dalem Bekung menyerahkan tahta kepada adiknya karena merasa dirinya tidak mampu mengemban amanat dari leluhurnya.

Satu perubahan yang paling menonjol dari pemerintahan Dalem ZSegening adalah kembalinya kerajaan-kerajaan Sasak (Lombok), Sumbawa yang mengakui kekuasaan Gelgel. Dan satu hal yang penting adalah Dalem Segening mulai menyebarkan golongan ksatria Dalem hampir ke seluruh BAli. Dan gelar ksatria itupun sudah dibagi-bagi mulai status yang poaling tertinggi seperti Ksatria Dalem, ksatria predewa, kesatria prangakan dan ksatria prasanghyang..
Sama seperti halnya pemerintahan Gelgel terdahulu, hampir tidak ada peninggalan yang dapat diinformasikan baik berupa dokumentasi maupun benda lainnya oleh penyunting sebagai bukti kebesaran Gelgel.

Dalem Di Made Raja Gelgel V

Setelah masa pemerintahan Dalem Segening berakhir, akhirnya Gelgel diperintah oleh Dalem Di MAde sekaligus sebagai raja terakhir masa kerajaan Gelgel. Saat-saat damai yang pernah dirintis oleh Dalem Segening tidak dapat dipertahankan oleh Dalem Di Made. Hal ini disebabkan karena Dalem Di MAde terlalu memberikan kepercayaan yang berlebihan kepada pengabihnya I Gusti Agung Maruti. Sehingga pembesar-pembesar lainnya memilih untuk meninggalkan puri.

Hal inilah yang akhirnya dimanfaatkan oleh I Gusti Agung MAruti untuk menggulingkan pemerintahan Dalem Di Made. Usaha ini ternyata berhasil, Dalem Di Made beserta putra-putranya menyelamatkan diri ke desa Guliang diiring oleh sekitar 300 orang yang masih setia. Disinilah Dalem Di Made mendirikan keraton baru.

Hampir selama 35 tahun Gelgel mengalami kevakuman karena Dalem Di Made telah mengungsi ke Guliang (Gianyar). Sementara Maruti menguasai Gelgel. Hal ini justru membuat Bali terpecah-pecah yang mengakibatkan beberapa kerajaan bagian seperti Den Bukit, Mengwi, Gianyar, Badung, Tabanan, Payangan dan Bangli ikut menyatakan diri merdeka keadaan ini diperparah dengan wafatnya Dalem Di Made di keraton Guliang.

Dengan wafatnya Dalem Di Made, membuat para pembesar kerajaan menjadi tergugah untuk mengembalikan kerajaan kepada dinasti Kepakisan. Hal ini dipelopori oleh tiga orang pejabat keraton Panji Sakti, Ki Bagus Sidemen, dan Jambe Pile, mereka akhirnya menyusun strategi unuk menyerang Maruti yang berkuasa di Gelgel. Penyerangan dilakukan dari tiga arah secara serentak yang membuat Maruti dan pengikutnya tidak sanggup mempertahankan Gelgel. Maruti berhasil melarikan diri ke Jimbaran kemudian memilih memukim di Alas Rangkan.



Sejarah berdirinya Keraton Smarajaya Klungkung

Kemenangan terhadap I Gusti Agung Maruti telah membuat kharisma dan wibawa dinasti Kepakisan kembali pulih, maka untuk mengisi pemerintahan diangkatlah Sri Agung Jambe putra bungsu Dalem Di Made sebagai raja. Tetapi atas saran Ki Gusti Sidemen, pusat kerajaan tidak lagi di Gelgel, dan dipindahkan ke desa Klungkung dengan nama keraton smarajaya. Alasan perpindahan keraton ini diperkirakan karena keraton Sueca Pura Gelgel secara fisik sudah rusak akibat seringnya terjadi pemberontakan pada tahun 1651 Masehi, serta dianggap sudah tyidak memiliki wibawa lagi sebagai pusat pemerintahan. Kini semua pusaka-pusaka kebesaran dinasti Kepakisan yang dibawa dari Majapahit sudah dipegang oleh Sri Agung Jambe

Dewa Agung Jambe (sri Agung Jambe) raja Klungkung I

Satu hal yang menarik setelah kerajaan Gelgel dipindahkan ke Klungkung adalah, bahwa Sri Agung Jambe yang diangkat sebagai raja Klungkung I Tahun 1686 M lagi memakai gelar Dalem. Hal ini mengisyaratkan bahwa ada keinginan untuk nmelepaskan didi dari ikatan Majapahit, maka gelar yang mulia dipakai adalah Dewa Agung. Dengan demikian Sri Agung Jambe adalah raja I di Bali yang memakai gelar Dewa Agung dengan gelar Dewa Agung Jambe, yang berlaku terus untuk raja pengganti beliau, meskipun akhirnya setelah penghapusan gelar jawa peninggalan Gajah Mada ini telah berhasil, namun ada penurunan akan jumlah wilayah yang pernah dikuasai oleh leluhurnya pada jaman Gelgel. Tetapi setidaknya usaha untuk membuktikan diri sebagai raja yang otonom benar-benar sangat berhasil, selanjutnya dengan tidak ditemukannya angka tahun lamanya pemerintahan Dewa Agung Jambe sebagai raja Klungkung I, maka beliau digantikan oleh putra beliau bernama Dewa Agung Made.

Dewa Agung Made Raja Klungkung II

Dewa Made Agung adalah putra dari Dewa Agung Jambe yang dinobatkan sebagai raja II di Keraton Smarajaya Klungkung, tetapi informasi mengenai pemerintahan Dewa Agung Made ini hampir tidak pernah ditulis. Yang jelas berdasarkan bukti-bukti adanya penerus kepenguasaan, mencerminkan bahwa raja ini dapat memegang tampuk pemerintahan dengan baik.

Dewa Agung Dimadya Raja Klungkung III

Setelah berakhirnya pemerintahan Dewa Agung Made, maka beliau digantikan oleh putranya bernama Dewa Agung Dimadya sebagai raja III kerajaan Klungkung. Sama seperti ayahnya, informasi menganai pemerintahan ini juga sedikit sekali informasinya.

Dewa Agung Sakti Raja Klungkung IV

Sumber-sumber sejarah yang menyebutkan tentang pemerintahan Dewa Agung Sakti sebagai Raja Klungkung IV juga sulit ditemukan. Yang jelas beliau adalah putra dari Dewa Agung Dimadya. Mungkin pada masa pemerintahan raja-raja Klungkung yang sedikit informasinya ini, menandakan bahwa peranan beliau tidak terlalu menonjol. Dan mungkin juga disebabkan karena pada masa ini keadaan sangat stabil.

Dewa Agung Putra I ( Dewa Agung Putra Kusamba) Raja Klungkung V

Dewa Agung Sakti sebagai raja Klungkung ke -4, akhirnya digantikan oleh putranya yaitu Dewa Agung Putra I ( Dewa Agung Putra Kusamba ).

Dewa Agung Putra II

Dewa Agung Putra Balemas sebagai raja Klungkung ke-6 adalah putra dari Dewa Agung Putra Kusamba. Raja inilah yang mengawali benih konflik dengan pemerintah Belanda, dengan penandatanganan surat kontrak tahun 1841 Masehi.

Dewa Agung Istri Kanya Raja Klungkung VII

Dewa Agung istri Kanya adalah adik dari Dewa Agung Putra Balemas, yang akhirnya mengobarkan peristiwa perang Kusamba menentang intervensi Belanda (Mei sampai Juli 1849). Yang menonjol dari peristiwa ini adalah keberanian Dewa Agung Istri Kanya sebagai seorang raja perempuan yang disegani, dan yang menyebabkan gugurnya Jendral Michiels sebagai salah satu petinggi kompeni Belanda.

Dewa Agung Ktut Agung Raja Klungkung VIII

Raja Klungkung ke-8 ini merupakan putra bungsu Dewa Agung Sakti. Sebelum menjadi raja, beliau sangat berperan membantu Dewa Agung Istri kanya saat perang Kusamba sebagai Mangkubumi. Dengan keberaniannya pernah memimpin laskar Klungkung membantu Buleleng dalam perang Jagaraga di Den Bukit.

Dewa Agung Putra III (Betara Dalem Ring Rum ) Raja Klungkung IX

Riwayat Raja Klungkung ke -9 ini tidak banyak ditulis dalam berbagai sumber sejarah. Tetapi yang jelas beliau adalah satu-stunya raja Klungkung yang kembali memakai gelar Dalem.

Dewa Agung Jambe raja Klungkung X

Dewa Agung Jambe adalah raja Klungkung terakhir (putra dari betara Dalem Ring (Rum) yang gugur beserta seluruh keluarga puri, para bangsawan, dan laskar Klungkung saat terjadi perang Puputan melawan Kolonialisme Belanda pada tanggal 28 Apri 1908.



Berikut adalah daftar Kecamatan terdapat di kabupaten Karangasem beserta masing-masing Desa dengan Kode Pos:
  1. Kecamatan Banjarangkan
    1. Kelurahan/Desa Aan, Kode Pos: 80752
    2. Kelurahan/Desa Bakas, Kode Pos: 80752
    3. Kelurahan/Desa Banjarangkan, Kode Pos: 80752
    4. Kelurahan/Desa Bungbungan, Kode Pos: 80752
    5. Kelurahan/Desa Getakan, Kode Pos: 80752
    6. Kelurahan/Desa Negari, Kode Pos: 80752
    7. Kelurahan/Desa Nyalian, Kode Pos: 80752
    8. Kelurahan/Desa Nyanglan, Kode Pos: 80752
    9. Kelurahan/Desa Takmung, Kode Pos: 80752
    10. Kelurahan/Desa Tihingan, Kode Pos: 80752
    11. Kelurahan/Desa Timuhun, Kode Pos: 80752
    12. Kelurahan/Desa Tohpati, Kode Pos: 80752
    13. Kelurahan/Desa Tusan, Kode Pos: 80752

  2. Kecamatan Dawan
    1. - Kelurahan/Desa Besan, Kode Pos: 80761
    2. Kelurahan/Desa Dawan Kaler, Kode Pos: 80761
    3. Kelurahan/Desa Dawan Klod, Kode Pos: 80761
    4. Kelurahan/Desa Gunaksa, Kode Pos: 80761
    5. Kelurahan/Desa Kampung Kusamba, Kode Pos: 80761
    6. Kelurahan/Desa Kusamba, Kode Pos: 80761
    7. Kelurahan/Desa Paksebali, Kode Pos: 80761
    8. Kelurahan/Desa Pesinggahan, Kode Pos: 80761
    9. Kelurahan/Desa Pikat, Kode Pos: 80761
    10. Kelurahan/Desa Sampalan Klod, Kode Pos: 80761
    11. Kelurahan/Desa Sampalan Tengah, Kode Pos: 80761
    12. Kelurahan/Desa Sulang, Kode Pos: 80761

  3. Kecamatan Klungkung
    1. - Kelurahan/Desa Semarapura Tengah, Kode Pos: 80711
    2. Kelurahan/Desa Semarapura Kaja, Kode Pos: 80712
    3. Kelurahan/Desa Semarapura Kauh, Kode Pos: 80713
    4. Kelurahan/Desa Akah, Kode Pos: 80716
    5. Kelurahan/Desa Gelgel, Kode Pos: 80716
    6. Kelurahan/Desa Jumpai, Kode Pos: 80716
    7. Kelurahan/Desa Kamasan, Kode Pos: 80716
    8. Kelurahan/Desa Kampung Gelgel, Kode Pos: 80716
    9. Kelurahan/Desa Manduang, Kode Pos: 80716
    10. Kelurahan/Desa Satra, Kode Pos: 80716
    11. Kelurahan/Desa Selat, Kode Pos: 80716
    12. Kelurahan/Desa Selisihan, Kode Pos: 80716
    13. Kelurahan/Desa Semarapura Kangin, Kode Pos: 80716
    14. Kelurahan/Desa Semarapura Klod Kangin, Kode Pos: 80716
    15. Kelurahan/Desa Semarapura Klod/Kelod, Kode Pos: 80716
    16. Kelurahan/Desa Tangkas, Kode Pos: 80716
    17. Kelurahan/Desa Tegak, Kode Pos: 80716
    18. Kelurahan/Desa Tojan, Kode Pos: 80716

  4. Kecamatan Nusapedina
    1. - Kelurahan/Desa Batukandik, Kode Pos: 80771
    2. Kelurahan/Desa Batumadeg, Kode Pos: 80771
    3. Kelurahan/Desa Batununggul, Kode Pos: 80771
    4. Kelurahan/Desa Bunga Mekar, Kode Pos: 80771
    5. Kelurahan/Desa Jungutbatu, Kode Pos: 80771
    6. Kelurahan/Desa Kampung Toyapakeh, Kode Pos: 80771
    7. Kelurahan/Desa Klumpu, Kode Pos: 80771
    8. Kelurahan/Desa Kutampi, Kode Pos: 80771
    9. Kelurahan/Desa Kutampi Kaler, Kode Pos: 80771
    10. Kelurahan/Desa Lembongan, Kode Pos: 80771
    11. Kelurahan/Desa Ped, Kode Pos: 80771
    12. Kelurahan/Desa Pejukutan, Kode Pos: 80771
    13. Kelurahan/Desa Sakti, Kode Pos: 80771
    14. Kelurahan/Desa Sekartaji, Kode Pos: 80771
    15. Kelurahan/Desa Suana, Kode Pos: 80771
    16. Kelurahan/Desa Tanglad, Kode Pos: 80771

1 komentar:

Tasly ICP mengatakan...

Herbal Jantung Tanpa Efek Samping

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | GreenGeeks Review