Kamis, 17 November 2011

Filosofi Arsitektur Tradisional Bali

Filosofi Arsitektur Tradisional Bali mengandung kaidah-kaidah terkait dengan pandangan relegi dan tata nilai sosial yang pada hakikatnya memberikan penyelarasan terhadap alam lingkungan demi keseimbangan hubungan manusia (mikrokosmos) dengan alam semesta (makrokosmos) dan Maha Pencipta (metakosmos). Hubungan keselarasan dan keseimbangan ini sangat jelas terlihat dalam filosofi Tri Hita Karana sebagai tiga kutub yang menjadi penyebab lahirnya kebahagiaan. Dalam alam semesta ketiga kutub ini hadir selaku tiga dunia, yakni: bhursebagai alam bawah tempat bhuta kalabwah sebagai alam tengah tempat hidup mausia, dan swah adalah alam atas tempat para Dewa.Berdasarkan pandangan kosmologi ketiga kutub ini menempati arah yang berbeda dengan tingkatan nilai ruangnya masing-masing, yakni arah terbitnya matahari dan dataran yang paling tinggi (gunung atau bukit) memilik makna ‘utama’ sebagai tempat kediaman para dewa, arah terbenamnya matahari dan dataran yang paling rendah (laut) memiliki makna ‘nista’, sedangkan di bagian tengah sebagai tempat hidup manusia yang bernilai ‘madya’. Kendatipun nilai ruang ketiga kutub tersebut berbeda, bukan berarti salah satunya harus dihilangkan atau dimusnahkan, namun justru dihadirkan bersama-sama. Kehidupan manusia dan alam semesta akan dapat berperanan secara optimal bila ketiga unsur ini dalam satu kesatuannya berada dalam keadaan seimbang (balance) dan manunggal.

Arsitektur rumah tinggal sebagai lingkungan buatan (salah satu bentuk dari alam baru) diharapkan dapat mengayomi dan mewadahi aktivitas manusia sebagaimana layaknya alam semesta. Alam buatan inipun diharapkan dapat memberi rasa bahagia serta memiliki pertalian yang serasi dengan diri manusia selaku isinya. Sejalan dengan itu, maka rumah tinggal dibuat sebagai duplikat dari alam semesta dengan menerapkan filosofi Tri Hita Karanasebagai tiga kutub yang manunggal pada rumah tinggal, yakniparahyangan (tempat suci) sebagai tempat yang bernilai utama di arah kaja atau kanginpawongan (tempat tinggal manusia) bernilai madya di arah tengah, dan palemahan (areal servis) sebagi unsur ‘nista’ di arah kelot atau kauh.

Di samping filososfi yang menjiwai setiap aktivitasnnya sehari-hari di dalam berarsitektur, terdapat pula konsep arsitektur sebagai tata nilai dan pedoman yang normatif dalam merancang bangunan, sehingga arsitektur yang ada di tata dalam suatu komposisi bermakna dalam setiap massa bangunan dan penempatannya.


Sumber @ http://bhagawandesain.blogspot.com

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | GreenGeeks Review