Senin, 07 November 2011

KEBERADAAN MPU GHANA & MPU KUTURAN

MPU GANA

Mpu Gana ke Bali tahun Çaka 922 (th 1000 M), setibanya di Bali langsung menghadap Betara Tiga, lanjut Mpu Gana ditugaskan di Gelgel Dasar Bhuana.


MPU KUTURAN

Mpu Kuturan menyusul saudaranya turun ke Bali tahun Çaka 923 (th 1001 M), berperahu daun kapu-kapu dan berbidakkan daun bende, turun di Pantai Padang. Demikian bunyi Prasasti yang menyebutkan Pemargin Mpu Kuturan ke Bali :

“Kunang sira Mpu Kuturan turun wentening Bali, apadawu witning kapu-kapu, abidak rwaning benda, turun maring kakisiking Bali ring Padang, kala diwe udha siwa wara Pahang, titi sukla paksa madu, sirsa caksu, I sakyem gni suku babahan udani dita 923, neher winangunaken Parhyangan Silayukti, ayoga swala Brahmacari”.
Mpu Kuturan turun ke Bali terdorong oleh beberapa faktor yaitu :

  1. Memenuhi undangan Guna Prya Dharma Patni/Udayana Warmadewa, yang memerlukan keahlian beliau di bidang Agama.
  2. Karena ada pertentangan sedikit dengan istrinya (Walu Nateng Dirah/Rangdeng Dirah) yang menganut aliran Bhairawa (Tantrayana Buddha Kalacakra), sedangkan Mpu Kuturan menganut aliran Buddha Mahayana (Sekte Tantrayana Kanan).
  3. Karena melihat adanya tanda-tanda perpecahan Kerajaan Deha, Mpu Kuturan sebagai Bhiksuka, lebih mengutamakan ajaran dharma dari kepentingan pribadi. Kesempatan yang baik ini dipergunakannya untuk merantau ke Bali, menjalankan swadharmanya,menghajarkan agama.

Dyah Ratna Manggali (Putri Mpu Kuturan) di kawini oleh sepupunya (Mpu Bahula) yang menurunkan Brahmana di Bali. Inilah sebenarnya kawitan bagi Brahmana keturunan Mpu Beradah.

Kembali kepada Mpu Kuturan, setibanya di Padang (Silayukti), entah berapa hari berselang, Mpu Kuturan menghadap kakaknya ke Besakih, yang suatu kebetulan Betara Tiga sedang di Besakih. Betapa gembiranya, lama berpisah, akhirnya bertemu dengan tiada terduga-duga. Mpu Kuturan ke Bali tiada dengan keluarganya. Banyaklah hal-hal yang terjadi pada waktu itu. Akhirnya Mpu Kuturan, ditugaskan selaku Pemimpin Agama di Padang, karena telah menetapnya Mpu Kuturan di Padang, beliaupun membangun Parhyangan sebagai tempat melakukan yoga semadhi, di Padang, yang lebih dikenal dengan nama Silayukti. Rakyat Padang sangat bakti kepada Mpu Kuturan.

Peranan Mpu Kuturan di Bali, selain sebagai senapati di dalam pemerintahan maupun sebagai Guru Besar Agama Siva dan Buddha, di tengah-tengah masyarakat Hindu di Bali. Mpu Kuturan mengabdikan dirinya pada pemerintahan Guna Prya Dharma Patni/Udayana Warmadewa, Raja suami istri yang berkuasa pada waktu itu. Baginda Raja berasal dari Jawa Timur sedangkan suaminya Udayana Warmadewa adalah keturunan Raja Bali.

Mpu Kuturan yang selalu mendampingi Raja, beliau didudukkan sebagai Ketua Majelis Pekira Kiran Ijro Makabehan (Dewan Penasehat yang beraggotakan seluruh senapati, para Pandita Dangacaryya dan Dangupadhyaya (Siva dan Buddha)). Suatu kesempatan bagi Mpu Kuturan, untuk mengikatkan pengabdiannya kepada masyarakat Bali.

Mpu Kuturan ingin menyelami hati para pemimpin masyarakat Bali, agar dapat menyusun dasar yang kuat bagi tata cara kemasyarakatan yang sebaik mungkin. Mpu Kuturan mengadakan pertemuan besar keagamaan, yang bertempat di Bataanyar, Daerah Kabupaten Gianyar (Samuan Tiga), yang dihadiri oleh Para Tokoh Agama, Pendeta Siva Buddha dan Kepala Sekte Agama. Didalam pertemuan, masing-masing utusan dapat mengeluarkan buah pikiran dengan bebas. Demikian Mpu Kuturan, mempergunakan kesempatan ini untuk memberikan prasaran yang panjang lebar, yang akhirnya prasaran tersebut disambut baik oleh semua tokoh masyarakat. Maka paham Mpu Kuturan yaitu paham Tri Murti, yang paling cocok dijadikan pegangan hidup Masyarakat Bali Hindu, agama yang akan diterapkan adalah Agama Siva dan Buddha, berpusat di Kahyangan Besakih. Untuk membuktikan diterimanya paham Mpu Kuturan, maka setiap Desa Adat, dibangun Kahyangan Tiga yaitu : Pura Puseh, Pura Dalem dan Pura Desa/Bale Agung, tempat memuja Tri Murti. Pada setiap rumah tangga juga diharuskan membangun suatu bangunan suci (Sanggah) yang beruang tiga (Rong Telu/Kemulan), tempat memuja Tri Murti. Demikian cara Mpu Kuturan meletakkan dasar keagamaan, bagi masyarakat Bali, yang mana perlu kita pahami dan kita terapkan secara turun temurun. Usaha Mpu Kuturan didalam mengatur dan membina maasyarakat Bali terjadi kurang lebih tahun 1001 Masehi, hingga sekarang ajaran Mpu Kuturan, masih tetap menjadi dasar bagi kehidupan masyarakat Bali seperti adanya Awig-awig Desa dan Awig-awig Subak, dll.

Pada jaman Pemerintahan Prabhu Airlangga, manakala putra-putranya telah sama dewasa, maka Prabhu Airlangga mengirim utusan ke Bali yang dipimpin oleh Mpu Bradah, menghadap kakaknya ke Silayukti yaitu Mpu Kuturan. Mpu Bradah selaku pemimpin utusan menyampaikan maksud dari Prabhu Airlangga, yang mana agar salah seorang putranya dapat didudukkan menjadi Raja Bali. Permohonan ini ditolak oleh Mpu Kuturan dengan penjelasan bahwa rakyat Bali menginginkan kepemimpinan di Bali berada ditangan Warmmadewa. Dalam hal ini Mpu Kuturan telah mempunyai calon yaitu Çri Anak Wungsu, putra bungsu dari Guna Prya Dharma Patni (adik kandung Çri Airlangga). Mpu Bradah merasa gagal tujuannya, beliaupun mekolem/membuat pekoleman di luar Parhyangan Silayukti. Tempat pekoleman tersebut, sekarang bernama Pura Tanjung Sari, tempat penghayatan Mpu Bradah.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | GreenGeeks Review