Mpu Semeru mohon ijin untuk pulang ke Bali, menghormat dengan tata cara kependetaan kehadapan Hyang Pasupati dan segera berangkat menuju Nusa Bali, pada tahun Çaka 921 (th 999 M). Beliau menganut sekte Siva. Mpu Semeru segera tiba di Kuntulgading terus melalui Tulukbiu, menuju Besakih, tepatnya pada hari Sukra (Jumat) Kliwon wara Julungwangi, bulan Purnama Raya, sasih Kawulu.
Selanjutnya Mpu Semeru, ditugaskan di Besakih mengemban Pura Penataran Agung bersama Tri Warga lainnya yaitu : Pande, Sagening dan Penyarikan. Entah berapa tahun kemudian, Mpu Semeru membangun tempat pemujaan yang disebut Parhyangan, tempat melakukan yoga semadhi. Parhyangan tersebut diplaspas/katuran Karya Agung Pengenteg Linggihnya pada hari Soma (Senin) Umanis, wara Tolu, dipuput oleh Mpu Gni Jaya dan Mpu Withadharma. Parhyangan Mpu Semeru tersebut, sekarang dikenal dengan sebutan Pura Ratu Pasek Besakih (Catur Lawa).
Pada suatu hari yang baik, Mpu Semeru akan menghadap Hyang Dewi Danuh ke Ulundanu Batur melewati Tampurhyang. Setibanya di Tampurhyang, beliau berhenti dan beristirahat di tepi Danau Batur, Mpu Semeru tertarik akan kejernihan air danau tersebut, lalu beliau mandi dan lanjut mengadakan yoga semadhi, memuja kehadapan Hyang Dewi Danuh. Setelah itu segera berangkat, dalam perjalanan terlihat olehnya tuwed kayu asem, yang sangat bagus, karena dibuat oleh Dewata. Takdir telah mengatur sedemikian rupa, segera Mpu Semeru beryoga mempersatukan keahliannya, dengan segera saja tuwed kayu tersebut menjadi manusia.
Terpukau manusia ciptaan itu, tidak tahu apa yang harus ia perbuat. Segera saja manusia itu menyerahkan diri kehadapan Mpu Semeru, sang Maha Rsipun bersabda; “Wahai manusia apa ada keperluanmu”, manusia itupun matur; “Siapakah yang telah menaruh belas kasihan terhadap hamba ini, menjadikan hamba manusia”. Sang Maha Rsipun menjawab; “Akulah yang menjelmakanmu menjadi manusia”, manusia itupun menelungkup menyembah, memeluk kaki Sang Maha Rsi, seraya matur; “Siapakah sebenarnya Maha Rsi ini”, Mpu Semeru menjawab; “Aku adalah putra Hyang Agni Jaya dari Gunung Lempuyang, aku bernama Mpu Semeru”. Manusia itupun segera lagi menyembah dan matur kehadapan Mpu Semeru: “Maha Rsi, apakah yang hamba pakai membayar hutang hamba kehadapan Maha Rsi, sekarang tuluskanlah paswecan Maha Rsi kepada hamba, bersihkanlah segera kotoran diri hamba, sehingga menjadi bersih untuk seterusnya”. Anugrah Mpu Semeru kepada Si Kayureka, karena di Bali belum ada/kekurangan sulinggih, Si Kayureka diperkenankan menjadi penuntun orang-orang Bali Mula, yang berpusat di Tampurhyang. Si Kayureka diperkenankan menjadi Bujangga selama tiga turunan dan bernama Mpu Kamareka (Mpu Bendesa Dryakah). Ada amanat Mpu Semeru kepada Mpu Kamareka; “Ada keturunanku yang lahir dari Mpu Gni Jaya, yang apryangan di Lempuyang Madya, keturunanmu harus tetap berada di sebelah kiri keturunanku. Demikian juga pada waktu meninggalnya, keturunanmu harus menyembah keturunanku, sebab engkau aguru putra padaku”. Mpu Kamareka sangat tekunnya menjalankan swadharmanya di Tampurhyang. Mpu Kamareka menurunkan Pasek Kayuselem Tampurhyang, turun binurun wredisentana. Di Kayuselem, ada juga Pasek Kayuselem keturunan dari Pasek Bajra ireng tusning Mpu Gni Jaya (kakak dari Mpu Semeru).
Entah beberapa tahun kemudian, datang pula ke Bali orang-orang pengiring Rsi Markandeya, yang berasal dari India, yang menyebarkan Agama Hindu pertama di Bali. Beliaulah yang menurunkan Orang Aga dan Bali Mula yang disebut Bujangga Waisnawa. Ramailah sekarang orang-orang yang menyungsung Betara-Betari di Bali. Terus ambil keambil, sama-sama wredisentana.
0 komentar:
Posting Komentar